13

20.9K 5.5K 1.1K
                                    



















04th floor

















Malam itu gelap dan hening seperti malam-malam biasa. Mayoritas manusia di sana sedang tidur, tidak termasuk di dalamnya, Choi Hyunsuk.


Hyunsuk sedang bersandar pada dinding ranjangnya, sambil memandangi ranjang Mashiho di seberang ranjangnya itu.


Hyunsuk kesal kesal kepada dirinya sendiri. Andai saja malam itu Hyunsuk berada di kamarnya. Mungkin Mashiho masih bisa bernapas.


Tok, tok, tok.


Pintu kamar Hyunsuk diketuk dari luar. Laki-laki itu menghela napas, lalu berjalan ke arah pintu, memutar kenopnya perlahan.


"Ngap—" Hyunsuk mengernyitkan dahinya begitu dirinya tidak menemukan siapa-siapa di depan kamarnya.


Dengan bergegas, Hyunsuk masuk ke kamarnya, lalu mengunci pintunya dari dalam. Laki-laki itu lalu mengobrak-abrik lacinya, mencari kertas atau apapun itu yang bisa ia gunakan untuk menulis.


Hyunsuk tersenyum lebar begitu menemukan satu. Namun, ia kembali mengernyitkan dahi tidak suka begitu mendengar suara ketukan pintu lagi.


Tok, tok, tok.


Hyunsuk menggelengkan kepalanya. Tidak. Dia tentu saja tidak mau. Laki-laki itu sudah menduga-duga kalau dirinya bisa saja masuk ke kandang singa kalau ia membuka pintu kamarnya itu.


"Kak Hyunsuk~ buka pintunya dong~"


Oh, kali ini dengan suara, rupanya. Hyunsuk tahu betul siapa laki-laki yang memanggilnya itu. Hyunsuk mempercayai orang itu, namun tetap saja, ia khawatir.


Dan Hyunsuk tidak sebodoh itu untuk tidak meninggalkan tanda apa-apa.


Jadi, Hyunsuk dengan cepat menuliskan sebuah nama di kertas yang ia temukan tadi.


"Kak Hyunsuk~ kalo enggak dibuka, gue dobrak nih~"


Hyunsuk menghela napas, dengan cepat menyembunyikan kertas tadi di kolong tempat tidurnya itu. Laki-laki itu lalu berjalan ke arah pintu kamarnya, meraih kenopnya dan membukanya.


"Eh, lo? Kirain J-" perkataan Hyunsuk terputus saat orang di depannya itu tersenyum lebar, lalu masuk ke dalam kamar Hyunsuk.


"Wah, sepi banget kamar lo, kak!" Katanya.


Hyunsuk menghela napas. "Iya. Sepi. Gara-gara Mashiho enggak ada, kan? Gue jadi kangen dia." Kata Hyunsuk, sambil menatap sendu pada ranjang Mashiho.


Laki-laki di depannya itu tersenyum. "Gue ngerti. Enggak enak ya, sepi kayak begini?" Tanyanya, sambil tersenyum sendu menatap Hyunsuk.


Hyunsuk menghela napas, lalu mengangguk pelan. "Iya. Enggak enak, jelas. Jauh lebih enak kalo ada Mashiho. Dia suka teriak kalo ada kecoa. Seru. Enggak kayak sekarang." Jawab Hyunsuk, lesu.


Orang di depannya itu tersenyum lebar. "Berarti, lo ketemu sama orang yang tepat, kak." Katanya.


Hyunsuk mengernyitkan dahi. "Maksudnya?"


Orang di depannya mengeluarkan sebuah pisau dari balik sakunya. "Perhaps you want to hear a scream?" Tanyanya, sambil tersenyum lebar.


"Gimana ya..." Hyunsuk terkekeh canggung, sambil berjalan mundur sedikit dari tempat awalnya.


"Lo takut?" Laki-laki di depannya bertanya, sambil menyeringai lebar.


Hyunsuk menggeleng. "Enggak, enggak! Ya kali, gue takut." Katanya.


"Harusnya lo takut, kak!" Laki-laki di depan Hyunsuk itu dengan cepat meraih rahang Hyunsuk, mencengkeramnya, lalu menempelkan benda tajam yang ia pegang sedari tadi itu pada pipi mulusnya.


Yang terdengar selanjutnya adalah sebuah teriakan Choi Hyunsuk di kamarnya itu.


Dan sialnya, tidak seorangpun mendengar.


















***
Kemarin udah ada yang komentarnya bener, hehe.

04th floor . treasure [✓]Where stories live. Discover now