Part 21

1.6K 101 12
                                    

Jangan silent reader ya Sayang Karena aku kan udah usaha tiap hari up dengan kesibukan tugas yang sangat amat menumpuk, jadi kasih author nya semangat dong dengan cara vote dan coment cerita author yang udah kalian baca, jangan jadi pembaca gaib ya.



Subuh hanya sebuah angan yang pergi berkelana sambil mereka-reka suasana pedesaan ketika matahari tersenyum dan hari baru terbit, suasana menjelang pagi, ketika satu persatu masjid dan musholla mengumandangkan adzan. Seorang wanita yang masih bergelung dibawah selimut, terlalu pulas tertidur hingga tidak mendengar suara muazin. 

Tok tok tok

"Zahra sayang, kamu belum bangun? " Panggil Vinka, istri dari seorang Faiz Gunawan yang merupakan Paman dari Zahra. 

Vinka mencoba membuka pintu, dan ternyata pintu tak dikunci. Dengan gesit nya, Vinka memasuki kamar ponakannya yang sudah ia anggap sebagai putri kandungnya sendiri. 

Vinka tersenyum melihat Zahra yang masih bergelung hangat dengan selimut tebal yang ia pakai. 

"Zahra" Ucap Vinka yang mencoba membangunkan Zahra dengan cara mengelus rambut panjang putri nya, hal ini juga yang ia lakukan ketika membangunkan putri kandungnya. 

Zahra yang mulai terusik tidurnya mencoba membuka mata. Mata Zahra terbuka sempurna dan mencoba menyesuaikan cahaya kamarnya. 

"Assalamu'alaikum anak bunda"

"Waalaikumsalam bi" Jawab Zahra yang diiringi dengan senyuman. Matanya berkaca-kaca, sejak dulu ia ingin seperti ini. Dimanja dan disayang ibunya. Namun dengan kedatangan bibi dan paman membuat Zahra merasakan kasih sayang seorang ibu yang tulus. 

"Anak bunda kenapa nangis? Apa ada perkataan bunda yang salah? " Tanya Vinka yang panik melihat Zahra sudah meneteskan air mata. 

"Bi, Zahra kangen ibu" Ucap Zahra yang sudah menangis. Vinka menarik Zahra dalam pelukannya, ia sangat paham dengan perasaan Zahra. Sejak kecil sudah ditinggal oleh ibunya, sampai saat ini ia tak merasakan kasih sayang seorang ibu. 

"Udah ya jangan nangis lagi, anggap bunda sebagai ibu kamu. Bunda juga bunda Zahra"  Jelas Vinka kemudian menghapus air mata yang mengalir di pipi Zahra. 

"Sekarang kamu mandi dan ambil wudhu ya. Kita shalat berjamaah dengan ayah " Titah Vinka yang langsung dilaksanakan oleh Zahra. Saat Zahra di dalam kamar mandi, Vinka membereskan tempat tidur putrinya. 

==================

Setelah menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim, kini Zahra dan Vinka sedang mempersiapkan masakan untuk sarapan mereka. Zahra yang memang sudah terbiasa di dapur, terlihat lincah dalam urusan memasak sedangkan Vinka yang melihat Zahra begitu cekatan dalam masalah dapur tersenyum bangga.

Setelah dua puluh menit selesai memasak Zahra menata hasil masakan nya bersama Vinka di atas meja makan. Faiz yang sudah menunggu di meja makan pun tersenyum melihat istri dan keponakannya begitu dekat walau sudah berpisah sekian tahun lamanya. 

kini mereka sedang sarapan bersama diiringi dengan canda dan tawa. Kedatangan paman dan bibinya membuat Zahra melupakan rasa sakit dan kecewa pada suaminya, walau hanya sementara. 

"Zahra" Panggil Faiz setelah mereka menyelesaikan sarapan pagi dengan suasana yang hangat. 

"Iya paman"

"Paman ingin mengajak kamu ke Jakarta, karena paman tidak bisa meninggalkan perusahaan terlalu lama. Paman juga ga bisa ninggalin kamu disini sendiri" Jelas Faiz yang membuat terkejut Zahra

"Tapi paman… 

" Kenapa sayang? Kamu disana bisa bertemu dengan kakak kamu dan juga kamu bisa kuliah kok disana " Bujuk Vinka pada Zahra

"Maafin Zahra paman, bibi. Sebenarnya Zahra sudah menikah tiga bulan yang lalu tepatnya sehari sebelum ayah meninggal" Jelas Zahra sambil menundukkan kepala. Vinka yang melihat kesedihan di raut wajah Zahra seketika melirik ke arah suaminya. 

