35

3.4K 314 45
                                    

Dahlah nunggu 20 vote lama amat T^T

•••

Brian dan Vanya masih tatap-tatapan, tak lupa kamera zoom out zoom in, backsound gledek ala-ala sinetron. Eh, salah adegan deng.

Mata mereka bertemu, angin menerpa wajah keduanya. Vanya masih ragu, terasa seperti mimpi.

Seakan tak puas, ia kembali bertanya. "Beneran? Abang nembak gue?"

Lagi-lagi Brian mengangguk dan menatap teduh. Si gadis salah tingkah, ia meremas-remas ujung pakaiannya.

Pipi memerah sudah, kedua ujung bibir terangkat tak kuasa melengkungkan senyum kemenangan.

"Gu-gue mau jadi pacar abang."

"Tapi boong."

"Eh?"

Vanya tertegun. Matanya menyorot meminta penjelasan. Mamang ketoprak ngakak. Dalam hati, Vanya hanya ingin bilang. Mamang bgsd.

"This is prank," ujar Brian minta digampar.

Malu! Asli malu! Vanya berharap menghilang saja sekarang. "Oh."

"Reaksi lu kok gemesin banget, sih?" tawa lelaki itu masih belum mereda.

Si gadis membuang muka, kesal. "Gak lucu. Gue beneran suka sama abang."

Brian tidak terkejut mendengarnya. Ia sudah tau sejak awal.

"Terus maunya gimana?" Lelaki itu mengikis jarak, mulai mendekatkan wajah pada Vanya.

Senang rasanya menjahili gadis satu ini.

Vanya semakin salah tingkah tak berani menatap balik Brian. Ia menunduk, masih memainkan ujung pakaiannya.

"Gue mau kita pacaran."

Sudah terlanjur ye kan. Trobos aja lah amnjic!

Si lelaki menarik kembali tubuhnya, menopang dagu seolah tengah berpikir. "Gua masih bimbang, sih."

Jujur saja, jantung Vanya berdetak tak karuan, sepertinya tengah akrobatik bersama usus dua belas jari.

"Pi-pikirkankan anget-anget dulu baru putuskan."

"Direbus ye kan biar anget."

Tidak berakhlak, Vanya bukan main deg-degan memikirkan bagaimana nasib mereka kedepannya, si Brian malah bercanda.

"Tambah micin, garam, sama lada dikit. Jadilah sop-sopan darurat."

"Gak ada orang yang nge-sop pikiran."

"Tambahkan sayur."

"Jadilah sup pikiran ektra sayur."

"Menu baru kita di restoran lambat saji dengan pengunjung sepi."

Suasana kembali mencair, atmosfer tidak seberat tadi. Brian memandangi Vanya begitu dalam dan melengkungkan senyuman.

"Mulai sekarang, kita pacaran."

•••

"Fiza, Fiza, mana yang duluan lahir? Ayam atau telur?" Kiki gabut menanyai Fiza dengan pertanyaan retoris.

Seperti biasa, ia menghadang si lelaki untuk meminta tebengan. Padahal sudah separuh jalan pulang bersama Yoga, karena ditelepon terpaksa putar balik.

Untung Fiza penyabar, kalau enggak udah hilang aura kehidupan Kiki dari dunia.

"Duluan ayam."

"Ayam kan dari telur."

"Kalau lahir ayam, yakali telur."

"Tapi kan ayam dari telur," ulang Kiki tak terima.

"Logikanya gini, mana bisa telur lahir. Terkecuali kalau pertanyaannya 'siapa yang duluan ada di dunia' baru gue jawab telur."

Kiki cemberut karena kalah argumen, "Iya iya, ayam lahir duluan!"

Fiza hanya tertawa tanpa tau dalam hati Kiki terus berdoa 'Semoga besok Fiza ketimpuk buku tebel, amin.'

"Coba liat!" Si gadis menyodorkan ponselnya ke wajah Fiza tanpa memikirkan resiko mereka tengah berkendara.

"Cewek selalu betul

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Cewek selalu betul."

Fiza hanya melirik sekilas kemudian kembali fokus ke jalanan. "Iya, sih."

"Nah, jadi lo cewek dong, kan lo betul."

"Terserah. Besok gue ganti nama."

"Ganti jadi apa? Fizi? Yakali."

"Rafiza Betul Dinata."

Siscon SomplakWhere stories live. Discover now