Bab 28| Be Mannered Please, This Is Table Manner (2)

158 23 1
                                    

Dua minggu kemudian table manner benar-benar dilaksanakan. Silvi dan Tita menginap di kamarku karena acara akan dimulai pukul 08.00. Silvi yang memang susah bangun pagi merasa menginap di tempatku jauh lebih aman untuk menghindari terlambat datang. Sementara Tita memilih menginap di kosanku karena menurutnya datang ke acara sekeren ini dengan naik motor sendiri akan terlihat wagu. Oh ya, kami tidak berangkat ramai-ramai dalam rombongan satu kelas atau satu angkatan sehingga aku, Tita, Silvi, dan Anty memutuskan naik taksi menuju Hotel Dynasty, tempat acara berlangsung. Kami memutuskan patungan naik taksi karena Silvi, Tita, dan Anty tak mau rambut salon mereka rusak terkena helm kalau kami naik motor. Sementara aku menolak naik motor karena aku mengenakan rok panjang dengan model straight skirt. Buat jalan aja susah gimana buat naik motor? Apalagi rok itu hasil meminjam. Aku tak ingin urusan pinjam meminjam ini berubah jadi ganti mengganti karena rok yang kupinjam sobek gara-gara naik motor. Rok itu milik Fanny yang kebetulan punya beberapa koleksi rok. Jadi kupinjam satupun dia masih bisa ikut table manner dengan roknya yang lain. Aku membuat catatan mental untuk diriku sendiri: Belilah Rok! Mungkin saja rok itu berguna untuk acara-acara lain seperti ini atau untuk sidang skripsi kelak. 

Pukul 06.00 Silvi dan Tita sudah heboh. Mereka mengantre kamar mandi di kosanku karena mereka sudah janjian dengan ibu pemilik salon depan kampus untuk menata rambut mereka tepat pukul 06.30. Ya, kamu ga salah baca. Mereka pergi ke salon untuk menata rambut demi ke acara table manner!

"Berisik banget sih kalian!" Aku menggumam sambil menutupi kupingku dengan bantal.

"Ih, Samira! Bangun ih! Udah jam 6!" Pekik Silvi. Astaga, dia ga pernah bangun jam 6 ya sampe-sampe sekalinya bangun jam segitu orang se-RT harus ikutan heboh.

"Terus kenapa kalo jam 6? Aku kan lagi ga solat. Aku pengen bobok lagi bentaran. Kan acaranya jam 8." Aku masih enggan beranjak dari kasur. Udara dingin Purwokerto yang berhembus lewat kisi-kisi jendela membuatku merinding. Aku tak mungkin mandi jam segini dan harus menunggu selama 2 jam.

"Kita berdua mau ke salon. Lo ikutan ga?" Tawar Tita yang jelas langsung kutolak.

"Aku ke salon ngapain?" Tanyaku seolah antusias. Tapi tetap saja kutarik selimut makin tinggi menutupi tubuhku hingga sebatas leher.

"Ya nyalonin jilbab kek. Diapain gitu biar ga sederhana banget," timpal Silvi.

Saat mendengar kata-kata Silvi barulah aku melempar selimut lalu terduduk di kasurku dan memandang Silvi dengan tatapan menuduh.

"Maksud kamu, aku kalo pake jilbab jelek gitu?"

Silvi terkikik. "Ih, bukan gitu, Mir. Lo sensitif amat sih kalo lagi dapet. Maksud gue, ini kan acara table manner diadain di hotel masa lo mau pake jilbab yang biasa aja kayak pas kuliah gitu? Kurang afdol dong ah." Silvi meluruskan.

"Emangnya si ibu salonnya bisa dandanin jilbab?" Tanyaku.

"Ga tau sih," kekeh Silvi.

Aku mendengkus. "Ogah ah daripada nanti jilbabku malah rusak. Udah sana kalian aja yang nyalon. Aku mau tiduran lagi bentar."

"Awas jangan sampe telat!" Tita memberi peringatan sebelum keluar dari kosanku bersama Silvi.

"Iya iya."

Beberapa saat kemudian Silvi dan Tita datang kembali ke kosanku dengan tatanan rambut super estetik. Tita yang berambut panjang rambutnya sudah bergelombang di bagian ujungnya dan diberi jepitan rambut mutiara yang semakin mempercantik penampilannya sedangkan Silvi yang berambut pendek dikeriting sehingga rambutnya mengembang. Silvi juga menanggalkan kacamatanya dan menggunakan lensa kontak sekali pakai sebagai gantinya.

Balada Mahasiswa: F R N D S (TAMAT)Where stories live. Discover now