44

2.8K 251 64
                                    

"Kami pergi dulu, assalamu'alaikum," pamit Brian. Ia menutup pintu dan mengeluarkan motornya.

"Jangan lupa bawa oleh-oleh."

Lisa muncul di balik pintu sambil terengah-engah, padahal tadinya lagi nyuci. Niat banget lari sampe keluar.

"Mau apa?"

"Cucu."

Lisa menaik turunkan alisnya. Kedua pasangan itu salah tingkah, wajah mereka merah padam.

"Dahlah." Brian cepat-cepat mengendarai motornya menjauh dari rumah.

Vanya masih menetralkan jantung yang berdegup kencang. Pertama kali ia dan Brian pergi jalan-jalan, berduaan.

"Kita mau kemana?" tanya si gadis membuka topik.

Brian memasang wajah seolah berpikir. "Cari makan dulu, laper."

"Pastinya bukan dipinggir jalan," potong lelaki itu sebelum Vanya memberi usul unfaedah.

"Jangan restoran, mahal."

"Oke, kita ke restoran."

Mentang-mentang punya duit, traktir orang sembarangan.

"Setelah dipikir-pikir, mending ke cafe."

"Miskin ya miskin aja, jangan sok kaya."

•••

Usai makan, mereka pergi ke taman. Banyak juga pasangan-pasangan di sini yang membuat kaum jones terbakar.

Brian meminta Vanya menunggu selagi lelaki itu pergi entah kemana. Bosan pasti, si gadis jadi kepikiran tentang anak durhaka yang membuang orang tuanya dengan modus 'Tunggu di sini sebentar.'

Astagfirullah, jangan suudzon.

Duduk sendirian membuat aura jomblo lebih kerasa. Apalagi banyak pasangan bisik-bisik sambil melirik Vanya. Makin terlihat seperti jones saja.

Tak jauh, terdapat sepasang kekasih, bisa dibilang cukup mengundang perhatian. Si cewek cerewet dan cowoknya yang penyabar.

Ia memperhatikan kedua insan itu layaknya menonton drama tengah hari.

"Gak kangen aku, Za?" rengek sang gadis.

Lelaki itu menghela napas berkali-kali agar tidak mengumpat. "Kangen, Ki. Baru juga sehari kemarin gak ketemu."

"Bentar mau pingsan dulu."

"Pake laporan segala," cibir si lelaki.

"Kalo gak izin nanti nyariin, kan ribet."

"Yaudah sana pingsan."

"Gak mau. Takut gak bangun lagi."

Kasihan, bisa-bisanya cowo itu dapat pacar menjengkelkan. Vanya mengusap air mata prihatin.

Bosan menunggu Brian yang tak kunjung pulang seperti Bang Toyib, si gadis tergiur rujak pinggir jalan.

Ia menghampiri si mamang penjual dan menunggu pesanannya. Mungkin efek kelamaan nunggu, Vanya malah melamun.

"Hayo, lagi ngapain?"

Gadis itu menjerit mendengar bisikan tepat di telinga. Segera ia berbalik dan mendapati Brian yang mengulurkan sebungket bunga.

Vanya tidak percaya pacarnya akan semanis ini. "Buat aku?"

"Buat mamang rujak."

"Abang gay?"

"Yakali, njink. Buat lu lah."

Si gadis menerima bunga itu sambil tersenyum malu-malu. Sampai makan rujak pun sambil senyum-senyum. Di jalan pulang juga gitu.

Berhenti di lampu merah, Vanya masih juga senyum memandangi bunganya. Seketika Brian menyesal telah memberikan benda itu.

Senyum tros sampe kering ntuh gigi.

"Coba nyasar yok." Brian langsung berbelok ke kiri ketika lampu berubah hijau.

"Abang pernah lewat sini?"

"Belom."

Keduanya masih menyusuri jalan beraspal itu. Masuk ke jalan berkelok-lelok dan bercabang.

"Ini jalan pulang, kan?" Brian menunjuk jalan di sebelah kiri.

"Iya, kenapa?"

"Jangan diingat."

Vanya hanya mengangguk mengiyakan. Mereka terus melaju hingga tak sadar telah sampai ke kebun sawit orang.

Hmmm... tempat yang bagus untuk mantap-mantap.

"Bang, ayok pulang," rengek si gadis, firasatnya memburuk.

Brian mengeluarkan ponsel dan mengangkat tinggi-tinggi. "Kita foto dulu."

"Mati aja lo, bang."

"Jahat kali babi satu ini."

Keduanya berfoto, Vanya memasang wajah jutek dan tidak ingin melirik kamera.

"Gak keliatan sawitnya, gak asik."

Brian menarik sang pacar turun dari motor, dan menaruh ponsel di sana.

"Foto sekali gak cukup?"

"Jarang-jarang loh kita nyasar gini."

"Dahlah."

Foto sudah di dapatkan, saatnya pamer.

Mine💛

De •

Abang nyasar  •

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Abang nyasar  •

• Goblok


Brian berdecak tak puas melihat reaksi sang adik. Puji kek, atau iri gitu.

Krek ... krek ...

"Pulang, skuy." Kali ini Brian baru merasakan hal buruk sedang mengintai mereka.

Di motor, keduanya diam, bulu kuduk merinding seakan ada yang mengejar. Vanya berulang kali menoleh tetapi tak ada orang.

Tak sengaja motor Brian tergelincir karena menabrak batu, ia mencoba menyeimbangkan dan ketika menoleh, lelaki itu melihat sesuatu. Sontak ia berteriak kencang.

Mendengar Brian teriak, Vanya ikutan teriak sambil memeluk perut sang pacar erat.

Keluar dari kebun sawit, keduanya lemas. Napas mereka tak karuan.

"Abang liat apaan tadi?" tanya si gadis masih menetralkan detak jantung.

"Ngeliat tytyd orang kencing."

"Anjing!"

Brian ngakak, reaksi Vanya benar-benar menggemaskan.

"Emang lu kira apaan?"

"Gue pikir abang juga liat orang bawa parang berdarah berdiri di balik pohon sawit tadi."

Deg.

"Lu serius?"

Vanya mengangguk. Wajah Brian pucat seketika. Keduanya pulang sambil berteriak di sepanjang jalan.

Siscon SomplakNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