𝟐𝟔. 𝐑𝐞𝐧𝐜𝐚𝐧𝐚

735 104 5
                                    

3rd PoV

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

3rd PoV

Empat anak sedang duduk berhadapan di meja yang terletak di sudut cafe. Sebuah tempat yang strategis untuk membahas sesuatu secara pribadi.

Dhimas menatap Vero, Diandra, dan Afzal secara bergantian. Dia menyeruput pelan es jeruknya.

“Jadi... bisa tolong kasih tau gue kita lagi ngapain disini sekarang...? Gue ntar magrib ada acara,” ujar Dhimas mulai bosan sama tiga sejoli yang dari tadi diem gak ada pembicaraan.

Tau gitu gue gak setuju ikut kesini, buang waktu aja, pikirnya dalam hati.

Tuk.

Vero meletakkan gelas es vanilla lattenya. “Gue punya rencana. Sesuai kata Rafan di grup, entah kita bisa percaya omongannya atau nggak, tapi gue harap kalian setuju sama gue.”

“Gak usah berbelit, langsung aja ke intinya, Kak.” Dimas kembali mencomot kentang goreng.

“Oke. Gue mau kalian bertiga bantu gue lindungin Mika dari Andra dan... Selin? Shelly? Sherly?”

“Sherlin,” Diandra membenarkan.

“Iya itu deh. Gimana menurut kalian? Kalian semua tau kan kasus dia dulu yang pernah melecehkan anak Ips sampe anak itu keluar sementara Andra nggak di DO karena bukti yang kurang. Gue gak mau Mika jadi korban dia selanjutnya.”

Diandra membuka suara. “Ini udah minggu keempat. Mika... selalu bantu gue disaat gue susah belajar. Kami pernah ketemu di perpus. Dia juga bantu gue ngerjakan soal-soal diluar materi belajar bareng kita.”

“Tumben lo bicaranya panjang?” tanya Dhimas tapi dicuekin.

Afzal mengangguk pelan. “Mika juga kadang bantu gue naikin level. Bahkan sampai masuk peringkat seratus besar top global.”

Duk.

Vero menendang kaki Afzal dari bawah meja. “Tch. Bukan waktunya bahas game, Afzal...”

Afzal yang menahan nyeri balas menendang pelan,“Tapi bener kok, Mika memang sering bantu gue. Waktu mabar juga dia sambil bahas soal matematika.”

Dhimas melihat kedua bocah itu saling tatap dengan tajam. “Duuh... kapan jadiannya, sih? Gak usah marah kali, kalo suka ya tinggal bilang suka. Cinta ya cinta. Apa susahnya, hah?”

“DIEM LO!” keduanya saling melotot kearah Dhimas.

“Tuh. Marah aja pake kompak.”

Diandra menengahi. “Jadi gimana caranya?”

“Oh, iya.” Vero langsung berubah serius. “Rencananya sih, kita mau minta tolong bantuan temennya Mika, si... siapa itu gue gak ngerti.”

“Eka,” sahut Dhimas.

“Nah, Eka. Kita minta tolong dia supaya Mika nggak pernah keluar kelas kecuali urusan penting. Kalo jajan, suruh nitip aja.”

“Setau gue, Mika emang gak pernah keluar kelas kecuali disuruh guru. Dia itu nolep di kelas. Setiap pelajaran suka tidur, apalagi bangkunya strategis di belakang sendiri,” jelas Dhimas.

Vero tersenyum miris. “Wah, gila... udah pinter, hoki banget hidupnya. Apalah daya gue yang duduk depan meja guru...”

Rencana untuk melindungi Mika dimulai.

“Terus, kalo Mika mau pulang atau lagi piket, Dhimas bakal tanggungjawab buat ada di dekat Mika sampai salah satu dari kita yang jadwalnya gak sibuk dateng.”

“Kita nggak bisa cuma ngandalin Dhimas atau Eka. Siapa yang tahu Andra mancing Eka buat pulang duluan.”

Diandra menyeruput es tehnya. “Kalian yakin rencana kita bakalan sukses?”

“Seenggaknya cuma ini yang bisa kita lakukan dulu, kan? Mencegah Mika dibawa sama Andra. Apalagi kata lo, kalo si Sherlin tau Andra deket sama Mika, Mika bisa aja kena bahaya dua kali lipat,” tutur Vero.

“Kalaupun kita butuh bukti buat bikin Andra kapok, kita butuh tumbal,” tutur Afzal.

“... tumbal?”

“Kita harus numbalin korban lain buat dijadikan bukti. Kita nggak bisa bongkar kasus lama, karena kita nggak ada hak.”

Vero tiba-tiba tersenyum lebar. “Gimana kalau kita bisa bongkar?”

“Maksudnya?” Diandra mengernyitkan dahi.

“Gimana kalau anak Ips yang keluar itu memilih nggak aborsi? Bukannya ini udah dua tahun?”

Sementara Diandra, Afzal, dan Vero kembali berargumen, Dhimas menatap kosong es batu di dalam gelasnya.

Kenapa semuanya jadi rumit begini? Apa yang salah disini? Siapa yang harus disalahkan?

Andra? Gara-gara Andra juga, hidup Dhimas nggak pernah tenang. Masalah demi masalah muncul ke permukaan.

Nggak cuma kehidupan gue, Andra juga udah berani ganggu kehidupan Mika. Nggak bisa dibiarkan...

Dendam yang sudah terkubur di lubuk hati tidak akan pernah bisa dengan mudah dilupakan.

Dendam yang sudah terkubur di lubuk hati tidak akan pernah bisa dengan mudah dilupakan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MikailaWhere stories live. Discover now