Bagian 18

586 44 0
                                    

Tidak pernah terlintas di benak Ester bahwa Alcan akan memintanya untuk menjadi kekasih cowok itu. Bukan, bukannya Ester tidak mau menjadi pacar Alcan hanya saja Ester tidak pernah berpikir jika Alcan menembaknya dengan cara yang begitu romantis. Disaksikan ratusan mahasiswa dan termasuk dosen dari berbagai fakultas.

Bukan hanya Ester yang tidak percaya dengan tindakan Alcan, semua orang yang mengenal Alcan pun sampai tidak percaya jika ternyata cowok yang dikenal cuek dan dingin itu akan melakukan hal yang sangat romantis. Bahkan beberapa perempuan yang menyaksikan itu merasa iri.

"Ciiieee yang udah jadian," ujar Clara menggoda Ester sambil menyenggol lengan gadis itu.

"Jangan lupa pajak jadiannya, ya," kata Vero melirik Ester yang salah tingkah dan Alcan yang hanya memasang wajah datarnya seperti biasa.

Dari kejauhan terlihat Leo dan Ricky yang berlari menghampiri Ester, Clara, Vero, dan Alcan. Lalu mereka berdua langsung memeluk Alcan bersamaan membuat Alcan hampir terjungkal jika tidak bisa menahannya.

"Selamat ya, Bro! Gue gak nyangka lo bisa nyatain perasaan lo di depan banyak orang," ucap Leo setelah melepaskan pelukannya.

"Yoi, gue salut sama keberanian lo!" sahut Ricky.

Menurut Ricky tindakan Alcan adalah suatu tindakan yang cukup berani karena masih banyak laki-laki yang tidak berani menyatakan perasaannya apalagi di depan banyak orang seperti yang Alcan lakukan.

"Kapan traktiran, nih?" tanya Leo menaik-turunkan alisnya sambil menatap Alcan.

Alcan membalasnya dengan tatapan datar dan Leo langsung mengalihkan tatapannya ke arah Clara yang kebetulan saat itu tengah menatap dirinya.

"Hallo!" sapa Leo sambil tersenyum.

Clara menautkan kedua aslisnya saat melihat Leo tersenyum ke arahnya. Takut jika sapaan dan senyum itu bukan ditujukan untuknya, Clara melirik ke arah belakangnya.

"Gue senyum ke lo, cewek yang pake baju warna pink," celetuk Leo membuat Clara kembali menatapnya.

"Ohh," gumam Clara cuek, setelah itu pergi begitu saja. Leo yang melihatnya dibuat ternganga.

Leo pikir tadi Clara menatapnya karena tertarik dengan dirinya, setelah ditatap balik dan disapa gadis itu malah pergi begitu saja.

Ricky terkekeh melihat temannya itu. "Makannya kalau modus itu harus main halus," katanya.

"Gue bukan lo yang main modus gitu aja, gue cuma nyapa," balas Leo, lalu sama seperti Clara tadi pergi begitu saja.

Ester dan Vero hanya terkekeh melihat tingkah temannya dan teman Alcan, sementara Alcan sendiri hanya tersenyum tipis.

***

Setelah acara puncak selesai, mereka membubarkan diri dari kampus. Alcan dan Ester tengah berjalan beriringan setelah mereka keluar dari salah satu gedung yang digunakan untuk evaluasi. Tak hanya evaluasi, para panitia juga diberi penghargaan berupa sertifikat dari dosen.

"Mau langsung pulang?" tanya Alcan melirik ke arah Ester yang tingginya ternyata hanya sebatas pundak Alcan.

"Hmm ... emangnya mau ke mana?" kata Ester balik bertanya.

"Makan?"

"Boleh."

Mereka pun memutuskan untuk mencari makan terlebih dahulu mengisi perut mereka yang sudah keroncongan sejak tadi.

Ester tidak bisa berhenti tersenyum sejak tadi, mengingat dirinya sekarang sudah menjadi pacar dari seorang mahasiswa yang dikenal cuek dan dingin di seluruh kampus. Selain itu yang membuat Ester tersenyum terus juga saat melihat tangan Alcan yang tidak melepaskan genggaman tangannya. Rasanya genggaman tangan Alcan sangat pas di tangannya dan terasa hangat meskipun Alcan orangnya dingin.

Setelah sampai di parkiran Alcan segera menaiki motornya diikuti Ester, lalu Alcan segera tancap gas menuju salah satu kafe langganannya.

***

Leo baru saja sampai di rumahnya yang hari ini sangat sepi. Papanya sudah pasti sedang bekerja dan mamanya tadi pagi izin untuk pergi ke rumah neneknya yang sedang sakit. Itu artinya di rumah hanya ada dirinya dan juga adiknya.

Namun, keadaan rumah yang sepi tidak meyakinkan Leo bahwa adik satu-satunya itu berada di rumah saat ini.

Untuk memastikan Leo pun berjalan menaiki setiap anak tangga menuju kamar Lia. Sejak kejadian tempo hari saat Lia dikejar-kejar oleh preman, Leo menjadi was-was dan ia menjadi lebih protektif terhadap Lia. Untungnya Lia tidak mengalami trauma dari kejadian itu dan Leo sangat bersyukur.

"Lia," panggil Leo sambil mengetuk pintu kamar Lia.

Tidak menunggu waktu lama, Lia pun membukakan pintu. Leo bisa bernapas lega katena adiknya baik-baik saja.

"Kenapa, Bang?" tanya Lia dengan mulut yang penuh dengan makanan. Anak itu sedang ngemil di kamarnya ternyata.

Leo tidak menjawab, ia hanya memandangi wajah adiknya. Seketika Leo ingat tadi Alcan sudah menyatakan perasaannya kepada Ester dan Leo juga ingat jika adiknya itu menyimpan perasaan untuk Alcan.

Tenang saja Leo tidak akan menjadi pemain antagonis seperti di sinetron dengan peran yang pura-pura senang saat temannya jadian dan di belakang merencanakan hal jahat agar adiknya bisa bersama cowok yang disukanya. Tidak, Leo tidak akan melakukan hal itu.

"Boleh ngobrol?" tanya Leo.

Lia menatap kakaknya itu dengan bingung, tumben sekali Leo meminta izin lebih dulu untuk berbicara dengannya karena biasanya Leo akan langsung berbicara tanpa harus izin.

Setelah Lia setuju dan Leo sudah membersihkan diri, kedua kaka beradik itu memilih untuk berbicara di ruang keluarga sambil menonton televisi dengan camilan di hadapan mereka.

"Mau ngomong apa, Bang?" tanya Lia karena sudah hampir lima belas menit Leo belum juga berbicara.

Sebenarnya Leo ragu untuk membicarakan hal ini, tetapi ia harus membicarakannya dengan Lia.

"Gue minta, hilangin rasa lo buat Alcan," ujar Leo yang berhasil membuat Lia menghentikan kunyahannya.

"Kenapa?" Lia menoleh menatap Leo dengan kedua alis yang bertaut.

Dilihat dari ekspresinya, Leo berpikir Lia pasti akan marah dan menyerangnya seperti biasa dengan kemampuan bela diri gadis itu.

"Dia udah jadian sama cewek tadi," jawab Leo.

"Ohhh."

Leo terkejut, sangat terkejut melihat respons Lia seperti itu. Dengan santainya Lia kembali mengunyah camilan sambil menatap televisi.

"Lo enggak kecewa gitu?" tanya Leo saking penasarannya.

"Ngapain, lagian gue udah gak suka sama Kak Alcan," ujar Lia dengan santai.

Oke, sudah dua kali Leo terkejut dengan sikap adiknya itu. Leo pikir Lia akan menangis dan galau gara-gara cowok idamannya sudah memiliki pacar, tapi nyatanya tidak seperti itu. Harusnya Leo bersyukur Lia tidak seperti itu.

"Kenapa? Eh-maksud gue, beneran lo udah gak suka sama Alcan?"

Lia terkekeh menatap kakaknya yang terlihat kebingungan. Dengan mantap Lia menganggukkan kepalanya. Memang dulu ia menyukai teman dari kakaknya itu karena wajahnya yang tampan dan ekspresinya yang kaku membuat Lia penasaran dengan sosok Alcan.

Namun, setelah melihat perlakuan Alcan saat dirinya tidak sengaja mengunjungi rumah cowok itu membuat Lia mengetahui jika Alcan benar-benar tak tersentuh, maka dari itu lebih baik Lia mundur karena perasaan Lia kepada Alcan hanya sekadar perasaan mengagumi saja.

Sementara Leo menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan hati adiknya itu. Leo kira perasaan seorang cewek tidak bisa semudah itu hilang, tetapi adiknya memang berbeda.

Bersambung ....

Chance [End]Where stories live. Discover now