"Lalu, dimana suami kamu nak? "

Zahra menceritakan semuanya, cerita yang hanya membuat diri sakit dan kecewa. 

Kekecewaan yang amat mendalam, ketika ia sudah menyerahkan hati kepada sang suami, namun dengan mudahnya Agama menikahi wanita lain. Agam seseorang yang sudah berjanji kepada ayahnya untuk membahagiakan dirinya namun kebahagian itu seolah hal yang tabu setelah ia kehilangan anaknya. 

Zahra menceritakan itu semua dengan hati yang tegar tapi saat menceritakan tentang anaknya isak tangis Zahra tak dapat dibendung, hal yang sangat berat untuk ia lupakan, Anaknya telah pergi. 

"Zahra yang tidak becus menjaga anak bi" Ucap Zahra dengan berurai air mata. 

Vinka menangis dalam diam, ia tak sanggup mendengar cerita yang menyakitkan dari Ponakannya. Faiz yang sedari tadi hanya mampu diam mendengarkan cerita Zahra tak terasa air matanya menetes, yang ada di benaknya hanyalah perasaan bersalah dan menyalahkan dirinya. 

"ssst…. Sudah nak sudah, jangan dilanjutkan, paman gak kuat mendengar nya" Faiz memeluk Zahra dengan sangat erat. 

Zahra tak bisa menghentikan tangisannya, Vinka yang melihat pun hanya mampu menangis dalam diam, ia tak menyangka jika hidup keponakan nya selama ini sangat menderita membuat dadanya nyeri dan sesak secara bersamaan. 

"Maafkan paman Zahra, paman telat datang untuk menolong kamu. Seandainya… 

Zahra mengurai pelukannya kemudian memotong perkataan Faiz. 

" Enggak paman, paman gak salah. Ini udah takdir Zahra yang harus Zahra jalani dengan ikhlas " 

Faiz menangkup wajah Zahra sangat menghapus air mata yang sudah mengenang di pipi tirus Zahra kemudian berkata 

"kamu harus kuat, bibi dan paman selalu ada untuk kamu. Paman selalu ada untuk kamu. Kamu jangan pernah merasa sendiri di sini ya"

Zahra tersentuh, ia menghambur ke pelukan Faiz, Faiz memeluk Zahra dengan erat. 

"Lupakan yang sudah membuat kamu sakit nak, kamu pantas bahagia. Kamu jangan terpuruk. Apa pun yang terjadi kamu harus cerita dengan paman, paman akan selalu ada untuk kamu. Dan satu lagi, panggil paman dan bibi dengan sebutan ayah dan bunda seperti kakakmu" 

Zahra mengangguk pelan kemudian memeluk Faiz lagi, Vinka yang melihat itu ikut memeluk Zahra dan Faiz. Yang Zahra butuhkan sekarang hanyalah dukungan dari seorang yang menyayanginya. 

=================

Di Lain tempat seseorang duduk di kursi kebesarannya, menyandarkan tubuhnya seolah dirinya sekarang tidak memiliki semangat hidup. Matanya menatap foto pernikahannya dirinya dan juga Zahra yang ada di meja kerjanya. 

"Akkhhh" Jerit Agam yang frustasi dengan kepergian Zahra. 

"Lo kenapa sih? " Tanya putra yang bingung saat memasuki ruangan, Agam terlihat kacau dan frustasi. 

"Zahra udah seminggu nggak pulang kerumah? "

"Lah terus kok lo frustasi gitu? " Tanya putra yang langsung mendapat lemparan pulpen oleh Agam. 

"Ya gua khawatir la, masa istri gua udah seminggu gak ada kabar dan gua anteng-anteng aja"

"Lah kemarin, lo ninggalin Zahra sebulan sampe lo gak tau, kalau Zahra keguguran. Dan lo anteng-anteng aja bulan madu dengan istri muda"

"Hmmmm apa mungkin Zahra mencari kebahagiaan baru gam? " 

"Maksud lo apa? " Tanya Agam dengan tatapan mata yang sudah tidak bersahabat

"Ya seperti cari suami yang bisa membuat Zahra bahagia gitu. Seperti Danish"

"Lo gak usah rese deh! Mending lo keluar sekarang, sebelum gaji lo gua potong"

"Anceman aja lu bisanya"

Setelah Putra keluar dari ruangan, Agam mendesah frustasi. Ia menatap sendu foto pernikahannya. Ia menyusut air matanya menatap cincin pernikahan yang ada di jari tangan kanannya, Ada dua cincin disana dan membuat Agam tersenyum kecut. 

sebening Cinta azzahraDonde viven las historias. Descúbrelo ahora