18

6K 532 65
                                    

Part ini melow lagi~

•••

Sudah lewat jam 10 malam, keadaan rumah Yoga begitu sepi. Lampu di dalam saja tidak dinyalakan.

"Pulang aja, janji deh besok siang gue balik."

"Lu pikir emak gua bakal ngelepasin lu begitu aja? Kesempatan bagus itu sekarang."

"Pasti entar emak gue marah terus beneran ngusir gue."

"Jangan pesimis duluan lah, gue yakin emak lu juga khawatir lu seminggu gak pulang."

Yoga diam mendengar ucapan Fiza. Ia mulai menimbang-nimbang.

Lelaki itu tau betul watak sang ibu, satu hari tidak pulang saja ia sudah dipecut menggunakan ikat pinggang.

"Emm... kalian pulang aja, gue... malu kalo dimarahin di depan temen."

Yoga memaksakan senyumnya. Fiza mengangguk paham dan menepuk-nepuk bahu lelaki itu memberikan semangat.

"Jangan nangis." Brian menatap si lelaki teduh. "Entar make-up lu luntur hyahaha..."

Plak.

Fiza memukul kepala Brian sekuat tenaga. "Becanda lu gak lucu, Yan."

"Yamaap. Habisnya Yoga mau nangis, entar gua nangis juga," cicit lelaki itu.

"Di dunia ini yang lu punya cuma emak lu, Ga. Jangan sampai hubungan kalian rusak karna hal sepele."

Yoga masih diam. Ia mencoba menjadi lebih dewasa sekarang.

"Gue sama Ian balik, pokoknya malem ini lu harus baikan sama emak lu."

Lelaki itu mengangguk. Ia sudah bertekat untuk kembali ke rumah malam ini.

Ia membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Kenapa ibunya begitu ceroboh tidak mengunci pintu di jam segini?

Yoga mulai melangkahkan kaki memasuki rumah. "Assalamu'alaikum."

"Yoga?" Terdengar suara dari dalam sana.

Sosok sang ibu muncul. Yoga tersenyum kaku menyiapkan mental dan menebalkan telinga sekiranya akan dimarahi nanti.

"Kemana aja kamu?"

"Nginep di rumah Ian."

Yoga kaku. Dari nada bicara yang ketus sudah dapat ditebak, kalau tidak dipecut ya dipukul pake sapu.

Ibunya datang menghampiri, seketika jantung lelaki itu berdetak dua kali lebih cepat.

"Maafin mama udah kelewatan."

Yoga terkejut mendengar suara parau sang ibu. Baru ia sadari mata ibunya sembab akibat terlalu lama menangis.

"Jangan kabur dari rumah. Mama gak mau ditinggal lagi."

Air mata lolos melewati pipinya. Lelaki itu menangis. "Maafin Yoga juga yang sering minjem barang mama tanpa izin."

"Kalo itu jelas gak bisa dimaafin. Eyeliner mama masih ilang, kamu harusnya lebih bertanggungjawab."

"Iya, Ma. Maaf."

Dan pada akhirnya tetap dimarahin juga~

•••

"Lu ngapa nangis, Yan?" heran Fiza melihat temannya itu sudah banjir air mata.

"Terharu, padahal gua harap ada adegan baku hantam eh malah drama, asw."

Fiza tepok jidat.

Ya, di sini kedua lelaki itu sedang jaga-jaga mana tau terjadi perang keluarga di dalam sana. Kata lainnya sih, ngintip.

Ternyata yang terjadi malah adegan air mata.

Fiza berdesah kecewa. "Percuma kita ngintip."

•••

"Yoga udah pulang, ya?" tanya Lisa kebingungan mencari sosok Yoga.

Hilang sudah satu babu pribadinya.

"Udah."

"Jangan bilang karna suara mama?"

"Pede," timbrung Andi.

Kini Brian menatap Fiza yang masih asik menyantap lauknya. "Lu kapan pulang?"

"Kapan diusir."

"Fiza gausah pulang, bantuin tante aja di sini, ya."

"Siyaaap." Fiza mengacungkan jempolnya.

"Oh, ya, temen cewek yang waktu itu ke sini siapa namanya, Yan?"

Brian memandang datar mencoba mengingat-ingat. "Lupa."

"Vanya woey."

"Nah, iya, Vanya."

"Besok aja dia bukber di sini. Datengnya siang biar bisa masak bareng."

"Bilang aja pingin rekrut babu baru," timbrung Andi lagi. Kalo ngomong suka bener.

"Lu ada nomer Vanya?"

"Yoga ada."

"Mintain."

"Sekarang?"

"Nanti lah bodo, makan dulu."

"Yakali."

Sementara itu, siang pun tiba dan sesuai permintaan Vanya datang tak lupa pula membawa banyak makanan.

Ada yang berbeda dari gadis itu. Hmm...

Tidak biasa, Vanya kali ini memakai kerudung dengan rok panjang. Persis ukhti-ukhti.

Fiza yang melihat itu tak tahan untuk julid lewat nyanyian. "Pok ame ame belalang sapi kerbo, siang jadi ukhti kalo malam open bo."

Siscon SomplakDove le storie prendono vita. Scoprilo ora