[12] Ketenangan

57 9 26
                                    

***

Semua hal tak harus ditunjukkan, baik kebahagiaan maupun kesedihan.

***

Itu kan gebetannya Rigel, jadi dia kerja di Love Pizza.

Abyan perlahan berjalan ke arah gadis yang disukai oleh Rigel. Sahabatnya.

"Butuh bantuan, nggak?" tanya Abyan, membuat orang yang ada di depannya itu menoleh dan menghentikan aktivitasnya.

"Lo siapa?" tanya gadis itu, membuat Abyan tersenyum. Ia sekarang paham, pantas aja Rigel menyukai gadis itu.

"Abyan Adyasta. Sahabatnya Rigel Oceano, lo pasti kenal dia, kan?" kata Abyan dengan santai, "oh temannya Kakak kelas gila itu,"

"Sori, Kak. Gue nggak butuh bantuan. Terbiasa kerja sendiri, lebih baik Kakak pergi sebelum gue pukul pake spion Venyu."

"Oke. Nama lo siapa?" Lagi-lagi Abyan berusaha mengajak berbicara gadis itu, yang sudah sibuk memasukan beberapa box berisi Pizza ke kotak pengantar Pizza yang ada di jok motornya.

"Lovely Ayla Putri, panggil aja Vely. Jangan panggil Love, karena lo bukan pacar gue." Lovely menatap tajam Abyan.

"Oke. Thanks, gue duluan kalo lo emang beneran nggak butuh bantuan." Abyan melangkah pergi meninggalkan gadis itu.

"Dasar cowok gila! Nggak jauh beda sama Kak Rigel songong," gerutu Lovely.

***

Abyan duduk terdiam di salah satu bangku taman. Situasi malam sudah semakin larut, sehingga membuat suasana di sana sepi. Cowok itu sadar, ternyata tak hanya dirinya yang menyimpan luka. Ada banyak orang yang sama sepertinya, bahkan berusaha mengubah semua hal yang bisa membuatnya terluka lagi. Seperti gadis yang baru ia temui tadi, Lovely Ayla Putri. Abyan yakin, gadis pujaan hati salah satu sahabat terbaiknya itu menyimpan luka yang teramat dalam. Tidak berbeda dari dirinya, Lovely pintar menyimpan semua itu. Akan tetapi, Abyan bisa melihat dengan jelas luka yang teramat dalam dari mata Lovely saat menatap seorang laki-laki. Termasuk dirinya.

"Apa perlu kita menggunakan topeng buat nutupin luka yang kita rasakan?" gerutu Abyan, menatap langit malam penuh dengan bintang.

"Luka tidak seharusnya ditutupi, tapi perlu disembuhkan. Jika kita berusaha menutupi, justru akan semakin membekas," kata seseorang yang tanpa diduga sudah duduk di sebelah Abyan.

"Sok tahu banget sih lo, Pak?" kata Abyan, mendengkus kesal melihat kehadiran sahabatnya itu tanpa disangka-sangka.

"Bukan sok tahu, lo pasti tau gue gimana? Dari dulu gue udah terluka sebelum lo ngerasain rasa sakit itu, tapi nyokap gue selalu bilang luka itu harus diobatin biar hilang, bukan ditutup." Cowok itu tersenyum, sembari menepuk bahu Abyan.

Abyan sekarang ingat, bila sahabatnya itu memang sudah merasakan luka terlebih dahulu dari dirinya. Bukan luka yang sama. Namun, ia bisa merasakan betapa sakitnya rasa itu.

"Gue pengen kayak lo, tapi bukan pengen plagiat, ya. Karena kita berdua berbeda, tidak mungkin sama persis." Abyan mulai bisa tersenyum, ia juga harus kuat seperti cowok yang ada di dekatnya itu.

"Gue tahu, kita juga nggak kembar. Lagian kalaupun kembar juga nggak bisa sama persis," kata sahabat Abyan itu.

"Iya, kebiasaan banget lo selalu di taman tengah malam kayak gini. Cari apaan, sih?" tanya Abyan kepada cowok itu.

Sahabat Abyan itu tersenyum, "Ketenangan, karena kalo di tempat kayak gini biasanya tuh bikin hati kita adem."

"Gue juga tau lo habis ngobrol sama gebetannya Rigel, tadinya gue mau nyamperin kalian berdua. Tapi takut dikira orang ketiga." Cowok itu tanpa sadar tersenyum seperti meledek Abyan, "orang ketiga bukannya sekarang lagi tenar. Lo nggak mau nyoba, Pak?"

By Love [Re-Publish] [Completed] Where stories live. Discover now