Chapter 24🌸

578 85 130
                                    

Persahabatan dan penghianatan bukankah itu suatu hal yang selalu berkaitan?
.
.
.
.

Setelah melewati 7 hari yang melelahkan karna setiap siswa harus menghadapi 50 soal setiap mata pelajarannya. Ya, ulangan kenaikan kelas. Yang tentunya banyak siswa yang mengeluh karna itu, kenapa harus ada ulangan? Kalau akhirnya penentu kesuksesan itu bukan hanya nilai.

Dan setelah ulangan, untuk mengisi kekosongan sebelum pembagian raport, seperti tahun-tahun sebelumnya SMA Angkasa mengadakan turnamen basket. Lalu malamnya setelah final nanti akan ada festival. Dimana para siswa bisa menampilkan bakatnya dan tentunya diramaikan oleh bazar siswa perkelasnya.

Hari ini adalah final turnamen basket, dan Alya sudah duduk dikursi tribun lapangan indoor untuk ikut menyemangati Devan sang kapten basket yang sekarang adalah kekasihnya itu. Devan sangat serius berlatih untuk mengikuti turnamen ini. Dan berkat kerja keras Devan beserta timnya, akhirnya tim basket SMA Angkasa bisa masuk ke babak final. Melawan tim SMA Garuda yang notabene nya selalu menjadi juara disetiap tahunnya.

Sebelum pertandingan dimulai, Devan sempat melirik ke arah Alya dan mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum, dan itu sontak membuat penonton yang duduk di tribun sekitar Alya bersorak heboh. Siapa lagi kalau bukan fansnya Devan.

"ANJIIIR DEVAN NGEDIPIN GUEE!!

"Bukan ke lu babii, orang liatnya ke gw!"

"Asliiii!!! Devan ganteng banget"

"Bebeeeeeb semangat!!"

Sedangkan Alya yang mendengar teriakan fans Devan itu hanya menggelengkan kepalanya sambil tertawa. "Devan banyak fans juga ternyata wkwk" ucapnya dalam hati.

Kemudian pertandingan dimulai. Setiap tim langsung melancarkan strateginya masing-masing. Devan sangat lihai merebut bola dari lawannya, dan mulai mendribble bola sambil berlari dengan lincah. Sesekali ia oper ke teman se timnya, lalu setelah Devan berjaga di daerah lawan, ia berintrupsi agar bola di oper ke arahnya. Lalu dengan sekali lemparan, bola masuk dengan sempurna ke dalam ring. Membuat seisi lapangan itu berteriak heboh termasuk Alya.

"ANJIIIIR MASUUUK!!!" Ucap Alya sambil berjingkrak-jingkrak. Devan hanya terkekeh ketika melihat Alya menjadi salah satu suporter yang paling heboh.

"DEVANO! DEVANO!! DEVANO!" Teriakan penonton dengan semangat.

Point demi point terus bertambah, membuat SMA Angkasa, untuk pertama kalinya menjuarai turnamen basket ini selama 4 tahun terakhir.
Setelah bersalaman antar lawan, Devan berjalan ke arah Alya dengan membawa botol mineral ditangan kanannya.

"Selamaaat yaaa!!" ucap Alya dengan nada yang ceria, disambut dengan senyuman oleh Devan.

"Makasi ya udah ikut nyemangatin, aku ga nyangka loh kamu sampe loncat-loncat kaya tadi" ucapnya disela-sela kekehannya. Alya langsung tersipu dan hanya mengerucutkan bibir sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Aku ganti baju dulu ya" ujar Devan yang langsung meninggalkan tribun setelah Alya mengangguk sebagai jawaban. Tapi tiba-tiba baru tiga langkah Devan melangkahkan kakinya, ia berbalik badan kembali berjalan ke arah Alya. Dan tanpa aba-aba Devan mencium pipi Alya sekilas dan langsung berlari ke arah toilet sambil terkekeh. Meninggalkan Alya yang masih duduk terpatung dengan keadaan jantung yang hampir copot saking terkejutnya. Desiran aneh mulai menjalar ke seluruh tubuhnya, membuat wajah gadis itu memerah karna perasaan senang dan malu secara bersamaan.

Tapi ternyata ada sepasang mata yang sedari tadi memperhatikannya. Terasa sangat sesak, ketika harus melihat kedekatan Alya dengan pria lain dengan mata kepalanya sendiri.

🌸🌼🌸🌼🌸

Masih berputar-putar dipikirannya tentang topeng yang Alya lihat di kamar Diva tempo hari. Dan semakin terngiang ketika Rani mengatakan kalau dia juga melihatnya. dan menurut rani, memang topeng itu sama persis dengan topeng yang dipakai oleh gadis yang meneror Alya. Dan itu semakin membuat Alya curiga.

"Divaa!!" Panggil Alya ketika melihat Diva yang lewat dihadapannya.

"Iya Al, ada apa?" Tanya Diva.

"Gue mau nanya, tapi bukan disini tempatnya"

Ditaman sekolah.

"Lo tau siapa yang neror gue waktu itu?" Ucap Alya tanpa berbasa basi.

"Mmm gatau, tapi kenapa Lo tiba-tiba nanya gitu?" Jawab Diva dengan mengernyitkan keningnya bingung.

"Maaf Div, tapi gue curiga Lo yang udah ngelakuin itu semua"

Diva hanya diam terpatung setelah mendengar perkataan Alya. Dan secara secara terbata-bata ia mengatakan "kk..ko Lo bisa-bisanya nuduh gue?"

Alya yang melihat gelagat Diva berbicara dengan terbata-bata semakin curiga. Lalu ia keluarkan ponsel yang ada dikantong bajunya. Kemudian jarinya sibuk mencari nomor yang mengirim pesan berisi teror waktu itu. Setelah itu, ia telpon nomor itu.

Diva hanya memperhatikan gerak-gerik Alya. Dan tak lama kemudian, entah itu kebetulan atau tidak, ponselnya berdering. Diva terpelonjak kaget, lalu bola matanya membulat sempurna ketika melihat nama yang ada di layar ponselnya.

"Kenapa ga diangkat?" Tanya Alya dengan menaikkan satu alisnya.

"I..itu bukan s.. siapa-siapa ko" ucapnya yang semakin panik ketika Alya merebut ponselnya dari tangannya.

Alya is calling

Alya tersenyum kecut ketika melihat layar ponsel Diva. Ternyata memang benar Diva lah orang yang telah menerornya. Sungguh Alya percaya tidak percaya melihat ini semua dengan mata kepalanya sendiri. Diva yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya, ternyata tega melakukan ini semua.

Alya berjalan ke arah Diva tanpa mengalihkan tatapannya pada gadis yang masih tertunduk mematung. Dan tepat ketika disampingnya, Alya berhenti dan mengatakan "Brengsek" ucapnya dengan penuh penekanan sambil mengembalikan ponsel itu ke tangan Diva. Kemudian ia kembali berjalan hendak meninggalkan tempat itu.

Namun setelah itu, Alya kembali menghentikan langkahnya ketika mendengar suara.

"Lo mau tau kenapa gue lakuin itu semua?"

Alya diam sejenak, lalu berbalik badan. Menatap gadis berambut hitam yang sedang tersenyum licik padanya.

"Lo inget kejadian 9 tahun yang lalu?" Tanya Diva sambil berjalan mendekat ke arah Alya. Dan Alya masih diam berusaha mencerna apa Diva katakan.

"Hari dimana gue kehilangan kedua orang tua gue" lanjutnya sambil menatap Alya dengan penuh kebencian. Lalu ia semakin mendekat ke arah Alya.

"Semoga Lo ga lupa" ucapnya berbisik dengan nada dingin disertai tatapan yang sinis. Kemudian Diva berlalu meninggalkan Alya yang masih menatap pohon yang ada di taman itu dengan mata kosong. Lidahnya terasa kelu tak mampu berucap. Dan setelah itu Alya duduk terjatuh karna kakinya terasa lemas tak mampu menahan keseimbangan tubuhnya. Matanya mulai berkaca-kaca, mengingat kejadian 9 tahun silam yang membuat perasaan bersalah itu kembali muncul.

"Jadi Diva anak Alm om Herman?" Batinnya.

.
.
.
.

Btw aku mau cerita dikit. Sebenernya story ini berawal dari ketidaksengajaan yang tiba-tiba ke publish gitu aja wkwk tapi disini aku berusaha buat lanjutin sampai end dengan keterbatasan pengetahuanku tentang penulisan jadi tolong maklum ya kalo ada kata yang kurang tepat ataupun typo wkwk
Tapi disini aku selalu berusaha jadi lebih baik serius!

Oke gitu aja wkwk Semoga suka!!
Salam manis semanis username aku.


13 Juli 2020

SOULMATE [Completed]Where stories live. Discover now