27

4.2K 376 14
                                    

"Aku Widya Fitrian, salam kenal."

Gadis berwajah datar sedatar dadanya itu memperkenalkan diri di depan kelas. Dea seperti mengenal gadis ini.

"Silahkan duduk di bangku yang kosong," ujar pengawas ujian mempersilahkan.

Widya mengedarkan pandangan dan berhenti tepat ke arah Dea. Gadis itu berjalan mendekat.

"Pergi, aku mau duduk di sini," usir Widya pada teman sebangku Dea.

"Enak aja, cari tempat lain sana!"

"Pergi, aku mau duduk di sini," ulangnya.

Pengawas ujian datang menengahi. "Devi, kamu pindah kebelakang, kasih Widya duduk."

Gadis bernama Devi itu langsung mengemas barang dan pindah ke bangku kosong paling belakang.

Walaupun tidak akrab duduk sebangku dengan Dea, setidaknya kursi di sana nyaman. Apalagi Devi bisa tidur tanpa ketauan guru karena lelaki di depannya bertubuh besar.

Anak baru itu, terlalu seenaknya saja.

"Kamu... yang waktu itu ke rumah, kan?" tanya Dea canggung.

Widya melirik sekilas. "Iya."

"Sekarang ujian, kenapa pindahnya hari ini?"

"Suka-suka aku lah, sekolah punya bapak aku!" nyolot gadis itu, dahinya mengkerut tanda tak suka.

Dea menyerah, tidak ingin mencari topik pembicaraan lagi. Sudah ia duga sejak awal, mereka tidak akan bisa akrab.

•••

Ujian pertama telah berlalu, semua murid keluar kelas untuk mencari makan. Termasuk Brian dan yang lain, ketiganya sudah berada di kantin.

"Habis ini mata pelajaran apa?"

"Kimia," jawab Yoga singkat.

"Lu udah belajar, Za?" Kali ini Brian yang bertanya.

"Apa gue keliatan kek habis belajar?"

"Udah pasti enggak," tebak Brian tepat sasaran. "Kalau lu, Ga?"

"Yakali Yoga si fuckboy belajar."

Sontak Brian tergelak mendengar celetukan Fiza. "Gausah ditanya Yoga, mah."

"Liat hasilnya aja," ujar lelaki itu penuh arti.

•••

"Aku mau jajan, anterin ke kantin," ujar Widya meminta tolong. Lebih tepatnya menyuruh.

"Oke..."

Baru sampai di depan pintu kelas, Kiki datang membawakan beberapa roti dan minuman botol.

"Mau kemana?"

"Kantin."

Kiki mengenali nada datar nan dingin ini. Ia memperhatikan gadis di samping Dea lekat-lekat. Jarak antara wajah mereka kurang dari sejengkal namun Widya tak bergeming.

"WIDYA???" teriak gadis itu heboh.

"Kiki?"

Keduanya berpelukan, teriak-teriak kegirangan, heboh sendiri sampai mengundang perhatian sekitar.

Dea masih tidak memahami apa yang terjadi.

"Udah lama banget gak ketemu." Kiki memeluk gadis tadi erat. "Gimana di Perancis? Bawa oleh-oleh gak?"

"Di Perancis banyak cowok ganteng, gila! Perutnya beuh... kotak-kotak!"

Dea masih memandang tidak percaya, Widya yang sejak pertemuan pertama begitu dingin dan cuek, kini berteriak heboh mengenai cogan.

Seperti bukan Widya saja.

Tidak jadi ke kantin, mereka malah duduk kembali di bangku sambil ngemil.

"Jadi... kalian saling kenal?" Dea memberanikan diri bertanya.

"Udah temenan sejak SD." Kiki ngakak, entah apa yang lucu.

"Tamat SD pindah ke Perancis, tapi kurang betah di sana makanya balik. Ceweknya cantik-cantik, kalah saing aku," jujur gadis itu.

"Widya ini, baru kenal dia dingin banget, ngomong singkat. Tapi kalau udah deket... jangan tanya lagi."

Dea hanya mengangguk-angguk paham, ia kira tidak akan bisa akrab dengan Widya, ternyata dugaannya salah.

"Aku belum tau nama panjang kau, apa kau gak punya nama panjang?"

Pertanyaan nyebelin ini membuat Dea teringat seseorang. Orang paling menyebalkan setelah Brian tentunya.

"Nama lengkap ku Kazugano Cladea."

"Bisa keren gitu... siapa yang ngasih nama?"

"Abang."

"Ada unsur jejepangannya." Kiki menimpali

"Kata mama, abang ku dulu wibu."

"Oalahh... pantes."

Siscon SomplakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang