[21] Genggaman

45 8 106
                                    

***

Aku akan selalu berada di dekatmu. Menjaga, melindungi, dan menggenggam tanganmu untuk meraih kebahagiaan.

***

Pagi hari, semua anggota keluar Hendra sudah berkumpul di meja makan. Namun, mereka belum memulai sarapan karena masih menunggu Ruby yang belum terlihat keluar dari kamarnya.

"Ruby belum keluar juga? Atau dia kecapean habis bantuin kamu semalem?" kata Hendra, sembari menatap Abyan.

"Mungkin dia bentar lagi turun, Pah. Tunggu aja," kata Abyan, menjawab pertanyaan Hendra dengan sopan. Dibarengi dengan senyum yang belakang ini terus terpancar dari bibir cowok itu.

Baru saja dibicarakan, orang yang dimaksud berjalan menuruni tangga. Semua mata menatapnya penuh kagum, mungkin karena penampilan gadis itu berubah sekarang.

"Maaf telat," kata Ruby, langsung duduk di samping Abyan, berhadapan dengan Zhafran.

"Nggak apa-apa, kacamata kamu kemana, sayang?" tanya Maya, sembari tersenyum.

"Pecah, Tan. Jadi, Ruby mutusin buat nggak pake kacamata lagi," kata Ruby, sedikit melirik ke arah Abyan yang sedang fokus menatap ponselnya.

Fokus banget liatin hape-nya. Pasti lagi chat sama Kak Rhea.

"Kirain kamu kecapean karena semalem bantuin Abyan, makanya telat bangun," kata Hendra.

"Nggak kok, Om. Ruby justru nggak ban-" kata Ruby, terpotong.

"Kita boleh langsung makan, kan? Abyan takut telat," kata Abyan.

"Ayo."

Saat Abyan ingin mengambil nasi dan lauk, Maya menahan tangan anaknya itu. Wanita paruh baya itu, yang beralih mengambilkan makan untuk Abyan.

"Makan yang banyak ya, sayang," kata Maya, tersenyum manis dan memberikan piring yang sudah berisi sarapan untuk Abyan.

"Makasih, Tante. Nggak perlu repot-repot, kayak gini." Abyan tersenyum, sembari menatap Ibu tirinya dengan tatapan sayang. Perhatian.

"Nggak apa-apa, saya senang direpotin sama kamu." Maya membalas tatapan anaknya, tersenyum sangat manis.

Hendra tersenyum, ia bahagia melihat keakraban yang terjalin antara Abyan dan Maya. Karena, selama ini mereka tidak pernah akur. Mungkin benar, waktu yang sudah mengubah Abyan menjadi anak yang bisa ia andalkan. Banggakan. Seperti dulu lagi, walaupun sekarang anak itu bukan lagi anak kecil. Namun, ia tetap mensyukuri dengan semua perubahan sikap Abyan yang kembali menjadi anak penurut dan ceria lagi.

"Kamu nanti berangkat pake mobil, ya? Sekalian ajak Ruby buat bareng berangkatnya," kata Hendra, menatap anaknya yang masih lahap menyantap sarapannya.

"Saya lebih suka naik motor, kapan-kapan aja pake mobilnya. Ruby biasanya berangkat diantar Kak Zhafran, kan?" balas Abyan, sembari menatap Zhafran dengan senyum yang tidak mudah diartikan itu senyuman apa.

"Hari ini Ruby bareng kamu, Zhafran sama Papa karena ada meeting," kata Hendra, Zhafran hanya diam, sedikit tersenyum kepada Papanya itu.

"Kak Abyan biasanya bareng Kak Rhea, nanti aku ganggu mereka. Dan, nggak mungkin kan naik motor bertiga?" kata Ruby, entah setan apa yang merasukinya sampai berbicara seperti itu.

"Rhea udah berangkat, dia piket," balas Abyan, dengan senyum kepada Ruby. Lalu, beralih menatap Zhafran.

Zhafran hanya bisa menghela napas, ia tahu sedari tadi Abyan sengaja menatap dan tersenyum ke arahnya seperti meledek.

By Love [Re-Publish] [Completed] Место, где живут истории. Откройте их для себя