𝟐𝟎. 𝐃𝐫𝐢𝐯𝐞 𝐓𝐡𝐫𝐮

854 119 4
                                    

3rd PoV

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

3rd PoV

Mobil MPV bewarna hitam legam tengah terparkir di area Drive Thru, menunggu pesanan untuk dibawa pulang.

Keadaan hening, nggak ada radio atau musik di dalam mobil. Vero sibuk dengan ponselnya, pak supir diam kayak patung, Dhimas tidur sambil dengerin musik lewat earphone, Mika kikuk sendiri, dan Rafan yang menatap datar jendela disebelahnya.

Rasanya kaya lagi lomba diem-dieman terlama di dalam mobil ber-AC di tengah hujan.

Mika melirik ke kanan, Rafan yang bodo amat. Dia ganti melirik ke arah Dhimas, disebelah kirinya. Nyaman banget tidurnya... dia lagi denger lagu apa, ya? batinnya. Dia mencoba buat mendekat ke pundak Dhimas, kepo sama lagu apa yang Dhimas putar.

Tapi sayang sekali, Dhimas nggak bener-bener tidur, dia ngedumel dalem hati. Tsk... apaan sih, sempit banget! Mobil segede ini masa ngga cukup? Pasti Rafan sengaja nyuruh Mika geser biar bagian dia luas sendiri!

Yang Dhimas dapatkan ketika buka mata karena sesak tidak sesuai ekspetasi. Dia justru harus melihat dan merasakan pucuk kepala Mika yang sedikit lagi bakal nyentuh lehernya. Aroma shampo yang masih terasa wangi, dan tangan Dhimas yang gatal pingin ngusap dan taruh kepala Mika di pundaknya.

Ngeri-ngeri gimana gitu rasanya.

“... lo ngapain, Mik?” pertanyaan Dhimas memecah keheningan. Pak supir, Vero, dan Rafan auto noleh ke Mika yang membeku.

... mampus kowe, batin Mika merasa malu. “Uhh... i-itu... gue... c-cuma pingin tau lo denger lagu apa, haha... ha,” ujar Mika dengan canggung.

Gemesin... gue kira ada apa tiba-tiba gitu, ujar Dhimas dalam hati. “Lo mau tau?”

“Iya...” jawab Mika. Tanpa aba-aba, dengan cekatan Dhimas melepas earbud kanannya, dibersihkan, terus dipasangkan ke telinga kiri Mika.

Sret.

Tangan Dhimas terulur, menyibakkan helaian rambut ke belakang telinganya. “Gimana? Apa kurang nyaman posisinya? Atau volumenya kekerasan?” tanyanya.

Deg-deg!

Jantung Mika berdetak kencang. Entah karena kedekatan mereka berdua, parfum dengan wangi manis yang menguar dari badan Dhimas, tangan kasarnya yang memasangkan earbud dengan lembut, atau ucapannya yang halus dalam bertanya.

Melihat Mika yang diam nggak merespon, Dhimas langsung mengecilkan volume musiknya. “Udah gue kecilin, jadi gimana Mika? Mik? Mik, lo gak papa?” Dhimas menyentuh pundak Mika.

“Eh, iya, nggak papa...”

“Wajah lo merah. Apa sedingin itu AC-nya? Emang lumayan sih, apalagi ini lagi hujan.” Dhimas mengecilkan suhu di kabin atas bagian tengah mobil.

“Nggak, kok! Gue gak kedinginan! Udah, gak papa, Dhim!” seru Mika yang ngerasa lagi nyusahin Dhimas, sementara yang disusahin diam-diam tersenyum jahil. Dhimas peka, Mika malu antara keciduk dan baper karena ulahnya.

***

Jajanan yang dipesan akhirnya datang. Vero meletakkan pesanan mereka di bawah dasbor. Pak supirpun melajukan mobil ke tempat tujuan selanjutnya.

“Oh iya, karena kalian ada disini, kita sekalian ke rumah gue. Belajar dadakan di rumah gue, gimana menurut kalian? Afzal sama Diandra udah gue chat, mereka otw.”

Perkataan Kak Vero langsung disetujui dengan pasrah oleh Mika, Rafan, dan Dhimas karena Afzal sama Diandra udah terlanjur di jalan, jadi... mau gimana lagi? Nggak ada pilihan.

“Sip! Karena rumah gue agak jauh, jalanan juga macet... jadi kalian bisa istirahat bentar.” Setelah itu, hening. Nggak ada obrolan lain. Dhimas diam-dian mendekat kearah Mika yang tenang mendengarkan musik.

Mik... siniin tas lo,” bisik Dhimas.

... buat apa?” bisik Mika balik, tapi dia tetep ngasih tasnya ke Dhimas. Doi langsung taruh tas Mika di sebelah tasnya yang mojok di sebelah pintu.

Dhimas buka tasnya dan ambil jaket hoodienya dengan resleting terbuka. Dia melebarkan jaket hingga badan Mika dan badannya hampir ketutup jaket.

Udah nggak dingin, kan?” tanyanya. Mika mengangguk, nggak sanggup lagi menghadapi sikap Dhimas yang tiba-tiba kayak gini.

Di satu sisi Dhimas bermulut pedas, disisi lain Dhimas berwajah seri seakan nggak ada beban hidup dan bebas keluyuran membolos, dan disisi ini... Dhimas bersikap lembut. Sebenarnya, yang mana Dhimas yang asli?

Grep.

Nggak dingin, kan?” ulang Dhimas. Tangan kananya menggenggam erat tangan kiri Mika. Sudah bisa dipastikan, wajah Mika sangat panas dan merah.

Kalo malu, sandaran aja di pundak gue, Mik...

Sialan...! Ternyata Dhimas udah tau gue baper dari awal! ARGH, sial banget lo, Mikaa!! Mika nggak habis pikir, ternyata Dhimas jahil juga. Dia secara tidak sadar membenamkan wajahnya ke pundak Dhimas saking malunya.

Godain Mika seru juga ternyata... nggak sia-sia hari ini gue bolos cuma awal setengah hari, batin Dhimas yang sekali lagi gemas dengan perilaku Mika. Makin hari rasanya Mika semakin terbuka dengannya.

Kehangatan dan melodi musik yang hanya dapat dirasakan oleh Mika dan Dhimas membentuk sebuah memori baru di dalam hati mereka masing-masing.

Sementara itu, Rafan yang melirik dua sejoli disampingnya cuma bisa memendam gejolak di dalam hati. Wajahnya menjadi lebih tajam dan datar dibanding sebelumnya.

Raut wajah Rafan tidak luput dari pengelihatan Vero lewat kaca spion. Senyuman Vero terkesan misterius, tidak dapat diketahui apa yang ada di dalam benaknya.

 Senyuman Vero terkesan misterius, tidak dapat diketahui apa yang ada di dalam benaknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MikailaWhere stories live. Discover now