7

13.9K 764 8
                                    

"Monster semangka."

"Balon udara."

"Titisan Jupe."

Anak laki-laki itu terus saja mengikuti langkah Dea yang hendak berjalan pulang ke rumah. Karena sang abang piket, ia harus pulang sendiri hari ini.

Berbagai ejekan dan cacian terus dilontarkan. Gadis itu menahan agar tak menangis.

Air mata menggenang menghalangi penglihatan Dea. Akibatnya ia tersandung, terjatuh dengan tidak modis.

Lutut si gadis terluka. Malu pasti, tangis tak dapat lagi dibendung, semua tumpah saat itu juga. Tiga anak laki-laki di sana tertawa kencang dan terus meledek sembari mengelilingi gadis yang telah memeluk lutut menyembunyikan wajah.

Di pinggir jalan ramai kendaraan itu, Dea tidak dapat melihat kejadiannya. Terjadi begitu cepat ketika Brian datang dan menghajar habis lelaki di sana.

Dea berdiri, mengelap ingus dan air matanya. Senyum si gadis mengembang.

Baru saja ia hendak berlari memeluk sang kakak, seseorang dari ketiga anak lelaki tadi mendorong tubuh dea ke tengah jalan.

Kecelakaan tak dapat terelakkan.

Sebuah mobil melaju kencang menabrak Brian hingga terpental.

Dea terpaku menyaksikan kakaknya terlempar dan mendarat dengan banyak darah menggenangi tubuh Brian.

Brian menyelamatkan dirinya.

Brian terluka karena dirinya.

Brian celaka karena dirinya.

Brian banyak terkena masalah karena dirinya.

Brian rela terluka demi melindunginya.

•••

Dea menggelengkan kepala berkali-kali menyadarkan diri dari kenangan kelam di masa lalu. Kenapa begitu sulit untuk memejamkan mata.

Benar kata sang nenek, begadang itu membawa pengaruh buruk. Mungkin 'teringat masa lalu' juga menjadi salah satunya.

Meski begitu, bagaimana pun Dea tetap tak bisa mengalihkan pikiran dari sang kakak.

Bukankah besok sudah memasuki puasa pertama? Untung saja saat shalat tarawih tadi Brian tidak datang untuk mengganggunya.

Dea teringat, Lisa pernah bilang ramadhan kali ini ia akan berjualan takjil. Padahal Dea sudah berjanji akan membantu.

Mungkin Brian bisa diandalkan disaat genting begini.

Tidak memperdulikan jam, ia meraih ponsel dan mengirim pesan singkat pada sang kakak.

Abang Bangsad🗡


Besok bantu mama masak buat jualan •

Dengan begini beban Dea jadi sedikit berkurang. Ia bisa tidur malam ini. Baru saja hendak merapatkan mata, Brian membalas pesannya.

Dasar kelelawar, jam segini masih saja belum tidur.

• Kalo itu demi bisa ketemu kamu, bakal abang lakuin!

Dea menyorot datar layar ponselnya. Kenapa malah jadi serumit ini? Alih-alih mengurangi beban, malah beban baru yang muncul.

Terserah •

Intinya besok bantuin mama •

Tidak mau beramah-tamah lebih lama dengan abang mesumnya itu, cepat cepat Dea mematikan ponsel. Mungkin sekarang ia akan memikirkan pula untuk mengganti nomor telepon.

Sebenarnya, bukan hanya karena sifat Brian yang mesum saja yang membuat Dea ingin menjauh.

Bukan pula karena pertama kali mendapat kekerasan fisik dari orang lain waktu itu.

Memang benar semua masalah ini bermulai dari sana.

Dea tau Vanya tidak akan segan-segan. Gadis itu sudah memperingati dengan tegas. Melalui tamparan yang bahkan sangat sulit Dea lupakan rasa sakitnya.

Alasan utama Dea menjauhi Brian karena jika ia nekat untuk bersama dengan lelaki itu, Vanya akan melakukan hal lebih kejam lagi kepadanya.

Terlebih jika Brian tau tentang perilaku buruk Vanya kepada sang adik, Brian dengan suka rela menjadikan dirinya tameng lagi seperti dulu demi melindungi Dea.

Dea tertawa, "Dasar abang bodoh." Air mata mulai mengalir, gadis itu menangis.

"Seenggaknya pikirkan juga tentang dirimu sendiri."

Siscon SomplakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang