Chapter 27 : Stay

400 97 1
                                    

Seperti remaja-remaja yang sedang mabuk cinta pada umumnya, Irene dan Chandra pun sering kali pergi untuk menghabiskan waktu mereka berdua seperti nonton bioskop bersama, makan di luar bersama, atau kadang jogging pagi bersama.

Chandra sangat menikmati waktunya bersama Irene, kapanpun dan di manapun. Dan juga ini pertama kalinya bagi Chandra merasakan cinta yang tulus, baik itu dari dirinya atau Irene karena biasanya Chandra hanya bermain-main dengan perasaan cewek.

Saat ini mereka sedang berada di salah satu taman wisata yang ada di kawasan Jakarta, Chandra sedari tadi terus mengenggam tangan Irene, seakan-akan kalau dia lepas maka Irene akan terbang terbawa angin.

"Enak ya, beneran dingin banget tau kamu yakin nggak mau pake jaket?" tanya Chandra melihat Irene yang hanya memakai baju lengan pendek dengan celana levis berbedan jauh dengan Chandra yang memakai hoodie tebal tapi masih membawa jaket yang dia sampirkan di pundaknya sendiri.

Irene menggeleng dan mengangkat tangan mereka, "Udah hangat dari sini." katanya lalu tertawa pelan. Chandra ikut tertawa dan terus melangkah mengitari taman sambil terus bercerita tentang satu sama lain.

"Aku, nggak  berhubungan baik sama papah aku, bisa dibilang kita kayak musuhan gitu." Kata Chandra ketika dia ditanyakan bagaimana tentang hubungan keluarganya.

"Kenapa bisa? Pasti ada alasannya kan?"

Chandra menghela nafas, sejujurnya ini pertama kalinya dia menceritakan semua hidupnya kepada seorang perempuan, biasanya Chandra hanya bisa bercerita dengan Raka, Bima atau Vino tidak ada selain mereka, namun kali ini Chandra tidak cuma memiliki Rama, Bima, dan Vino, dia memiliki orang lain yang tak kalah pentingnya yang bernama Irene.

"Hm, bisa dibilang karena kita jauh? Papah sama mamah sering banget kerja nggak tau waktu dan pada akhirnya aku cuma dirawat sama bibi lagi, dan bibi lagi. Rumah kita itu seakan bukan rumah, kayak tempat singgah doang buat mereka. Untungnya nenek aku pernah kasih hadiak apartemen pas aku ulang tahun ke lima belas, yaudah aku tinggal di sana aja."

Irene melihat Chandra yang mengatakan itu sambil sesekali tersenyum dan tertawa pelan, Irene tau kalau cerita itu sangat berat untuk Chandra katakan padanya dan tawa serta senyum yang dia keluarkan hanyalah pertahanan diri untuk menutupi dirinya yang sedang merasa sedih.

Irene menghentikan langkahnya dan melepaskan genggaman mereka dan mengusap kepala Chandra pelan lalu sesudah itu tersenyum dan menurunkan tangannya, "Mau coba buat selesaiin semuanya? Masalah kalau dihindarin  terus nggak ada kelarnya Chan."

"Aku mau, tapi aku nggak tau harus kayak gimana."

Irene terdiam sebentar dan mulai memikirkan bagaimana Chandra bisa berbaikan lagi dengan ayahnya dan menjalani hidup normal layaknya anak biasa di luar sana. Irene tidak pernah merasakan apa yang Chandra rasakan, karena dia bisa dibilang sangat dekat dengan ayahnya dan Irene sedikit bingung bagaimana dia akan membantu Chandra.

"Rumah kamu jauh dari apartemen kamu?"

"Lumayan."

"Kapan terakhir kali ke sana?"

"Dua tahun lalu?" Chandra menjawab namun agak tidak yakin dengan jawabannya sendiri karena sudah cukup lama dia tidak menginjakkan kakinya lagi di rumah itu.

"Gimana kalau besok sepulang sekolah kamu ke sana?"

"Ke rumah?"

Irene mengangguk namun Chandra langsung menggeleng, "Nggak secepat itu Ren,"

"Lebih cepat lebih baik Chan, kamu sendiri kan yang bilang kalau kamu emang pengen baikkan?" Chandra terdiam dan kemudian mengangguk. "Oke, aku setuju." katanya membuat senyuman Irene mengembang.

Mereka kembali melangkah bersama dan Chandra kembali membawa tangan Irene ke dalam genggamannya. "Aku bakal dukung kamu besok, kamu harus semangat."

"Kayak aku mau masuk lomba aja ya." Kekeh Chandra dan Irene hanya bisa tertawa. Mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka dengan saling bercerita dan sesekali tertawa bersama.

Sampai akhirnya waktu mereka sudah habis dan Irene harus pulang ke rumahnya karena memang sudah pukul sembilan malam. Dengan senang hati Chandra mengantarkan Irene pulang dengan motornya.

Bahkan saat perjalanan pulang pun mereka masih terus bercerita dan tertawa bersama, selalu ada obrolan baru diantara mereaka, Chandra pun merasa sangat nyaman ketika dia berada di dekat Irene.

***

Irene masuk ke dalam kamarnya dengan perasaan yang sangat gembira, bagaimana tidak gembira kalau hari ini saja dia bisa jalan dengan Chandra dan menikmati waktunya bersama. Irene merebahkan dirinya di atas kasur dan menghela nafas lelah, tubuhnya ini memang sudah rindu dengan kasur.

Saat hendak memejamkan matanya ayah Irene masuk secara tiba-tiba ke dalam kamarnya membuat Irene terkejut dan sontak duduk tegak di atas kasur melihat wajah Rehan yang sepertinya sedang lesuh.

"Ayah kenapa?"

"Bisa ayah bicara sama kamu sebentar sayang?"

Irene terdiam dan kemudian menjawab ayahnya dengan anggukan. "Temui ayah di ruang kerja ayah ya, ada yang mau ayah bicarain sama kamu." Ujar Rehan lalu segera melangkah meninggalkan kamar Irene dengan wajah lelah.

Irene termenung sebentar, kenapa ada sesuatu yang tak enak di dalam hatinya, kenapa ada sesuatu yang menjanggal saat ayahnya datang dan bilang kalau mereka akan bicara secara empat mata. Terakhir kali ayahnya seperti ini dan meminta mereka bicara empat mata tentang dirinya yang dijodohkan dengan Rama.

Kali ini, hal apa yang akan menanti Irene?

Irene masuk ke dalam ruang kerja ayahnya dan melihat ayahnya yang sedang memijat batang hidungnya dan berkali-kali menghela nafas dengan berat, seperti ada sesuatu tak mengenakkan yang terjadi

"Ada apa yah?" Tanya Irene seraya menutup pintu ruang kerja ayahnya dan mendekat, menarik kursi di hadapan ayahnya dan menatap ayahnya lekat-lekat.

"Irene, ayah mau ngomong serius."

"Iya Irene tau, ayah mau ngomong apa?"

Rehan kembali menghela nafas tapi kali ini tatapannya tertuju pada putri satu-satunya, menatap Irene penuh dengan kesedihan dan itu membuat Irene merasa sangat tak nyaman.

"Ayah?"

"Kita harus pindah ke London."

"Apa?" Irene menyahut spontan takut kalau dia salah dengar atau bagaimana.

"Kita harus pindah ke London." Ulang ayahnya dan itu membuat Irene langsung membeku.

Lima kata yang membuat Irene ingin berteriak saat itu juga, mereka akan ke London dan pindah dari Jakarta?

"Ayah serius?"

"Iya sayang."

Irene terdiam sesaat merasa ingin menangis saat itu juga. Tentu saja dia tidak mau pergi ke London karena sudah terlalu banyak kenangan indah di negara ini dan Irene sangat menyukainya.

Namun, melihat ayahnya yang bersikap seperti sekarang membuat Irene merasa bahwa dia harus ke London dan meninggalkan Jakarta. Yang artinya dia juga akan meninggalkan Chandra.

***

Halooo semuanyaa gimna chapter ini? Jujur aja ini lagi buntu banget:" Maafkan kalau ada kata-kata yang nggak sesuai atau gimana.

Oh ya jangan lupa untuk follow akun instagram aku @sentence.ofsal untuk tau info tentang semua cerita aku yaa, makasih banyak semua nya:)

Gebetan (Crush) [COMPLETED]Where stories live. Discover now