26

19.4K 5.2K 2.1K
                                    



















04th floor


















Junkyu tidak keluar dari kamarnya sejak kemarin. Namun, ada suara isakan yang terdengar dari kamarnya semalam. Hari ini hari pemakaman Jihoon, jadi Doyoung mengetuk pintu kamar Junkyu, berniat mengajak pemiliknya keluar.


Tok... tok... tok...


"Kak? Ayo ke pemakaman..." ucap Doyoung, sambil mengetuk pintu kamar Junkyu tanpa henti.


Tidak ada jawaban dari dalam.


"Kak? Gue tau rasanya susah. But life must go on. Gak apa-apa nangis, tapi cepetan buka pintunya."


Masih tidak ada jawaban.


Doyoung mulai curiga. Ia mengernyit, lalu berseru. "Kak! Ayo keluar! Kalo lo enggak keluar sekarang, gue yang masuk ya!" katanya, sambil mengetuk pintu kamar Junkyu dengan lebih keras.


Sepuluh detik berlalu. Namun masih tidak ada jawaban. Akhirnya Doyoung membuka pintu kamar Junkyu keras-keras. "Kak Jun─" Doyoung membulatkan mata begitu menyadari─tidak ada siapapun di kamar nomor 408 yang harusnya sedang Junkyu tempati ini.


Junkyu pergi.





























































































Suasana pemakaman Jihoon sama seperti suasana pemakaman-pemakaman lainnya. Sunyi. Pilu. Penuh duka.


Di tengah sedunya suasana, Jaehyuk sibuk berpikir keras. Junkyu belum keluar dari kamarnya dari kemarin. Jaehyuk khawatir.


Oh─Jaehyuk masih belum tahu kalau Junkyu pergi. Doyoung masih bungkam, dan hanya ia yang tahu perihal kepergian Junkyu.


Srek... srek...


Samar-samar, Jaehyuk mendengar suara dari belakangnya. Laki-laki itu merinding. Seperti ada yang meniup lehernya dari belakang.


Dengan hati-hati, Jaehyuk menoleh ke belakang. Namun tidak ada orang di belakangnya dalam radius dua meter. Jaehyuk mencoba mengabaikan perasaan tidak enaknya itu, kembali menoleh ke depan.


Beberapa menit berlalu. Jaehyuk berkeliling di sekitar pemakaman Jihoon, tidak mau mendengar suara tangisan karena dirinya juga masih sedih karena kepergian Asahi. Tadinya Jaehyuk pikir semuanya akan aman-aman saja setelah ia mengabaikan suara tadi, namun pikirannya langsung berubah begitu ia merasakan sepasang tangan mencekik lehernya dari belakang.


Jaehyuk tidak bisa bernapas, apalagi berbicara. Rasanya membuka mulut saja sukar. Jaehyuk memegangi tangan yang mencekiknya itu, berusaha melepas tangan itu dari lehernya.


Tapi tidak bisa.


"Kak Jaehyuk! Ke mana lo?" Jaehyuk mendengar suara Yedam dari kejauhan. Orang yang mencekik leher Jaehyuk rupanya juga mendengar, jadi ia melepaskan cekikannya dan berlari pergi.


Yedam baru saja menyelamatkan hidup Jaehyuk.


Jaehyuk menoleh ke belakang. Orang yang mencekiknya tadi itu masih terlihat, sedang berlari menjauh. Ia mengenakan masker dan pakaian serba hitam. Dari postur tubuhnya, Jaehyuk sudah bisa menebak-nebak kira-kira siapa laki-laki itu.


Jaehyuk membelalakkan mata sedetik setelahnya. "Kak Yoshi masih hidup?" ia bertanya-tanya.


"Kak Jaehyuk, ngapain di situ? Sini balik..." ujar Yedam. Jaehyuk mengangguk, lalu berjalan mengikuti Yedam, kembali ke keramaian.





























































































Jaehyuk menyipitkan matanya, lalu tersenyum lebar begitu melihat Kim Junkyu yang ia khawatirkan sejak tadi. "Eh, ada kak Junkyu!" katanya, menyapa.


Namun Junkyu malah pergi meninggalkannya.


Jaehyuk mengernyitkan dahi begitu menyadari kalau Junkyu menggunakan pakaian serba hitam;


Namun lebih kaget lagi begitu menyadari kalau semua orang di pemakaman Jihoon menggunakan pakaian serba hitam.


Namun memang harusnya begitu, kan? Mana ada orang memakai pakaian warna-warni di pemakaman?





























































































"Kak Junkyu enggak ada di kamar." Doyoung mengumumkan, di depan Jaehyuk, Yedam dan Haruto.


Jaehyuk, Yedam dan Haruto ketiganya membelalakkan mata. "Hah?" tanya mereka, kompak.


Doyoung mengangguk. "Iya. Dia kabur. Nomor telepon gue diblokir." jelasnya.


Jaehyuk, Yedam dan Haruto kompak membuka ponselnya, memeriksa nomor telepon Junkyu. Benar─mereka semua diblokir.


"Berarti Junkyu pelakunya ya?" tanya Jaehyuk.


Doyoung mengangguk. "Kayaknya sih gitu. Enggak tau. Bisa jadi." jawabnya, bertubi-tubi.


"Tadi, gue liat Junkyu di pemakaman..." ujar Jaehyuk lagi.


Doyoung membelalakkan mata. "Demi apa?" tanyanya, kaget.


"Kak Doy, kemaren kemaren kan lo bareng kak Junkyu terus. Itu kalian ngapain?" tanya Haruto, sambil menatap Doyoung penuh tanya.


"Tadinya kita mau cari tau pembunuhnya, terus mau kita laporin. Biar dapet uang. Uangnya dibagi setengah-setengah. Enggak dikit lho, uang imbalannya..." kata Doyoung.


Jaehyuk memutar bola mata. "Buat apaan? Lo kan uangnya udah banyak?"


Doyoung terkekeh kecil. "Lagi dihukum gara-gara nilainya kecil. Enggak dikasih uang jajan. Padahal gue butuh uang buat beli album Treasure the first step chapter dua." jawabnya jujur.


"Perlu... dilacak enggak?" tanya Yedam tiba-tiba.


Doyoung mengernyit. "Apanya?"


"Kak Junkyu."


Doyoung membulatkan mata. "Lo bisa ngelacak?!" tanyanya kaget.


Yedam menyeringai kecil, lalu mengangguk. "Gue kan Bang Yedam." jawabnya, pamer.


Haruto memutar bola mata. "Pantesan kak Jihoon bilang, lo pamer mulu." katanya.


Yedam tersenyum canggung, lalu mengambil laptopnya yang berada di atas nakas. Merek laptopnya, blackswan.


Setelahnya, Yedam membuka laptopnya, lalu pergi ke website x dan melacak lokasi ponsel Junkyu.


Yedam tidak berbohong─laki-laki itu benar-benar bisa melacak.


Yedam membulatkan mata begitu mendapat lokasi ponsel Junkyu. Ia lantas menatap ketiga laki-laki di belakangnya. "Gue udah nemu lokasinya,"


Jaehyuk mengernyit. "Di mana?"


"... di apartemen lama kita..."

















Empat chapter lagi ಥ‿ಥ

04th floor . treasure [✓]Where stories live. Discover now