Bab 70| Skripshit Eh Skripsweet (2)

150 24 0
                                    

Aku semringah tak terkira ketika salah satu judul, dari dua judul yang kuajukan, akhirnya diterima. Kenapa harus dua judul? Kenapa bukan satu saja? Itu judul skripsi atau program KB? Nah, rata-rata memang mahasiswa akhir yang sedang skripsi mengajukan minimal dua judul untuk berjaga-jaga dari terjatuh ke jurang keputusasaan yang dalam jikalau ada salah satu judul yang ditolak. Kecuali kalau kamu sudah pede bahwa judulmu tidak mungkin ditolak maka silakan ajukan satu judul saja.

"Enak bener, Mir, skripsi kamu pake pidato. Empat lembar doang lagi. Aku harus baca novelnya John Grisham sampe puyeng." Keluh Fanny yang mengambil syntactical theory di sebuah novel. Novel berlatar belakang hukum berjudul The Firm setebal ratusan halaman itu dilambai-lambaikannya di depan wajahku.

"Lah, salah siapa milih teorinya sintaksis. Udah gitu dari novel. Ya puyeng lah. Kalo bisa dibikin gampang kenapa milih yang susah?" Aku terkekeh meledek. Fanny mengerucutkan bibirnya sebal.

Tapi aku tahu seberapa berdedikasinya Fanny pada skripsinya. Dia kadang sampai berhari-hari tidak keluar kamar. Aku cemas karena kupikir dia sudah mati karena kelelahan mengerjakan skripsinya. Begitu kudobrak pintu kamarnya ternyata dia menghabiskan waktunya menonton Meteor Garden dan bermain Plants vs Zombie sampai tamat berkali-kali.

"Abisnya aku stress, Mir, ngerjain skripsi jadi aku mengistirahatkan otak sebentar." Dalih Fanny.

Aku juga sebenarnya mengalami hal yang sama dengan Fanny. Saat aku sudah di depan laptop, aku tidak tahu hendak mengetik apa. Tiba-tiba saja ide yang sempat terlintas di kepalaku menguap begitu saja dan selalu berakhir dengan bermain Zuma atau Pizza Frenzy hingga aku lupa bahwa aku sudah menghabiskan waktu untuk bermain gim. Oleh sebab itu, biasanya aku menulis outline di sebuah kertas lebih dulu sebelum mengetiknya di laptop untuk menahanku dari godaan bermain gim atau menonton film. Sebenarnya menulis skripsi tidak sulit. Kebanyakan mahasiswa hanya susah menuangkan kata-kata yang tepat terlebih aku (dan mahasiswa Sastra Inggris lain) yang harus menulis skripsi dalam bahasa Inggris. Hingga salah satu temanku pernah berkata, "Bisa ga sih kita bikin skripsi paperless aja? Langsung seminar sama sidang gitu? Soalnya bikin kata-katanya susah. Mending ngomong saya maunya skripsi begini begitu. Kelar deh. Hemat kertas juga. Terus kita bisa bantu menyelamatkan hutan."

Aku nyaris tak mengalami masalah berarti selama skripsi. Satu yang menjadi sedikit masalah adalah dosen pengujiku yang bernama Bu Indri. Aku kesulitan menemui Bu Indri di kampus karena beliau sering sekali izin karena harus berobat untuk menyembuhkan kanker yang dideritanya. Dia harus bolak-balik Semarang-Purwokerto sehingga aku harus pintar-pintar mencari celah. Untungnya, dosen pembimbing 1 adalah dosen waliku sehingga justru beliaulah yang memberiku informasi soal keberadaan Bu Indri.  Bu Yuni yang jadi dosen pembimbing 2 juga kooperatif meski banyak yang bilang beliau killer dan susah dalam memberi nilai. Nyatanya tidak. Aku hanya membutuhkan waktu kurang dari setengah jam ketika konsultasi dengannya.

"Your grammar is perfect. I don't need to assess it. I just need to pay attention to your content. [Grammar kamu sudah sempurna. Saya tidak perlu menilainya. Saya hanya perlu memperhatikan isinya.]" Kata Bu Yuni.

"This. [Ini ]" Bu Yuni menunjukkan sebuah paragraf di lembar proposalku. "You have mentioned the evidence on the prior page. You can't rewrite it on the next page. You have so many evidence. Why do you keep writing the same evidence? [Kamu sudah menyebutkan bukti ini di lembar sebelumnya. Kamu tidak bisa menulisnya lagi di lembar berikutnya. Kamu punya banyak bukti. Kenapa kamu tetap menulis bukti yang sama?]" Koreksi Bu Yuni yang kujadikan catatan mental meski Bu Yuni sudah menuliskan koreksinya dengan spidol merah di lembar proposalku. Aku tidak boleh menuliskan bukti-bukti yang sama.

"But, overall, everything is good. I'll wait for your research assessment as soon as possible. [Tapi, secara menyeluruh, semuanya bagus. Saya tunggu sidang skripsinya segera.]"

"I don't need to revise this, Miss? [Saya ga perlu revisi ini, Miss?]" Tanyaku penuh keharuan yang membuncah.

