𝟒𝟐. 𝐒𝐢𝐚𝐩𝐚 𝐃𝐢𝐚?

312 55 0
                                    

3rd PoV

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

3rd PoV

Di akhir semester 1, nilai rata-rata rapot Mika dan teman seperkumpulannya meningkat.

Akhlak yang awalnya minus kek hewan liar kini kembali pada jalan yang benar.

Rafan yang mulutnya ceplas-ceplos sekarang sudah lumayan dikontrol ketoksikannya.

Dhimas yang tukang bolosan sekarang udah mulai tobat dan sering masuk kelas. Apalagi ada doi di kelasnya.

Afzal yang selalu telat ngumpulin tugas karena game sekarang udah lumayan fokus belajar. Belum lagi karena keseringan dapet omelan dan siraman rohani dari doi barunya yang namanya nggak perlu disebut lagi udah pasti kalian tau, Afzal jadi makin tekun.

Eaa, tekun.

Diandra nggak sedingin dulu, bahkan sekarang dia bisa masuk peringkat 10 besar, dan Vero... yah, kalo dia nggak perlu ditanyakan lagi.

Akhlak Veronica masih dicari. Dan siapapun, tolong bantu dia cara biar nggak sering-sering pake capslock setiap ngechat Mika.

Mika pusing setiap baca chat dari Vero.

Dan yang terpenting, poin plus juga uang saku tambahan yang dijanjikan oleh Pak Ridwan selaku kepsek sudah diterima oleh Mika.

Uangnya tentu langsung ditabung demi masa depan seperti mars dari Perindo.

Di semester 2 ini dengan tahun yang baru, pelajaran kembali dibuka dengan hal yang biasa.

“MIKAILA!!”

Mika yang kaget, langsung bangun dari tidurnya. “HADIR, BU--EH, PAK!” jawabnya gak kalah lantang dari Pak Tian.

Pak Tian mendengus melihat kelakuan Mika. “Kamu cepat cuci muka sana! Bisa-bisanya kamu ketahuan tidur di mata pelajaran saya...!”

“Baik, Pak, maaf...” Mika langsung ngelaksanakan perintah Pak Tian, sang guru matematika minat.

Semua anak ngeliatin Mika dengan rasa kasihan. Kecuali Eka.

Tentu saja, sebagai teman setannya yang berharga, Eka diam-diam ketawa cekikikan.

“EKA! NGAPAIN KAMU KETAWA?! KAMU PIKIR INI LUCU?!”

Mika yang hampir sampai pintu kelas langsung merinding. Kebelet pengen bales ngetawain, tapi untungnya bisa ditahan.

Wajah Eka auto pucat dong. Doi menunduk malu. “Tidak, Pak, maaf...”

“KAMU KELUAR JUGA, CUCI MUKA SANA!”

Tanpa babibu, Eka langsung ngacir keluar kelas bareng Mika.

***

Seusai cuci muka di wastafel toilet, Mika yang baru keluar dari dalam kamar mandi cewek diikuti Eka.

Sambil ngeliatin Eka di belakangnya, Mika tanpa sadar nabrak sesuatu yang jalan di depan kamar mandi.

“Jadi, Mik... si Jono itu ben--”

GUBRAK.

Mika langsung natap tumpukan buku paket yang sekarang jatuh kececeran.

Ada apa dengan wajah Mika dengan benda asing? Kemaren bola, sekarang buku. Besok apa lagi?

“Aduhh... maaf ya, gue nggak sengaja...” tutur Mika dengan cemas. Sambil megangin hidungnya yang ngilu, doi bantuin cowok di sampingnya nata buku.

“Eka, bantuin napa?!” bisik Mika melototin Eka di ambang pintu kamar mandi dengan santuynya cuma ngeliat.

“Nggak papa, kok... maaf, aku yang nggak sadar kalo jalanku deket sama dinding dan aku nggak tau kalo ada orang yang bakal keluar dari dalem kamar mandi...”

Mika yang mau ngasih sisa buku paket di lantai ke cowok itu langsung membatu. Doi ngedongak ngelihat penampilan cowok yang nggak asing di depan matanya itu.

Rambut rapi dan kinclong kek model iklan sampo, kacamata, dan bentuk wajah yang familiar.

“... Kak Rudy?” gumam Mika tanpa sadar.

“Ya? Kamu tau siapa aku?” Rudy tersenyum ragu.

KENAL BANGET DARI JAMAN MPLS! AKU INI FANS KAMU, MAZ!! batin Mika teriak kegirangan kek bocah obsesif jaman alay.

“Oh, nggak Kak... itu di nama dadanya Kakak, hehe. Ini bukunya Kak Rudy, maaf saya nggak sengaja nabrak.”

Yakali dia teriak sesuai kata hati. Yang ada malah dikira stres.

“Uh... kalo gitu saya duluan! Dah!” Mika lari kabur dari Rudy ninggalin Eka sendirian.

Doi dan Eka saling tatap-tatapan dalam diam selama beberapa detik, sampai akhirnya Rudy bertanya.

“Kalian--”

“Em, saya juga pamit ke kelas dulu, Kak! Mari!” sela Eka langsung marathon ngejar Mika.

“... kelas berapa?”

Pada akhirnya Rudy sendirian ngeliatin arah lari Mika dan Eka.

“Wajah perempuan yang nabrak tadi keliatan... nggak asing. Kayak pernah tau, tapi kapan? Dimana...?” gumam Rudy mikir keras.

***

Jantung Mika berdebar kencang. Ia baru aja ketemu langsung sosok yang hampir terlupakan selama beberapa bulan terakhir.

Idolanya, Kak Rudy.

Sejak mimpi pernyataan cintanya waktu itu, tapi nggak jadi karena suara Eka di depan rumah merusak suasana dalam mimpinya.

Selama pelajaran berlangsung, Mika nggak sedetikpun merasa ngantuk. Doi justru semangat, sampe senyum-senyum sendiri.

Pak Tian dan yang lain mikir, mungkin Mika habis dapet kecerahan jadi semangat belajar.

Tapi beda halnya sama Dhimas. Apa yang bikin doinya senyum selebar itu? Nggak mungkin balik-balik dari toilet bisa langsung sesemangat itu.

Kecuali kesurupan penunggu toilet, pasti Mika papasan sama seseorang.

Dhimas nggak paham sama isi hatinya sendiri. Dia udah berusaha buat jaga jarak dan stay friendzone karena dia pikir Mika nggak ada rasa juga sama Dhimas berdasarkan ekspresi Mika waktu terakhir mereka di kontrakan Andra.

Hal itu semakin jelas begitu doi liat Mika yang berduaan sama Rafan di pantai sebelum rapotan. Mereka keliatan cocok satu sama lain. Mika keliatan nyaman sama Rafan...

Tapi dia juga nggak suka sama hal itu semua.

Dhimas makin ngebayangin kalo Mika tadi papasan sama cowok lain dari toilet.

Apa yang harus dia lakukan? Dia nggak seharusnya bersikap cemburu. Nggak seharusnya dia egois.

Mika kan bukan siapa-siapa Dhimas. Mereka cuma teman... sebatas teman yang nggak sengaja pernah berada di dalam satu lingkup permasalahan.

Teman yang ada dalam suka dan duka.

Iya, kan?

Iya, kan?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MikailaWhere stories live. Discover now