28

4K 359 21
                                    

"Gue heran loh, kenapa lu gamau nerima Brian jadi pacar lu?" tanya Kiki di malam ketika ia menginap di rumah Dea.

"Aku gak mau Bang Bian luka lagi karna aku."

"Luka? Maksudnya?" Kiki tidak mengerti jalan pikiran gadis ini, ia butuh penjelasan!

"Gak, lupakan."

Dea masuk ke mode tertutup, ia tidak ingin terlalu terbuka pada orang lain. Gadis itu tidak ingin menggali kenangan beberapa tahun lalu.

"Kenapa gak lu coba terima aja, jalanin dulu."

"Aku pernah liat Bang Bian foto sama cewek. Pasti itu pacarnya."

"Karena itu lu nerima orang lain jadi pacar lu?"

Dea terdiam.

"Jadi sebenernya lu juga cinta sama Brian, kan?"

Gadis itu masih tidak menjawab, ia justru membuang muka.

Kiki terus memberikan tatapan menyelidik dan itu membuat Dea tidak nyaman.

Lama, baru ia mengangguk perlahan.

•••

Dea menggelengkan-gelengkan kepala dan menepuk kedua pipi menyadarkan diri.

Aku sayang Bang Bian sebagai abang!

Gadis itu terus mengulang kata tersebut, tidak ingin jujur pada perasaan sesungguhnya.

Kalau ia terlalu dekat dengan Brian, bisa-bisa Vanya akan melukai dirinya. Sampai itu terjadi, pasti Brian tidak akan ragu menjadi tameng untuk Dea.

Menerima segala perlakuan buruk orang-orang kepada sang adik, rela terluka demi melindungi.

"Oy, ngelamun," tegur Brian. Ia menempelkan sebotol air dingin ke pipi Dea membuat gadis itu kaget.

"Ngapain ke sini?" Pertanyaan itu, terkesan mengusir.

"Aku mau ke toilet ah~" ujar Kiki mengerti dengan situasi.

"Ikut~"

Kedua gadis itu pergi, tinggallah Dea sendiri bersama Brian di sini. Beberapa anak kelas mulai membicarakan kedekatan mereka.

"Habis ini mata pelajaran apa?" tanya Brian perhatian.

"Bahasa Inggris."

"Udah belajar belom? Kamu kan goblok di mapel itu."

"Ngaca sebelum ngatain. Nilai abang aja gak tuntas juga."

"Ssstttt... diem aja, entar orang lain pada denger."

Brian terus mengelus puncak kepala Dea, tak memperdulikan tatapan orang-orang pada mereka.

"Nanti pulang sendiri, bisa?"

Dea mulai celingukan mencari keberadaan Erich. Dimana gerangan supir dadakannya itu.

"Abang mau kemana?"

"Nemuin seseorang," jawab Brian dengan senyum mencurigakan.

"Jangan bilang ketemu cewek."

"Eh, eh, kenapa nih? Cemburu ya? Cie... Dea cemburu."

Gadis itu malah keceplosan membuat dirinya diolok-olok.

"Bu-bukan berarti aku cemburu ya! Ja-jangan salah paham!"

Brian tertawa, seketika Dea meleleh dibuatnya. Tawa itu menimbulkan candu.

"Kalau gak cemburu terus apa dong?"

"Abang kan udah punya pacar," cicit Dea sambil membuang muka dan lagi-lagi Brian tertawa.

"Pacar? Abang jomblo, De."

Gadis itu menunjukkan foto dari ponselnya. "Terus, cewek ini siapa?"

"Itu Vanya, bukan siapa-siapa kok."

Tanpa sadar Dea menghela napas lega. Lelaki itu terus memainkan rambut sang adik.

"Oh, ya, besok bisa kan ketemuan sama temen abang?"

Dea tampak ragu, soalnya Alfi ngajakin keluar juga besok. Mungkin batalkan saja, lagipula pasti tidak penting. "Bisa kok."

"Abang balik ke kelas dulu, semangat ujiannya," ujar Brian lalu mengecup dahi Dea singkat.

•••

Brian keluar dari kelas Dea, di luar sana sudah ada dua makhluk astral yang menunggu.

"Semangat ujiannya," ejek Yoga dengan nada mengejek. "Muach."

"Berisik lu!"

"Ian bucin... Ian bucin..."

"Lu gausah ikut-ikutan, Za."

Brian memukuli kedua makhluk astral itu tanpa ampun.

Vanya melihat semua, niatnya ingin memberi Dea pelajaran malah terbakar oleh keuwuan pasangan itu.

"Ada yang panas tuh," tunjuk Fiza pada gadis yang berdiri tak jauh dari sana.

Lelaki itu menoleh mendapati Vanya, si gadis berjalan mendekat.

"Kelas lu di sini juga?" Brian bertanya ramah.

Biar bagaimana pun selama bulan puasa kemarin gadis ini banyak membantunya.

"Bang, gombalin gue dong."

"Ha?" Ketiga lelaki di sana mendadak cengo.

"Iya, gombalin."

Brian berdehem menghilangkan kegugupannya. Terlintas sebuah ilham di kepala.

"Boleh." Ia menghela napas sebentar. "Lu itu kek narkoba."

"Kyaaa... gue bikin abang kecanduan?" Vanya jingkrak-jingkrak salah tingkah.

Brian tersenyum manis. "Lu ngabisin duit dan bikin gua rusak."

Dan semua pun tertawa~

Siscon SomplakWhere stories live. Discover now