𝟐𝟗. 𝐔𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐀𝐒

633 98 4
                                    

Mika's PoV

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mika's PoV

"WEH, GAES! PENGUMUMAAN~!!" bendahara kelas berteriak di depan kelas. Semua anak auto fokus ke bendahara.

... asem. Gue mencium bau-bau utang akhir bulan.

"Hari ini kan awal November, jadi... kalian tau lah. Ayo bayar hutang kalian yang gak dibayar minggu kemaren!! Kas kalian ini pada nunggak!!" teriak Devan dengan seringaian penuh kegilaan.

"ABSEN TIGA, ARGA ENAM RIBU!! ABSEN TUJUH, CAHYO NUNGGAK DUA RIBU!! ABSEN SEBELAS, GIO SEPERTI BIASANYA DUA PULUH EMPAT RIBU!!"

Anak itu... dia dipilih jadi bendahara karena dulu waktu SMP sering dipalak sama temennya. SMA ini... kayaknya dia dibantu ketua kelas buat balas dendam dengan cara yang legal.

"HAIKAL!! AYO BAYAR, BABI!! LO NGAPEL MULU KE MALL BUAT PACAR LO AJA SANGGUP, MASA DUIT BUAT KAS SEGINI AJA KABUR?! CUMA EMPAT PULUH DELAPAN RIBU, LOH!!"

"LAURA!! JANGAN PIKIR LO CEWEK, GUE GAK BERANI NYENTAK, YA!! CEPET BAYAR KAS LO TIGA PULUH RIBU!! GAK BAYAR, GUE ULEG JADI SAMBEL BAJAK ITU MAKE-UP LO!! MANA MENOR BANGET DANDANAN LO, NAJIS!!"

Gue sama Eka saling melotot satu sama lain. "... Mik, gue bersyukur kas gak pernah nunggak," ucap Eka dengan senyum horor.

Deg.

"Ahaha... tamat riwayat gue."

"... lo nunggak, Mik?"

Gue mengangguk kaku. Mampus lo, Mika. Sialan, gue lupa gak bayar sehari. Mati gue diamuk Devan...

"PANDU, KURANG EMPAT RIBU!!"

... hah? Apa?

"Mik, katanya lo ada tunggakan?"

"Lah, iya emang..."

"Kok nama lo dilewati?"

Gue mengendikkan bahu. "Nanti gue tanya."

Devan terus ngomel selama sepuluh menit tanpa henti dan keliling buat nagih ke bangku-bangku anak yang lain.

Sampai akhirnya dia duduk di kursinya yang ada di depan bangku gue.

"Ehm... Van?" panggil gue grogi. Nasib gue sebagai manusia nolep, gue gak pernah ngobrol sama anak satu kelas selain buat tugas kelompok.

Bukannya ogah sosialisasi, justru gue mau! Tapi gue takut, gue takut gak diterima sama mereka. Gue takut gue nggak sefrekuensi dan dianggep laler.

Devan diam. Dia yang awalnya sibuk ngitung duit kas langsung kaku.

"... Devan?" ulang gue.

Devan perlahan muter badan hadap belakang. "... M-mika? Lo... ng-ngomong sama gue...?"

Anying. Kenapa malah dia yang lebih gugup daripada gue?

"Anu... utang kas gue...?"

"O-oh... iya... ehem. Utang lo... lunas." Devan mulai rileks begitu gue bahas uang kas.

Apa segitu nolepnya gue sampai Devan aja ragu buat ngomong sama gue...?

"Hah? Siapa yang bayarin Mika?" tanya Eka.

"Itu... si Dhimas. Tadi pagi sebelum upacara dia bayar utang juga, terus nanya Mika ada utang apa nggak. Karena ada utang dua ribu, jadi dibayarin sama dia."

... asem. Sama Eka aja lancar jaya itu mulut ngomongnya. Kenapa sama gue tadi gagap gitu? Ini diskriminasi namanya, woy!

"Dhimas? Dalam rangka acara apa ini dia bayarin punya Mika?" Eka melirik ke bangku Dhimas. Gue juga ikut ngelirik.

Deg!

Dhimas ternyata ngeliatin sini! Apa-apaan itu senyum lebar sama lambaian tangannya?!

"Makasih infonya, Van." gue langsung rebahkan kepala hadap dinding.

"I-iya..."

Ya Gusti...! Dhimas kenapa, sih?!

Dug.

Eka nyenggol pundak gue. "Awas baper... kalo jadian, jangan lupa traktir samyang~ lupain aja Kak Rudi yang culun itu, wkwk."

Dih. Cuma dibayarin dua ribu doang, apanya yang baper!

***

"Guys, jangan pulang dulu! Gue mau nanya nih." ketua kelas berdiri di depan kelas.

“Ini kan masih awal November. Bulan depan kita ujian akhir semester satu. Habis ujian pasti ada libur sekolah dan taun baru, kan? Gimana kalau kita liburan satu kelas akhir tahun? Setuju nggak?”

“Gimana kalau kita refreshing bulan ini sebelum ujian? Kalo liburan akhir tahun menurut gue pasti banyak acara keluarga.”

Anak-anak saling ngajuin pendapat. Gue mah bodo amat. Akhir tahun gue... paling kayak biasanya, main monopoli sama ular tangga bareng Om Azra.

Gue melihat keseliling. Mereka semua pada tertarik dan unjuk suara tentang wisata. Tatapan gue berhenti tepat ke bangku Dhimas.

Deg!

Sialan, jantung gue kumat lagi. Gue kan gak punya riwayat sakit jantung!

Gue segera ngeliatin tembok di sebelah kiri gue. Dhimas tadi ngelirik kesini... gawat, kalo gue ketauan ngeliat dia gimana?!

AHH GATAU LAH, GELAP. MAU JADI DAUN MELAMBAI AJA.

 MAU JADI DAUN MELAMBAI AJA

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MikailaWhere stories live. Discover now