Bab 68| Tipe Temen: Naras (1)

137 24 0
                                    

Naras. Dia ini jadi sosok yang cukup kontroversial bagiku, Silvi, Tita, Fanny, dan Nuya. Kalau bagiku, Silvi dan Tita, sosok Naras ini memang bagaikan sosok petemor alias perebut teman orang. Gimana nggak? Anty yang dulu selalu bersama kami sekarang justru lebih banyak menghabiskan waktu dengan Naras. Iya sih, kami paham kalau mereka satu kos. Tapi kami merasa ada yang berbeda sejak Anty memilih satu kos dengan Naras. Naras seolah sudah mencuci otak Anty sehingga kami beranggapan bahwa Anty tak seasyik dulu. Sementara bagi Fanny dan Nuya, Naras dianggap terlalu ambisius dan hal itu tidak sebanding dengan kemampuannya. Ada juga sedikit sifatnya yang tidak mau berbagi. Pernah suatu hari ada suatu mata kuliah yang mana kelompok Naras kebagian presentasi. Saat presentasi, Naras menggunakan laptop miliknya sendiri. Segera setelah presentasi kelompoknya berakhir, Naras langsung merapikan laptopnya kembali.

"Kok langsung dimasukin, Ras?" Tanya Nuya yang kelompoknya dapat giliran presentasi setelah kelompok Naras.

"Oh, iya. Ga papa." Sahut Naras tanpa memahami arti dari pertanyaan Nuya itu.

Kebiasaan di jurusanku, laptop milik siapapun itu yang mendapat giliran pertama maju presentasi pasti digunakan kembali untuk kelompok yang maju presentasi berikutnya. Hal itu dilakukan dengan alasan efektifitas waktu. Bayangkan saja jika setiap kelompok yang maju presentasi harus mengatur ulang laptop dengan infokus yang memakan waktu bermenit-menit lamanya padahal jatah presentasi hanya beberapa menit saja. Akan sangat merepotkan bukan?

"Tadinya kita mau pinjem laptop kamu, Ras, soalnya kelompokku ga ada yang bawa laptop." Kata Nuya.

"Oh, iya. Sorry ya, Nuy, aku ga bisa minjemin soalnya aku takut laptopku kena virus kalo dipake bareng-bareng. Kan kalian pasti harus nyolokin flashdisk ke laptopku." Jawab Naras dengan entengnya. Tentu saja itu membuat Nuya yang tadinya baik-baik saja pada Naras jadi kehilangan respeknya. Akhirnya Nuya terpaksa harus meminjam laptop milik Fiki padahal dia dari kelompok lain dan tidak maju hari itu.

Aku tidak yakin apa yang membuat Fanny jadi agak sedikit antipati pada Naras tapi sepertinya Fanny juga sedikit banyak merasakan arogansi Naras meski dia tidak pernah bercerita. Sama seperti Radit, Fanny juga selalu beranggapan bahwa kemampuan Naras secara akademik tidak menonjol dibanding dirinya. Emang sih Naras ini ga terlalu pinter. Tapi kuakui kalau dia memang mahasiswa yang rajin. Aku juga kalah rajin sama Naras. Dia rajin mencatat materi kuliah, rajin masuk kuliah nyaris tanpa pernah absen, rajin ngerjain semua tugas kuliah, rajin beberes kamar kos, dan semua jenis rajin yang mustahil kulakukan. Dia juga tipe orang yang rapi dalam mengerjakan segala hal. Pernah sekali atau dua kali aku main ke kamar kosnya dan aku melihat semua buku, alat tulis, aksesoris, kosmetik, tas, sepatu semuanya tersusun rapi di dalam kamarnya. Bahkan koleksi novelnya terbungkus plastik tanpa ada lipatan sedikitpun. Tidak seperti novel-novelku di rumah. Beberapa di antaranya bahkan sudah sobek sana sini. Untungnya Naras tidak pelit meminjamkan novel-novelnya padaku. Aku sempat beberapa kali meminjam novel-novel miliknya.

Dengan kemampuan akademiknya yang super biasa aja, banyak dari kami yang merasa tidak percaya bahwa Naras sudah berhasil mengajukan judul skripsi dan bahkan sudah di-acc. Bahkan kami masih santai saja menghadapi semester 7 padahal itu berarti waktu kami tinggal semester depan untuk lulus jika ingin lulus tepat waktu. Yang membuat kami lebih syok lagi, tidak lama setelah judulnya diterima, Naras akhirnya maju seminar proposal.

"Gila, gila, gila. Naras udah mau maju semprop!" Radit berkabar lagi dengan heboh saat Tita dan Silvi main ke kosanku. Waktu itu kami sedang sibuk membicarakan soal skripsi dengan Fanny juga. Iya, meski kami sudah resmi putus, Radit sesekali main ke kosanku ketika teman-teman yang lain juga sedang berkumpul.

"Hah? Serius lo, Dit?" Tanya Tita.

"Serius lah gua. Udah ada jadwalnya kok. Minggu depan kayaknya. Tungguin aja dia ngasih kabar ke kita buat dateng ga."

Oh iya, mahasiswa yang dapat giliran seminar proposal biasanya akan mengundang 20-25 orang temannya untuk mengikuti seminar proposalnya. Biasanya yang diundang akan diberi kesempatan untuk bertanya seputar skripsi si mahasiswa. Beberapa ada yang curang sih misalnya saja si mahasiswa sudah mempersiapkan beberapa pertanyaan untuk dibagikan ke teman-temannya agar nanti skripsinya berjalan mulus sehingga mendapat nilai bagus. Tapi banyak juga kok yang masih jujur.

"Bentar, bentar. Naras mau semprop?" Tanyaku.

Radit mengangguk. Dia agak bingung dengan pertanyaanku karena dia sudah jelas-jelas mengatakannya tadi.

"Harusnya dia ga bisa lolos daftar semprop kan?" Tanyaku lagi.

"Emang kenapa gitu?" Tanya Radit, Silvi, Tita, dan Fanny bersamaan.

"Kan nilai grammar-nya ada yang D. Kalo ga salah Grammar 4. Bukannya kalo mau daftar semprop minimal English Basics-nya B?"

Mereka berpandangan.

"Lo tau dari mana?" Tanya Silvi antusias.

"Aku tau soalnya kemaren aku ngajuin judul ke Bapendik. Terus aku ga sengaja liat berkasnya Naras. KHS terakhirnya itu nilai Grammar 4-nya masih D." Jawabku dengan yakin.

"Lo udah ngajuin judul aja, Mir?" Silvi malah salah fokus.

Aku nyengir. "Abisnya aku merasa gengsi. Masa Naras udah ngajuin judul tapi aku belum?"

Silvi dan Tita berpelukan. "Nasib kita gimana?"

Radit ingin ikut berpelukan tapi langsung ditabok Silvi. "Mau apa lo?"

"Ikut berpelukan lah. Kan gua juga belum ngajuin judul."

"Lah, aku gimana?" Sela Fanny sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Kamu belum juga, Fan?" Tanya Tita.

"Oh, udah sih bareng Samira kemaren. Linguistik juga." Fanny nyengir tanpa rasa bersalah sehingga membuat Tita dan Silvi makin sedih.

"Udah, udah, kok jadi salah fokus sih?" Kataku menengahi. "Kita kan tadi lagi gibahin Naras kenapa jadi bahas soal judul skripsi?"

"Karena Naras dan skripsi erat kaitannya. Gara-gara Naras makanya kita jadi bahas skripsi." Kata Silvi.

Aku menjentikkan jari. "Nah, berarti kita harusnya bersyukur dan berterima kasih sama Naras. Coba bayangin kalo Naras ga ngajuin judul duluan pasti kita ga akan mikir soal skripsi. Kita pasti akan terus terlena. Coba bayangin kalo yang ngajuin judul Abe misalnya. Kita pasti mikirnya 'ah, Abe yang ngajuin judul ya wajar lah kan dia pinter' tapi sekarang kita jadi mikirnya 'gila, masa gue kebalap sama Naras sih?'. Iya kan?"

"Iya, bener juga sih." Tita dan Silvi mengamini.

"Tapi jujur aja nih aku emang agak sebel kalo dia bisa ikut semprop tapi nilainya masih ada yang D. Iri emang iya, tapi kan dia juga menyalahi syarat dari Bapendik sendiri. Kok bisa Bapendik ngelolosin sih?" Kataku.

"Dia kan akrab sama orang-orang Bapendik, Mir, sama dosen-dosen juga. Apa jangan-jangan ada main orang dalem?" Kata-kata Fanny tentu menyulut kecurigaan kami semua.

Itulah sebabnya gibah dilarang agama. Abis ngomong jeleknya orang ditambah fitnah pula. Tapi yang dosa itu emang yang enak kan jadi kami tetap melanjutkan.

"Bisa jadi sih. Dia emang sejenis goody goody gitu kan ya tapi caranya alus." Silvi juga ikut menyulut gibahan hari itu.

"Nah, kalo bener dia masih dapet D, gimana kalo kita laporin aja biar dia batal semprop?" Usul Radit.

Aku, Fanny, Silvi, dan Tita berpandangan. Kami mengedik satu sama lain.

"Kamu aja deh, Dit, kalo mau. Aku mah ga tega meski sebel juga." Kata Fanny.

"Ehm, aku juga ga tega sih." Radit menggaruk kepalanya. Kami semua terdiam sampai akhirnya Radit berseru. "Kalo gitu gimana kalo kita bantai dia pas semprop?"

Aku, Fanny, Tita, dan Silvi saling pandang sambil tersenyum. "SETUJUUUU!!"

Saat itulah resmi terbentuk aliansi penentang Naras yang punya misi menghancurkan jalannya seminar proposal Naras karena dengki yang sudah merasuk hati.

***

Catatan.

English Basics itu English skills dasar yang meliputi 5 mata kuliah Writing, Listening, Grammar/Structure, Speaking, dan Reading. Khusus untuk jurusan Sastra Inggris 5 mata kuliah itu nilainya harus minimal B supaya bisa mendaftar seminar proposal.

Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang