Bab 12| Trouble Double Date

215 32 0
                                    

Ternyata setelah Tita dan Bowo resmi jadian tak lama Anty menyusul jadian juga. Bukan dengan anak Sastra Indonesia juga atau dengan anak Sastra Inggris melainkan dengan sepupu Bowo yang dikenalkan dengan Anty tak lama setelah Tita dan Bowo resmi berpacaran. Maulana, sepupu Bowo yang akhirnya jadi pacar Anty yang akrab disapa Maul itu, kudengar bekerja di PT. KAI entah sebagai apa. Sepertinya sih bagian staf kantor tapi aku tak tahu persisnya. Setahuku Maul itu seumuran dengan Anty hanya saja dia tak melanjutkan pendidikannya ke jenjang kuliah karena terbentur biaya sehingga dia bertekad membiayai kuliahnya sendiri kelak. Beruntung Maul diterima bekerja di perusahaan yang bagus, milik negara pula.

Praktis setelah mereka berdua punya pacar aku jadi sering sendirian di kosan. Mereka yang tadinya beli makan denganku akhirnya lebih memilih makan di luar bersama dengan pacar masing-masing. Jadwal kencan mereka tidak selalu sama sih tapi seringnya memang bersamaan. Bowo dan Maul akan datang bersama dengan menggunakan motor yang berbeda kemudian mereka akan mengajak Tita dan Anty untuk kencan diluar.

Dari luar, keadaanku yang tetap jomblo di antara teman-teman yang sudah taken terlihat menyedihkan. Bu Ndari, ibu kosku, juga sepertinya mengasihani aku. Seolah menjadi satu-satunya orang yang belum punya pacar dalam sebuah lingkar pertemanan adalah hal paling tragis yang pernah dialami oleh seorang Samira Daneswari. Oh, andaikan ibu kosku tahu bahwa aku pernah dapat nilai 0.7 saat ulangan Matematika waktu SMA. Itu adalah hal paling tragis yang pernah kualami.

"Kalo mau nonton TV ke ruang tengah aja, Mir," ajak ibu kosku itu.

"Iya, Bu." Jawabku sopan. Padahal aku sama sekali tidak tertarik menonton TV bersama ibu kos dan dua saudaranya. Pasalnya tontonan favorit mereka adalah sinetron yang mana itu adalah tontotan yang kubenci. Tontonan sejuta umat ibu-ibu di Indonesia itu tak pernah absen menghiasi layar TV di rumah indekosku. Apalagi jarak antara ruang tengah dan kamarku cukup dekat sehingga aku bisa mendengar jelas suara TV dari kamarku. 

"Sudah makan?" Tanya ibu kosku lagi.

"Sudah, Bu. Tadi saya sudah beli makan di warung." Jawabku.

"Oh, kirain belum makan. Kalo belum makan bisa makan di sini sih ga papa kok. Saya masak tumis kangkung sama tempe goreng. Kalo mau makan seadanya boleh kok numpang makan di sini." Ibu kos berbasa-basi.

"Nggak usah, Bu, makasih." Tolakku halus. Bukan aku anti makanan sederhana begitu, toh nasi rames yang kumakan tiap hari juga isinya begitu begitu saja kok, tapi aku paling tidak suka merepotkan orang lain dengan numpang makan pada orang lain di saat aku masih bisa beli makan.

"Tita sama Anty itu kok ga kasihan ya liat kamu sendirian terus di kosan," kata ibu kos dengan nada yang terdengar menyudutkan Tita dan Anty.

Aku tak menjawab karena bingung harus menanggapinya bagaimana. Aku cuma bisa senyum.

"Mereka asyik pacaran sementara temen ditinggal sendirian." Ibu kos makin gencar menyudutkan kedua temanku.

"Anak jaman sekarang itu kalo pacaran bahaya. Ga kenal waktu ga kenal tempat. Jangan-jangan kalo pacaran malem-malem gini mampirnya ke GOR." Ibu kos semakin sengit melancarkan tuduhan.

Sebagai informasi, GOR yang dimaksud ibu kosku adalah GOR Satria. Kalau pagi dan siang terutama saat hari Minggu memang dikenal sebagai gelanggang olahraga. Di hari Minggu pagi malah banyak sekali pedagang makanan menggelar lapak di sana karena biasanya GOR digunakan sebagai lokasi CFD. Banyak orang berdatangan kesana untuk berolahraga. Tapi siapa sangka jika saat malam hari GOR justru ramai oleh pasangan muda-mudi memadu kasih bahkan katanya ada yang nekat melakukan hubungan seksual di dalamnya. Tak jarang di jalan sepanjang GOR yang cukup gelap itu juga banyak pasangan kekasih yang "mojok".

Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)Where stories live. Discover now