Chapter 6

4.3K 313 3
                                    

Tindak bullying yang terjadi pada Agatha tadi sore, membuat bi Inah memanggil Dokter pribadi Agatha.

"Keadaan kamu masih kurang stabil, sebaiknya kamu beristirahat yang cukup, dan untuk indra pendengar kamu--pihak rumah sakit sudah kehabisan stok alat pendengar yang seperti punyamu dulu, untuk sementara-- kamu lebih baik membiasakan untuk tidak bergantung pada alat itu," jelas Arina tersenyum tenang, Dokter yang menangani masalah kesehatan Agatha sejak Agatha berusia 12 tahun. Arina pun sudah mengenal Agatha dekat, wanita yang sudah menginjak kepala 3 itu juga sudah menganggap Agatha sebagai anaknya sendiri.

Agatha sendiri juga merasa nyaman jika bersama Arina, namun ia juga tidak boleh terlalu lama bersama Arina , Dokter itu memiliki jadwal sibuk, dan juga sudah memiliki anak seusia nya. Agatha tidak ingin merusak kehidupan Arina dengan keluarganya.

Agatha menghela nafasnya pelan, ia sudah menduga jika stok alat yang bisa membuat pendengarannya serasa normal itu akan kosong. Ia tahu bahwa alat itu juga sulit untuk di cari karena produksinya yang sedikit.

"Kira-kira kapan alat itu ada?" tanya Agatha

"Dokter akan kabari kamu lagi, oh iya Dokter dengar minggu lalu kamu pindah sekolah ya?! Pindah kemana?" tanya Arina dengan senyum khas nya.

"Iya, Agatha pindah ke SM--"

Kalimat Agatha terpotong dengan suara dering ponsel.

"Sebentar ya," Arina pun mengambil ponsel nya dan menjawab panggilannya.

"Ya sus ada apa?" sahut Arina.

"..."

Arina tersenyum lembut pada Agatha "hmm, nanti saya akan kesana,"

Setelah telpon terputus, Arina menoleh "Agatha, Dokter minta ma--"

"Iya Dok, Agatha gapapa kok-- hehe," ucap Agatha memotong ucapan Arina, dengan diakhiri kekehan yang sedikit kikuk.

Sebenarnya Agatha sedikit sedih karena tidak dapat berbincang lama dengan Arina. Jujur saja ia bukan orang yang terbuka, namun setelah mengenal Arina, ia merasa nyaman, dan mulai terbuka. Arina seperti ibu baginya. Arina yang perhatian, lembut, baik dan ramah, membuat Agatha senang karena setidaknya ia merasakan hal yang telah lama ia rindukan dari sosok Mamanya.

Arina pun tergelak karena Agatha memotong ucapannya, namun tak lama ia tersenyum lembut. Ia paham jika Agatha sepertinya masih ingin berbicara dengannya. "Yasudah, Dokter minta maaf ya gak bisa nemenin kamu lebih lama. ada jadwal di RS lain soalnya,"

"Assalamualaikum," salam Arina dengan senyumnya.

Dengan terbata Agatha pun menjawab "W-wa-allai-kkum s-salam," setelah itu Arina keluar dari kamar Agatha setelah mengusap pucuk kepala Agatha lembut. Membuat gadis itu terpaku.

***

Keesokan harinya seperti biasa, gadis bermata cokelat itu bersiap untuk pergi ke Sekolah. Namun yang tak biasa adalah raut wajahnya yang terlihat sedikit gelisah?

Ya, ia gelisah, memikirkan saat sampai di sekolah nanti, ia takut suara keramaian disekolah membuat telinga nya sakit dan menimbulkan efek buruk padanya. Namun perkataan Arina kemarin seolah terngiang di kepala nya "kamu lebih baik membiasakan untuk tidak bergantung pada alat itu,"

Baiklah untuk sementara ia harus terbiasa dengan tidak bergantung pada alat itu. Atau lebih baik kalau selamanya ia tak bergantung dengan alat itu.

.

Sesampainya ia di sekolah, bisik-bisik pun terdengar, jika menurut Agatha itu bukanlah bisikan, melainkan ucapan yang sangat lantang.

"Sumpah ya, gue denger-denger Sarah sama Gavin di skors, gara-gara berduaan di lab Ipa yang udah lama ga di pake itu,"

ICE GIRL (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang