Bagian 17

886 62 6
                                    

Leo segera menghentikan motornya dan segera berlari menuju pintu rumah Alcan yang sudah berada di depan matanya. Jujur saja Leo merasa sangat khawatir ketika Lia-adik perempuannya-tidak pulang ke rumah. Leo tidak tahu kenapa adiknya bisa sampai tidak pulang, tetapi yang lebih penting sekarang ia sudah tahu keberadaan adiknya.

Pintu berwarna coklat itu terbuka ketika Leo menekan belnya, sosok Alcan keluar dengan wajah datarnya. Memang ekspresi Alcan yang seperti itu bukan karena Alcan sedang marah pada Leo karena membiarkan adiknya datang ke rumah Alcan.

Leo langsung menemukan Lia yang masih terduduk di salah satu sofa dan ia langsung memeluk adiknya itu.

"Kenapa lo bisa di sini, sih?" tanya Leo setelah melepaskan pelukannya.

Lia tidak langsung menjawab, ia menatap wajah Leo yang terlihat sangat khawatir.

"Maafin Lia, Bang," gumam Lia yang masih bisa didengar oleh Leo.

Leo menautkan kedua alisnya bingung, untuk apa adiknya itu meminta maaf. Baru saja Leo akan bertanya, Lia dengan tiba-tiba memeluknya dengan erat dan menangis kembali.

"Maaf udah bikin Abang khawatir," ucap Lia di tengah tangisnya. Leo menepuk-nepuk punggung adiknya, berharap itu bisa menenangkan Lia.

Sementara Alcan sebagai tuan rumah hanya menatap interaksi kakak-beradik itu. Setelah itu Alcan pergi ke dapur untuk mengambilkan Leo segelas air, siapa tahu Leo membutuhkannya.

Setelah Lia merasa tenang, Leo pun menanyakan mengapa Lia bisa ada di rumah Alcan dan tidak pulang ke rumah sehingga membuat orang tuanya khawatr termasuk Leo sendiri.

Akhirnya Lia menceritakan apa yang telah terjadi pada dirinya, tadi saat pulang sekolah Lia berjalan sendirian sambil menunggu angkutan umum yang lewat. Sekolah Lia memang jarang dilalui angkutan umum pada sore menjelang malam. Lia terpaksa pulang dari sekolah menjelang magrib karena ada beberapa urusan dengan pelatih karatenya, Lia memang mengikuti ekstrakulikuler karate di sekolah.

Lia terus berjalan sendiri karena angkutan umum tidak ada satupun yang lewat, sampai akhirnya Lia melewati gang sempit yang diperkirakan adalah jalan pintas untuk sampai ke rumahnya.

Ternyara nasib buruk menghampiri Lia saat melewati gang sempit dan sepi itu. Lia bertemu dengan lima orang preman dengan badan besar. Lia memang ahli dalam hal bela diri karena ia mengikuti karate di sekolah, tetapi Lia tetap perempuan yang tenaganya pasti akan kalah jika melawan lima orang laki-laki dengan badan besar.

Lia memilih untuk melarikan diri dan hampir saja tertangkap oleh salah satu dari preman itu. Sampai akhirnya Lia melihat Alcan yang masuk ke sebuah rumah dan saat itulah Lia tahu bahwa itu rumah Alcan.

"Jadi gitu, Bang," ujar Lia mengakhiri ceritanya.

Leo mengusap wajahnya kasar, ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika adiknya benar-benar tertangkap oleh para preman itu. Pikiran negatif memenuhi kepala Leo jika hal itu benar terjadi,

"Lain kali kalau lo pulang sekolahnya malem, telfon gue aja," ucap Leo yang diangguki oleh Lia.

Leo dan Lia pun berpamtian kepada Alcan karena hari semakin malam dan tidak lupa mereka mengucapkan terimakasih kepada Alcan.

***

Hari semakin cepat berlalu sangat tidak berasa bagi sebagian orang termasuk para panitia Universitas Nusantara yang hari ini adalah hari terakhir mereka melaksanakan tugasnya sebagai panitia yang mengadakan event tahunan kampus.

Di atas panggung seorang artis ternama sedang menyanyikan lagu andalannya, banyak mahasiswa Universitas Nusantara yang ikut bernanyi dan bahkan terbawa suasana oleh lagu itu.

Chance [End]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora