Bab 58| KKN: Kisah Keterlaluan Nyakitinnya (2)

118 25 1
                                    

"Itu sih emang cowok lo aja yang perlu dikasih obat." Kata Anty saat aku main ke poskonya di Desa Kupu dengan diantar Bambang naik motor hasil meminjam milik Rio. Andaikan aku tidak buta arah aku pasti sudah ngelayap sendiri tak perlu bergantung pada Bambang.

"Obat?" Aku jadi bingung.

"Iya, cowok tukang selingkuh tuh pasti sakit, Mir. Makanya kudu dikasih obat. Lo tau obatnya apa ga?"

Aku menggeleng.

"Parasetampol." Anty terkikik geli dengan leluconnya sendiri. Aku mencebik.

"Serius deh lo kok sabar banget sih ngadepin sikapnya Radit yang bolak-balik berkhianat sama lo. Kalo gue nih dari pertama dia ketahuan begitu pasti udah gue putusin, Mir. Soalnya dia ga cuma berkhianat tapi juga playing victim. Itu yang malesin."

"Nah, bener kan?" Sahut Bambang yang duduk di sebelahku. "Kamu di sini yang ga normal."

Aku mencebik lagi.

"Eh, omong-omong, lo berdua beneran-" Anty memperagakan sesuatu dengan dua telunjuknya yang didempetkan sambil menunjukku dan Bambang.

"Apaan?" Tanyaku tak mengerti.

"Ck, pacaran." Anty akhirnya menjawab karena tak sabar.

Aku kaget. Bambang juga. "Lah, kalo aku pacaran sama Bambang mana mungkin aku ke sini cerita soal Radit, Ty. Mewek-mewek pula. Kalo kita berdua pacaran mana mungkin aku nyumpahin Radit macem-macem."

Anty ber-oh ria. Lalu katanya, "Soalnya tempo hari Radit kemari terus dia bilang katanya lo sama Bambang pacaran. Kalian sering mojok dan mesra-mesraan gitu katanya. Dia sering main ke posko lo ga sih?"

Aku dan Bambang sama-sama terperanjat. "Dia bilang gitu?" Kami bertanya bersamaan.

Anty mengangguk. "Temen-temen yang lain bahkan banyak yang udah tau kok. Dan emang banyak yang ngira itu beneran. Terutama yang anak-anak Biologi sih. Lo ga tau kalo lo sekarang femes di seantero Wanasari gara-gara hubungan lo sama Radit yang kontroversial? Makanya gue mau konfirmasi langsung daripada denger katanya katanya doang kan."

Astagfirullah. Emang bener fitnah itu kejam. Lebih kejam daripada pembunuhan. Soalnya aku juga jadi pengen bunuh. Bunuh omongan-omongan tajam orang yang bakal aku terima setelah fitnah ini tersebar. Ok, drama dikit ga papa kan?

"Dia bahkan ga pernah sekalipun main ke poskoku, Ty, dan dia udah ngomong hal yang ga dia liat langsung. Iya, aku dan kamuang emang kemana-mana berdua. Tapi ya ga sampe ke pantai berduaan juga kayak dia terus ketangkep basah foto-foto mesra. Ini sih kayak maling teriak maling." Protesku dengan marah.

Anty memegang tanganku. "Lo ga perlu khawatir gue ga percaya sama lo. Kita, sahabat-sahabat lo, lebih tau mana yang bener mana yang nggak. Gue bilang begitu cuma biar lo ga kaget kalo tiba-tiba banyak mahasiswa dari jurusan lain kenal sama lo atau banyak yang ngatain lo drama queen or something karena emang gosipnya udah nyebar bahkan sampe Kecamatan Tanjung. Silvi udah tau juga soalnya."

Aku terdiam. Tidak tahu harus bagaimana dan merespon apa. Informasi dari Anty ini membuatku kaget. Yang membuatku lebih kaget lagi ketika keesokan harinya Zico datang ke poskoku.

"Tumben, Co, kemari?" Tanyaku pada Zico.

"Main aja, Mir. Gimana di sini? Seru?" Tanyanya balik.

Aku mengangguk. "Ya awal-awal ngerasa ga nyaman sih, Co, tapi wajar kan masih adaptasi. Lama-lama biasa juga meski tetep beda karena ga ada temen-temen deket kayak Anty, Silvi, dan Tita."

"Kan ada Bambang."

Hatiku mencelos. "Maksud kamu?"

Zico tertawa. "Ga usah pura-pura ga tau deh, Mir. Kamu banyak diomongin sama temen-temen sastra gara-gara hubungan kamu sama Radit yang kontroversial. Radit bilang kamu jadian sama Bambang."

Astagfirullah. Aku menyebut lagi dalam hati.

"Siapa yang ngomong gitu?"

"Radit."

"Emang laknat ya itu manusia!" Rutukku. "Udah jelas-jelas ketahuan selingkuh sekarang dia playing victim sampe semua orang percaya. Dia ga inget udah berapa kali aku maafin semua kesalahannya?"

"Emang itu ga bener, Mir?" Zico yang kini kaget.

"Kamu pikir sekarang siapa yang punya track record jelek? Aku atau dia?"

"Ya, Radit sih!" Zico menggaruk kepalanya. "Aku juga tadinya mikir masa sih Samira bisa selingkuh? Kan kemaren-kemaren dia yang keganjenan."

"Nah, itu tau, Co. Jadi, please, jangan nuduh-nuduh aku sembarangan ya. Aku jadi ga enak juga sama Bambang. Bambang juga pasti jadi ga nyaman diseret-seret ke masalah internalku dan Radit. Padahal dia ga ada sangkut-pautnya sama masalah ini. Kalo masih ada yang ga percaya silakan aja cek setelah ini kita bakal ada hubungan deket ga."

"Sorry, Mir, aku kan cuma denger katanya doang." Zico jadi tak enak hati. Aku memaklumi. Orang memang mudah percaya dengan segala sesuatu yang sudah dibumbui. Tak apa. Biar waktu yang menjelaskan semuanya.

Hingga suatu hari aku akhirnya meminta putus dari Radit karena merasa lelah dengan semua rumor ini. Fara yang terkenal tidak suka menggosip saja bahkan mengirimiku SMS dan menanyakan kabar ini karena beritanya memang sudah sampai ke Kecamatan Tanjung. Luar biasa. Aku bisa terkenal seperti selebritis cuma gara-gara hubunganku dan Radit.

Tapj Radit tak mau putus dariku. Dia bahkan menjemputku ke posko untuk membicarakannya di poskonya.

"Emang kenapa mesti di posko kamu? Di sini kan juga bisa?" Tolakku.

"Biar lebih enak, Mir. Biar kamu ga dipengaruhi sama temen-temen kamu. Aku takut kalo kita ngobrol di sini temen-temen kamu justru yang ikut campur."

"Terus kalo kita ngobrol di posko kamu, kamu yakin temen-temen kamu ga bakal ikut campur juga?" Tanyaku sangsi.

"Ga bakal deh. Temen-temenku ga lemes mulutnya. Kita cuma perlu ngomong sama Dayu aja kok." Bujuknya.

Aku, yang memang mudah luluh ini, menurut begitu saja ketika Radit membawaku ke poskonya. Sampai-sampai Bambang mengirim SMS padaku.

Ibam: Kalo ada apa-apa kamu telpon aku aja. Inget. Putusin dia. Jangan luluh lagi. Sebenernya kamu harusnya bisa paksa dia buat ngomong di sini.

Di sana aku didudukkan bersama Dayu dan Rea.

"Rea ngapain di sini juga?" Tanyaku bingung.

"Buat penguat bukti alias saksi mata kali aja kamu ga percaya sama ceritaku." Dalih Radit.

"Kan tadi kamu udah bilang kalo aku ga mau temen-temen kamu ikut campur masalah kita. Katanya aku cuma perlu ketemu Dayu makanya aku tadi sanggupin ikut ke sini."

"Rea kan temen kamu juga, Mir. Dia kan temen sekelas kita di kampus."

"Iya, tapi di sini dia pasti lebih belain kamu daripada jadi pihak netral. Iya kan, Re?"

Rea tersenyum tenang. "Ga kok, Mir. Radit sama Dayu emang cuma temen biasa. Karena sekelompok aja makanya deket dan kemana-mana bareng. Aku berani jamin kok kan aku liat mereka di sini tiap hari."

Aku melirik ke arah Dayu yang diam seribu bahasa. Tak tampak adanya pembelaan atau sangkalan atau konfirmasi dan sejenisnya yang keluar dari mulutnya. Aku "diserang" oleh Radit dan Rea sehingga akhirnya aku mengiyakan keinginan Radit untuk balikan.

"Jadi kita masih baik-baik aja kan, Mir?" Tanya Radit sebelum aku diantar pulang.

Aku berekspresi datar. "Tapi aku berjanji ini terakhir kalinya. Kalo sampe kamu berbuat kesalahan lagi aku ga mau denger kata apapun keluar dari mulut kamu. Aku capek."

Radit tersenyum. "Tenang aja. Ga akan ada salah paham lagi kok abis ini." Janjinya.

Tapi janji tinggal janji~
Yah, persis kayak lirik lagu jadul itu janji Radit emang tinggal janji. Ga pernah ditepati. Harusnya aku tahu itu.

***

Catatan.

Gatau nih saya nulis bab ini berasa kayak kerjar setoran kudu kelar jadi maapkeun kalo rada aneh ya 🙇🙇

Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)Where stories live. Discover now