Bab 53| KKN: Horror Story (1)

121 19 0
                                    

"Alhamdulillah kenyang!" Aku menepuk-nepuk perutku begitu sampai posko sambil nyengir lebar. Bambang yang melihat itu mengusap-usap kepalaku yang dilapisi jilbab abu-abu.

"Udah ngidamnya? Udah keturutan kan?" Godanya.

"Ngidam? Emangnya aku hamil?"

Bambang tertawa. "Abisnya kamu segitunya banget pengen makan mi ayam sampe kita baru pulang nyari warga BA aja kamu maksa banget kita kudu langsung berangkat abis itu."

"Iya juga ya." Aku cuma nyengir kuda.

Malam itu, selepas mencari warga BA di RT 5, aku dan Bambang makan mi ayam di dekat posko. Aku yang sebenarnya memaksa Bambang untuk mengantarku pergi makan mi ayam. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 21.00. Tapi, karena lapar, aku tetap keukeuh ke sana meski sebenarnya aku malas sekali keluar malam. Namun, karena sudah telanjur berada di luar rumah, aku memutuskan untuk sekalian saja makan di luar.

Begitu selesai makan, kami langsung menuju posko dengan riang.

"Lah, udah pulang ternyata." Kata Widya begitu melihatku dan Bambang masuk rumah beriringan.

"Emang kenapa?" Tanyaku.

"Ini, anak-anak pada mau keluar. Tadinya kalo kalian belum pada balik kalian kita tinggal di posko. Eh, ternyata udah balik ya udah gimana kalo sekalian ikut kita aja?" Tawar Widya.

Aku melihat arloji Monol (yang sedang ngehits pada zamannya itu) di pergelangan tangan kiriku. Nyaris jam 22.00.

"Emang pada mau kemana?" Tanyaku lagi.

"Ga tau sih. Muter-muter aja. Si Puspa laper tuh katanya. Makanya kita keluar sekalian jalan-jalan aja. Gimana? Mau ga?" Widya masih bersemangat menawariku.

Aku berpikir sejenak lalu menatap Bambang. Namun, aku sudah memutuskan. "Ga deh. Tadi kita berdua abis makan mi ayam di pojok jalan sana. Udah kenyang. Aku ngantuk. Pengen tidur aja. Lagian ini udah malem banget. Kalo ada apa-apa di jalan gimana? Tapi ga tau kalo Bambang."

"Aku juga ga ikut deh. Aku juga ngantuk. Capek banget tadi keliling blusukan." Bambang juga memberi alasan yang sama.

"Yah, kok gitu sih?" Widya terlihat kecewa karena tawarannya ditolak mentah-mentah.

"Bilang aja kalian pengen berduaan." Tuduh Ari yang tiba-tiba nongol dari kamar para cowok. Kebetulan kamar cowok memang di dekat ruang tamu, tempat kami mengobrol dengan Widya, sehingga dia bisa mendengar obrolan kami dan menyahutinya. "Dasar ga setia kawan!"

Wajahku pias. Napasku tiba-tiba saja naik turun tak karuan karena menahan amarah sudah dituduh yang tidak-tidak. Sudah kubilang kan sedari awal aku tak suka dengan Ari. Aku punya feeling tidak bagus tentangnya. Dan kini terbukti.

"Berduaan apa sih, Ri, wong kita juga ga pacaran." Elak Bambang masih dengan tutur kata sopan.

"Halah, ga usah sok polos deh kalian berdua. Kemana-mana berdua, makan berdua, diskusi berdua, duduk pas rapat sebelahan, apaan lagi kalo bukan ada hubungan? Padahal kan katanya kamu pacaran sama Radit kan, Mir? Kamu juga katanya udah punya pacar kan, Bam? Manusia punya kuping. Jadi jangan tanya gimana aku bisa tau." Ari masih menuduh kami.

"Ya wajar lah kita berduaan kan kita sekelompok. Terus emangnya kalo Wulan sekelompok sama Rio mereka juga pacaran gitu?" Aku mulai emosi.

"Eh, apa-apaan ini? Kenapa bawa-bawa namaku?" Tanya Rio yang tiba-tiba muncul juga dari kamar cowok.

"Udah, udah. Jadi kalian ga mau ikut nih? Ya udah ga papa. Yuk, kita cabut!" Widya berusaha menengahi perdebatan di antara kami.

"Kita ikut deh kalo gitu daripada ada yang  nyinyir di belakang." Tukasku dengan ketus sambil melirik ke arah Ari yang senyum-senyum laknat. Aku mengacungkan jari tengah padanya. Dalam hati aku mengucap don't mess with me or I'll find your flaws someday yang menjadi seperti sumpah.

Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)Where stories live. Discover now