"No. Just change the part that I take note of. Then you can register for research assessment. [Tidak. Hanya ubah bagian yang saya beri catatan. Lalu kamu bisa mendaftar sidang skripsi.]"

Hatiku berbunga-bunga saat Bu Yuni mengatakan itu padaku. Tentu saja aku langsung semangat memperbaiki bagian yang diberi catatan oleh Bu Yuni itu. Aku juga lapor pada Bu Tuti, dosen pembimbing 1, bahwa Bu Yuni sudah mengizinkanku mendaftar sidang. Bu Tuti tentu menyambut itu dengan gembira pula. Namun, sial sepertinya masih menghampiriku. Aku bahkan berpikir bisa jadi ini adalah karma atas perbuatanku pada Naras waktu itu. Aku tak kunjung mendapat kepastian soal jadwal Bu Indri. Tapi Tuhan rupanya masih berbelas kasih padaku. Bu Tuti tiba-tiba mengirim pesan padaku bahwa Bu Indri punya waktu hari itu juga sampai jam 15.00.

Bu Tuti: Gimana? Kamu siap kalo saya minta kamu sidang hari ini juga? Nanti saya bisa rayu Bu Indri buat kamu. Kalo kamu nunda, saya ga yakin beliau punya waktu lagi karena setelah ini dia kayaknya ada jadwal kemoterapi. Besar kemungkinan beliau mungkin akan lebih banyak izin. Bisa jadi malah nanti pengujimu bukan Bu Indri lagi dan kamu harus ngulang dari awal.

Begitu pesan Bu Tuti padaku yang tentu saja membuatku bimbang. Kalau aku menolak, aku punya firasat sepertinya aku akan lulus lebih lama lagi. Kalau aku menerima, berarti aku hanya punya waktu kurang dari 3 jam karena Bu Tuti mengirim pesan tengah hari. Nekat, aku mengiyakan usul Bu Tuti. Toh, aku hanya perlu mempersiapkan beberapa hal kecil. Tapi segala kenekatanku berbuah baik. Aku diganjar nilai A untuk sidang skripsiku yang membahas tentang analisis penggunaan metafora di pidato Martin Luther King Jr berjudul I Have A Dream itu.

"I'm so glad that you've finally finished this step. I wish your comprehensive test will also be good. [Saya bahagia akhirnya kamu telah menyelesaikan tahap ini. Saya harap tes komprehensif kamu juga akan baik.]" Kata Bu Indri yang kuamini dengan kencang.

"You never disappoint me because your writing skill's good. I like your grammar, your diction, your research. You're the best student under my supervision all this time. That's why you deserve A. [Kamu tidak pernah mengecewakan saya karena kemampuan menulis kamu bagus. Saya suka grammar kamu, diksimu, penelitianmu. Kamu mahasiswa terbaik di bawah bimbingan saya selama ini. Oleh sebab itu, kamu berhak dapat A.]" Puji Bu Indri lagi. Aku benar-benar bahagia dipuji begitu karena tak pernah menyangka akan mendapatkan pujian itu.

Malang tak boleh ditolak, mujur tak boleh diraih. Setelah bebas dari satu kesialan, rupanya masih ada cobaan lain. Di detik-detik terakhir pendaftaran wisuda rupanya aku masih sulit mendapatkan dosen penguji untuk tes komprehensif karena semua dosennya sudah padat jadwal.

"Ayo, Mir, kamu pasti bisa!" Fanny terus memberiku semangat karena dia tak mau wisuda sendiri. Ya, Fanny sudah berhasil mendaftar wisuda lebih dulu karena dia menyelesaikan sidang skripsinya lebih dulu.

"Dosennya udah ga ada yang available, Fan, masalahnya. Udah aku lobi ke sana kemari tetep ga ada yang mau." Jawabku sedih.

Akhirnya aku terpaksa mengikhlaskan diri untuk memilih wisuda di periode berikutnya.

"Lah, kamu masih di sini aja, Mir?" Tanya Bambang saat melihatku masih bolak-balik ke kampus FISIP untuk mengurus pendaftaran wisuda. "Kirain kamu udah lulus loh."

"Ngeledek apa gimana?" Tanyaku sebal.

"Serius, Mir. Kirain kamu udah lulus. Tau gitu kamu aku ajakin dari kemaren ngurusin ini itu biar kita bareng." Katanya.

Dan, memang, sejak pertemuan kami yang tak disengaja itu, Bambang jadi sering mengajakku ke kampus FISIP untuk mengurus yudisium bahkan menanyakan apa saja yang belum kuselesaikan agar bisa dibantunya. Gara-gara itu pula berhembus kabar lagi bahwa aku dan Bambang pacaran. Kami akhirnya wisuda bersama bahkan duduk bersebelahan karena kami mendaftar wisuda bersamaan. Aku senang karena akhirnya aku bisa menamatkan pendidikanku, mengantongi gelar SS, dan bisa menyematkan gelar itu di belakang namaku. Ayah, ibu, anakmu akhirnya lulus! Predikat kelulusan sangat memuaskan pun kuterima dengan sukacita.

Selamat tinggal kehidupan mahasiswa!
Selamat datang realita!

***

Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora