Bagian 4

1.4K 100 0
                                    

Heyho! Budayakan vote sebelum membaca 🙄

Don't be silent readers please 😢

***

Ricky terus tertawa saat mendengar cerita dari Leo dan melihat wajah cowok itu terdapat lebam berwarna biru keunguan di pipi kirinya. Leo baru saja menceritakan bagaimana kejadian yang menyebabkan pipinya menjadi lebam itu, bukannya mendapat simpati dari teman-temannya malah mendapat tertawaan terutama Ricky yang paling keras tertawa.

"Cemen lu sama cewek aja kalah," ucap Ricky yang masih belum bisa menghentikan tawanya.

"Bukan kalah, gue cuma ngalah," balas Leo membantah bahwa dirinya kalah tarung dengan adik perempuannya.

"Ngalah apa takut lo, Le?" tanya Gilang yang baru saja keluar dari dalam warung sambil membawa sepiring nasi beserta lauk pauknya.

Pagi ini Alcan, Leo, Ricky, dan Gilang sedang berada di warung pak Aheng yang biasa mereka singgahi bersama para anggota Mahatuy bila ada waktu. Karena mereka berempat pagi ini tidak ada kelas maka mereka memilih untuk menunggu kelas di siang hari nanti di warung ini.

Sementara anggota Mahatuy yang lain kemungkinan sebagian berada di kampusnya masing-masing dan sebagian lagi berada di rumah atau entah di mana, sehingga warung pak Aheng ini tak seramai biasanya.

"Lo pada bayangin deh kalau gue bales mukul Lia, yang ada gue dicoret dari kartu keluarga," kata Leo. "Lagian ini semua gara-gara lo, Can."

"Gue?" tanya Alcan yang sedari tadi hanya diam, seperti biasa berbicara dengan nada datar dan hampir tak berekspresi.

"Kenapa lo jadi nyalahin Alcan?" sahut Ricky tak terima jika Leo menyalahkan Alcan atas semua perkara yang terjadi antara Leo dan adiknya itu.

"Kalau Lia enggak suka sama Alcan, gue gak bakalan kayak gini," bantah Leo.

"Alcan kagak tau apa-apa kali, kalau adek lo suka sama Alcan ya wajarlah kan Alcan cakep."

"Setuju gue sama Gilang, kalau iri bilang, Boss!"

"Berisik lo Ky, Lang, bukannya kasian sama gue malah ngeledek."

Berakhirlah adu mulut antara Leo, Ricky, dan Gilang, sementara Alcan yang raganya masih berada bersama ketiga temannya itu, sama sekali tidak peduli dan lebih memilih untuk terus menatap ponselnya padahal nama Alcan terseret di setiap adu mulut ketiga temannya itu.

"Permisi."

Suara seorang perempuan yang begitu lembut membuat Leo, Ricky, dan Gilang yang tadinya adu mulut menjadi diam seketika, mereka sama-sama menengok ke arah sumber suara termasuk Alcan.

"Iya, Neng, mau beli apa?" tanya pak Aheng selaku pemilik warung. Jarang sekali ada pelanggan perempuan yang datang ke warungnya, hal itu membuat pak Aheng merasa sedikit senang apalagi jika perempuan yang datang ke warung secantik gadis ini.

"Hmm ... sa-saya mau beli air mineral, Pak, ada?" tanya gadis itu agak gugup karena keempat laki-laki didekatnya sedang bersamaan menatap ke arahnya.

"Ada atuh, tunggu sebentar ya, Neng." Pak Aheng pun kembali masuk ke warungnya untuk mengambilkan sebotol air mineral.

"Lo anak Nusantara, 'kan?" tanya Leo tiba-tiba membuat gadis itu sedikit tersentak.

"I-iya," jawab gadis itu.

Leo mengangguk, lalu kembali berbicara, "Pantesan wajah lo enggak asing."

"Fakultas mana lo?" Kali ini Ricky yang bertanya.

Chance [End]Onde histórias criam vida. Descubra agora