Bab 26| Menentang Berbuntut Mengulang

186 27 0
                                    

Sungguhlah berdiskusi dengan menghargai pendapat orang lain tampaknya tak pernah dikenal oleh dosenku yang satu ini.

Namanya Ashari. Oleh geng Rebellion namanya kadang dipelesetkan menjadi asu-hari. Bedebah memang teman-temanku itu. Tapi ada benarnya juga. Kenapa? Biar kuceritakan kisahku yang agak mengenaskan bin menyebalkan ini.

Pak Ashari ini sebetulnya menjabat sebagai kajur alias kepala jurusan tapi beliau masih mengajar beberapa mata kuliah bahasa Inggris dasar seperti Reading. Kebetulan- yang mana itu suatu kebetulan yang buruk- saat di aku duduk di semester tiga beliau mengajar mata kuliah Reading 3.

Namanya saja kuliah Reading ya jelas yang dipelajari selama satu semester adalah membaca. Iya, MEMBACA! Emangnya para mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris ga bisa baca? Ya tentu saja bisa. Tapi yang dimaksud di sini adalah comprehensive reading alias membaca dengan memahami agar bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul setelah bacaan dan harus dijawab sesuai dengan isi bacaan yang ada.

Suatu hari aku ada kelas Reading 3. Seperti biasa kami diberikan beberapa bacaan kemudian diminta menjawab satu persatu pertanyaan yang ada di bacaan. Bacaan yang kami dapat biasanya beragam. Dari yang paling singkat dengan pertanyaan paling mudah, yang medium dengan pertanyaan agak sulit, sampai yang paling sulit dengan pertanyaan memusingkan. Kadang belum juga memikirkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada, kami sudah dipusingkan dengan kosakata baru yang kami temui di bacaan. Tidak. Jangan anggap para mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris sudah hapal semua kosakata dalam bahasa Inggris. Kami tetaplah mahasiswa dengan bahasa Indonesia sebagai mother tongue. Kami bukan Oxford English Dictionary. Beruntungnya aku senang memberi catatan di setiap kosakata baru yang kutemui di bacaan sehingga aku lebih mudah menghapalnya di kemudian hari saat aku menemui kata yang sama.

Saat itu Pak Ashari memberi kami enam bacaan. Di beberapa bacaan awal tidak ada masalah. Sampai akhirnya kami membahas  bacaan yang terakhir.

"Okay [Oke]. Now, who wants to read the passage? [Sekarang, siapa yang mau membaca bacaannya?]" Tanyanya pada seisi kelas.

Sera mengacungkan tangan.

"Okay [Oke]. Please [Silakan]."

"Nowadays- [Jaman sekarang ini-]"

Belum selesai Sera membacakan kalimat pertamanya, Pak Ashari sudah memotongnya. "Sorry [Maaf], what's your name [namamu siapa], Miss [Nona]?"

"Sera. Sera Medina. Number 15 on attendance list [Nomor 15 di daftar presensi]. G1A006100." Sebut Sera lengkap.

Pak Ashari lalu berkata, "please [silakan], carry on [lanjutkan]," setelah menandai nama Sera di daftar presensi.  Ya, selain dari ujian, kadang nilai kami diambil dari hal-hal seperti ini. Aktif menjadi volunteer untuk membaca teks atau menjawab pertanyaan misalnya. Tapi aku lebih sering memilih untuk menjawab pertanyaan karena membaca teks saja kurang menantang.

Sera pun melanjutkan membaca sampai Pak Ashari berkata, "stop there! [Berhenti disana!]"

Sera menurut. Dia berhenti membaca. Pak Ashari pun bertanya lagi. "Anyone wants to continue reading the passage? [Ada yang mau melanjutkan membaca bacaannya?]"

Kali ini Iras yang mengangkat tangan. Bocah dengan rambut gimbal rasta itu sudah menyebut lengkap nama dan NIM-nya sebelum ditanya.

"Irasidin, Sir. G1A006140."

Pak Ashari pun segera menandai namanya di daftar hadir.

"Yes, please [Ya, silakan]." Pak Ashari pun menyuruh Iras mulai membaca hingga beberapa kalimat dan menyuruhnya berhenti.

Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)Where stories live. Discover now