Bab 59| KKN: Mas Eko's Top Secret!

125 26 0
                                    

Memang. Yang namanya rahasia harusnya tetap jadi rahasia. Kalau kau punya rahasia, simpanlah itu di kepalamu selamanya agar dia tetap di sana terjaga sampai kau dijemput ke surga. Atau kalau kau ingin berbagi, berbagilah dengan Tuhan karena Dia satu-satunya zat yang takkan pernah mengingkari janji.

Demi Tuhan, aku pun menyesal setiap kali nengingat bahwa aku ikut terlibat secara tidak sengaja dalam konspirasi tiga manusia usil nan kepo bernama Widya, Bambang, dan Rio karena gara-gara itu aku jadi tahu rahasia terkelam seseorang.

Kejadian itu bermula di suatu siang. Mas Eko sedang ada rapat kormades dengan kormacam di kantor kecamatan dari pagi hingga sore sehingga hanya tersisa aku dan delapan orang lain. Sherly, Wulan, Puspa, dan Christy sedang rumpi di kamar cewek. Sepertinya Christy sedang memberikan tutorial make up karena di antara enam cewek cuma dia satu-satunya yang ga pernah absen make up. Ari sedang menonton film di laptop miliknya di dalam kamar cowok. Sementara aku, Bambang, Rio, dan Widya sedang goleran di ruang tengah sambil merasakan semilir angin yang menerobos masuk lewat jendela dan pintu samping yang dibiarkan terbuka. Kalau pagi sampai siang biasanya kami memang tidak ada kerjaan karena mengajar warga BA biasanya baru dimulai sore hari ketika para warga sudah selesai bekerja. Pekerjaan kami dari pagi sampai siang biasanya telepon pacar (khusus untuk Bambang), telepon ibu (khusus untuk Widya, yang lain anak durhaka semua soalnya), sarapan, belanja ATK kalau memang ada ATK yang akan dibeli, main ke posko teman, menunggu abang siomay dan buah, mencuci motor kalau yang bawa motor, menyelamatkan umat manusia dari kemiskinan, menghabiskan sisa hidup dengan menebar kebaikan, oh oke ini mulai ngawur. Ya, kira-kira begitulah. Kalau aku menulis detilnya pasti akan membosankan karena cuma gitu-gitu aja.

"Sst, sst." Itu suara Widya. Dia sudah dalam posisi duduk berjongkok di pojok kerja. Pojok kerja adalah semacam petak berisi meja dan lampu belajar yang biasanya digunakan untuk mengerjakan tugas. Pojok kerja itu khusus disediakan oleh Pak Mahmud, si empunya rumah, untuk kami (iya, sebaik itu memang Pak Mahmud). Kebetulan di meja itu juga ada laptop milik Christy karena semalam pojok kerja itu digunakan oleh kelompoknya. Kami menggunakan pojok kerja itu secara bergilir meski toh aku dan Bambang jarang menggunakannya karena kami tipe orang yang bisa mengerjakan tugas dimana saja.

Aku, Bambang, dan Rio menoleh ke arah Widya dengan malas.

"Apaan?" Tanya Rio galak. Matanya nyaris menutup sempurna karena kesejukan angin ini. Brebes panas sekali di waktu siang. Rio menatap garang pada Widya karena mengganggu konsentrasinya untuk tidur.

"Nih. Ini." Widya menunjuk-nunjuk tumpukan buku di pojok kerja itu.

Mau tak mau kami mendekat juga ke arah yang ditunjuk Widya.

"Kenapa emang?" Tanyaku.

"Ini diary-nya Mas Eko bukan sih?" Pancing Widya. "Yang sering dia bawa-bawa dan ga boleh dibuka? Kok bisa ada di sini?"

"Ketinggalan kali." Sahutku tak acuh. "Udah, kalo tau itu buku harian dan ga boleh dibuka ya jangan dibuka apalagi diba- Eh, eh, Wid!"

Terlambat. Tau-tau Widya sudah membuka dan membaca isinya.

"Bukan kok. Ini agenda kerja biasa ternyata." Widya menutup kembali buku bersampul coklat itu.

"Bentar deh, bentar deh." Rio lalu mendekat ke sebelah Widya lalu menarik buku itu dari pegangan Widya. "Aku tadi liat sesuatu di bagian belakangnya."

Aku, Widya, dan Bambang mengernyitkan dahi lalu membiarkan Rio membuka buku itu kembali untuk memuaskan rasa penasaran manusia-manusia lapar bahan gibahan seperti kami. Rio langsung menuju ke lembaran belakang dan menemukan sebuah tulisan tangan milik Mas Eko.

"Nah, kan bener." Kata Rio yang membuat kami melongok isi diary itu.

Pertama kali aku merasa ini semua aneh. Iya, aneh. Aku merasakan suatu perasaan yang aneh terhadapnya. Aku pikir ini awalnya perasaan kagum tapi belakangan aku merasa perasaan ini lebih dari sebuah kekaguman. Aku mungkin mencintainya. Aku tak mau kehilangannya.

Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora