Bab 54| KKN: Horror Story (2)

112 27 0
                                    

"Wid, kamu kenapa?" Kami semua segera mendekati Widya yang menangis sesenggukan.

"Wid." Mas Eko mengguncang tubuh Widya berkali-kali tapi Widya bergeming. Hanya suara isak tangisnya yang masih terdengar.

"Kita balik dulu aja yuk. Bentar lagi kan nyampe." Saranku.

Mereka semua menyetujui usulku. Widya membonceng Mas Eko masih dengan menangis sesenggukan. Kami pun segera tancap gas sebelum gelap berganti fajar.

"Kamu kenapa?" Tanya Christy pada Widya begitu kami sampai di posko. Kami semua berkumpul di ruang tamu.

Widya tak serta merta menjawab pertanyaan Christy. Dia masih sesenggukan sehingga Wulan mengambilkan segelas air putih agar diteguk Widya untuk menenangkan dirinya. Setelah Widya meneguk air putih itu sampai tandas, Widya baru bisa menjawab meski dengan terbata.

"A-aku tadi li-liat orang." Kata Widya.

"Dimana?" Tanya Rio.

"D-di jembatan tempat kita lewat tadi. P-pas kita berhenti." Widya masih berusaha mengatur napasnya agar bisa bicara dengan lancar.

"Terus?" Rio jadi penasaran.

"O-orangnya ngegeletak gitu. Di jembatan tadi. Berdarah-darah."

Kami pun saling berpandangan. Horor.

"Mas, jangan-jangan tadi kamu beneran..." Ucapan Puspa yang menggantung itu langsung ditepis Mas Eko sendiri.

"Nggak. Ga mungkin, Pus. Aku ga nabrak apapun. Aku ga ngerasa nabrak apapun. Lampu depan motorku kan nyala mana mungkin aku bisa nabrak orang? Masa aku ga bisa bedain orang sama tiang?"

"Kamu yakin kamu ga salah liat?" Tanya Christy pada Widya.

Widya menggeleng. "Ga, Chris. Ga mungkin. Aku liat dengan jelas itu manusia. Ngegeletak dengan badan berdarah-darah kayak abis jadi korban kecelakaan."

"Soalnya kita semua ga ada yang liat kecuali kamu." Ucapan Christy membuat Widya terhenyak.

"M-masa sih?" Widya tersenyum kikuk, menyadari ada yang ganjil dengan penglihatannya. Dia menatap kami satu persatu seolah untuk meyakinkan dirinya atas kebenaran pernyataan Christy.

"Eh, bentar deh. Ada yang ngetok pintu. Kalian denger ga?" Tiba-tiba Wulan mengalihkan pembicaraan.

"Mana? Ga ada kok." Sahutku dan Sherly bersamaan.

"Ada. Itu. Denger deh."

Meski sudah pasang kuping di antara kami, selain Wulan, sama sekali tidak mendengar apapun.

"Ngaco kamu. Ini udah hampir jam 2 pagi, Lan. Mana ada orang bertamu dini hari?" Kata Ari.

"Ih, aku denger kok."

Wulan tetep keukeuh dengan indera pendengarannya. Tanpa babibu, Wulan lalu menyibak sedikit gorden jendela ruang tamu untuk langsung mengecek kebenarannya. Sesaat setelah menyibak gorden, Wulan berpaling lagi ke arah kami dengan wajah pucat.

"A-ada dua!" Kata Wulan yang membuat kami semua makin bingung. Kata-katanya sama sekali tak bisa dimengerti.

"Apanya yang ada dua?" Tanya Ari tak sabar.

"Yang berdarah-darah. Ada dua. Di depan. Berdiri. Mereka di halaman depan." Jawab Wulan terbata. Sama seperti saat Widya menjelaskan penyebab ketakutannya tadi.

Kami semua langsung melotot ngeri ke arah jendela. Gorden jendela itu seolah tak bisa menutupi bayangan akan kengerian yang ada di depan kami. Kami makin panik saat Widya kemudian menangis sesenggukan lagi. Dia bahkan menyembunyikan wajahnya di balik punggung Christy yang kebingungan dengan tingkah aneh Widya.

Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)Where stories live. Discover now