Epilog

236 13 2
                                    

Alcan menatap cemas ke arah Ester yang sedang menyiapkan sarapan untuknya. Entah kenapa hari ini perasaan Alcan terasa sangat kalut.

"Kenapa sih, Mas?" tanya Ester setelah meletakkan sepiring nasi goreng di hadapan Alcan.

"Apa aku gak usah kerja aja hari ini?" tanya Alcan.

"Aku tau kamu lagi banyak pasien, kenapa harus gak masuk coba?"

"Aku khawatir sama kamu."

Ester tersenyum sambil menatap Alcan yang ada di hadapannya. Entah apa yang dikhawatirkan Alcan, rasanya selama ia hamil baik-baik saja dan tidak pernah terjadi hal yang tidak diinginkan. Hanya saja saat pertama kali Ester diketahui sedang mengandung, ia sering mengalami morning sick dan di bulan-bulan berikutnya Ester sering ngidam, hanya itu tidak ada yang aneh.

"Aku baik-baik aja, apa yang harus dikhawatirin coba?" Ester terkekeh.

"Kalau kamu lahiran hari ini gimana?"

"Ini masih awal bulan, dokter kandungan kan bilang akhir-akhir bulan, Mas."

"Kamu lupa kalau aku juga dokter, meskipun dokter bedah tapi aku tau sedikit tentang kelahiran."

Ester hanya mengangguk tanpa menghilangkan senyumnya. Ester mencoba untuk meyakinkan Alcan bahwa ia baik-baik saja dan belum saatnya untuk melahirkan, lagi pula Ester belum nerasakan tanda-tanda ingin melahirkan. Dokter kandungan yang menangani Ester pun mengatakan lebih baik Ester bersiap sehari sebelum tanggal prediksi melahirkan.

Akhirnya setelah mengalami perdebatan kecil Alcan mengalah dan lebih memilih untuk pergi bekerja, Ester tidak mau mempunyai suami seorang dokter yang mengabaikan para pasiennya hanya demi keluarga, bukan kah seorang dokter sudah seharusnya mementingkan pasien di atas segala kepentingan lainnya? Ya, memang seharusnya seperti itu, tetapi bukan berarti keluarga dinomor-duakan.

Setengah jam setelah Alcan pergi bel rumah berbunyi menandakan ada tanu yang datang. Ester yang tengah menikmati teh hangatnya pun bangkit dan berjalan menuju pintu rumah.

Saat pintu rumah terbuka Ester dapat melihat Aura dan Indah datang bersamaan sambil tersenyum.

"Mama sama Ibu berangkat bareng?" tanya Ester setelah mempersilakan kedua mertuanya itu untuk duduk di sofa.

"Iya, tadi Alcan nelfon Mama buat jempun Aura dan disurug bareng-bareng ke rumah kamu," jawab Indah.

"Alcan nyuruh Mama sama Ibu?"

Kali ini Aura yang menjawab. "Iya, katanya dia khawatir sama kamu takut kamu tiba-tiba melahirkan."

"Mama kamu juga katanya mau ke sini nanti."

Ester hanya menggeleng sambil terkekeh.

Selanjutnya Ester menghabiskan waktu bersama kedua mertua dan mamanya yang benar-benar datang. Segala macam mereka bicarakan mulai dari menebak-nebak jenis kelamin anak Ester, karena Ester dan Alcan tidak mau tahu dulu jenis kelamin anak mereka katanya biar menjadi kejutan,  sampai nama yang cocok untuk calon anak Ester dan Alcan.

Hingga sore pun tiba, Ester sedang berada di kamar baru bangun dari tidur siangnya karena tadi para ibu menyuruhnya untuk beristirahat.

Baru saja ingin beranjak ke kamar mandi tiba-tiba Ester merasakan perutnya keram dan terasa sangat sakit.

Ester berteriak memanggil kedua mertua dan mamanya untuk meminta tolong. Dengan sigap Indah, Aura, dan Mama Ester datang dan langsung membawa Ester menuju rumah sakit. Masalah keperluan mereka sudah menyiapkannya dan tinggal membawanya saja. Tak lupa Aura menghubungi Alcan bahwa Ester akan melahirkan.

***

Ester masih berjuang untuk melahirkan anaknya dengan Alcan, ia terus mengejan sambil menarik-membuang napas sesuai dengan instruksi dokter. Alcan dengan setia berada di sampingnya, menggenggan erat tangan Ester dan mengabaikan rada sakit di punggung tangannya karena tancapan kuku Ester karena bagi Alcan rasa sakit yang sedang Ester rasakan.

Akhirnya setelah hampir dua jam berjuang, suara tangisan bayi terdengar begitu nyaring dalam ruangan.

"Selamat Pak, Bu, anaknya laki-laki." Dokter langsung menyerahkan bayi baru lahir itu kepada perawat untuk dibersihkan.

Alcan menatap Ester dengan penuh cinta di kedua matanya, ia tersenyum sambil mengelap keringat yang bercucuran pada dahi Ester lalu mengecupnya lama.

"Terima kasih, terima kasih kamu udah berjuang buat melahirkan anak kita. Aku janji akan selalu menjaga, menyanyangi, mencintai kalian, sekali lagi terima kasih, Sayang. I love you," kata Alcan sambil menatap Ester.

"I love you more," jawab Ester dengan suara lemahnya.

Setelah itu perawat menyerahkan bayi mungil yang baru lahir kepada Alcan untuk digendongnya.

Alcan tersenyum melihat putranya yang sudah tidak menangis dan sekarang sedang memejamkan matanya. Setelah puas memandangi wajah sang anak, Alcan menyerahkannya pada Ester untuk disusui.

Kedua orang tua Alcan dan Ester pun sudah berada di kamar rawat Ester, mereka tidak sabar untuk melihat cucu pertama mereka.

"Waaahh cucu Oma ganteng banget," ucap Indah dengan sangat antusias membuat semua orang yang berada di ruangan itu terkekeh.

"Ihh, licik," celetuk Ester sambil menyusui anaknya.

"Hmm, licik apa?" tanya Alcan yang duduk di atas ranjang rumah sakit bersebelahan dengan Ester.

Ester mendongak untuk melihat Alcan. "Masa anak kita dominan sama kamu, liat! Dari wajah sampai hidung cetakan kamu semua."

Alcan terkekeh lalu mengecup pelipis Ester. "Bibirnya mirip kamu kok."

"Bibir doang," sahut Ester dengan bibir yang mengerucut.

"Oh iya, kamu mau namain anak kamu siapa, Can?" tanya Aura.

"Angkasa Devano Prasaja," jawab Alcan dengan lantang sambil tersenyum menatap anaknya yang berada dalam gendongan Ester.

Inilah kebahagiaannya, memiliki keluarga kecil yang sederhana, tetapi dilengkapi kebahagiaan di dalamnya. Alcan dan Ester tahu ini bukan akhir dari segalanya, tetapi awal dari segala perjalanan hidup mereka. Suatu saat pasti ada badai pasang surut yang akan menerpa keluarga mereka, tetapi Alcan dan Ester berjanji untuk selalu bergandengan tangan dan melawan badai yang akan datang.

****

Ini dia akhirnya, gimana? Seru? Atau makin gak jelas? Hehehe.

Aku tahu cerita aku masih jauh dibanding sama cerita yang lain, but I hope you're guys like it. 😊😊

Oh iya, silakan mampir ke cerita aku yang lain yaaa^^. Dijamin gak akan kalah seru dari cerita Alcan dan Ester. Papay

Chance [End]Where stories live. Discover now