𝟏𝟔. 𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐛𝐮

996 148 5
                                    

3rd PoV

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

3rd PoV

Mika mengumpat dalam hati begitu liat Andra dipapah masuk sama dua temennya yang lain. Buru-buru dia balik badan, tutup selambu bilik, lepas sepatu, langsung rebahan dibalik selimut ranjang.

“Lo ngapain?” tanya Dhimas yang sudah 100% sadar jiwa. Duduk di pinggir ranjang, dia bingung sama kelakuan Mika yang absurd secara tiba-tiba.

“Shush... diem dulu, Dhim... ada Andra...!” bisik Mika.

“Ya terus... kenapa?”

Mika diam aja, karena sedetik kemudian, Andra melempar bantal ke salah satu temannya.

Bugh.

“Bangsat, masa depan gue!!”

“Lo diapain, sih?”

“Batang gue disikat pake lutut, anjing!! Ngilu, bangsat!!”

“AWOKAWOK KOK BISA, SIALAN.”

“Gara-gara si uler itu tongkat gue nyut-nyutan, perih banget! Gila, tendangannya kek Tsubasa!!”

Dhimas yang denger dumelan Andra bagai denger speaker mobil sayur keliling langsung tersenyum miris. Dia auto kebayang betapa ngilunya tendangan maut itu.

Dhimas melirik Mika yang masih sembunyi dibalik selimut. Cewek nolep yang sekelas dengannya ini ternyata bisa sekejam itu... gak kebayang kalau dia sendiri yang cari masalah.

“Lo ngapain ngumpet kek gitu? Kan ranjang sini sama situ udah ketutup gorden,” kata Dhimas.

Mika membuka selimut sebatas hidung. “Tetep aja bahaya kalo misal tiba-tiba mereka buka gorden, hayo?”

Dhimas gak habis pikir, emang Andra sama Mika ada masalah apa, sih? Mika itu terlalu nolep buat dijadikan sasaran empuk bullying.

“Lo habis diapain sampai berani bikin Andra kek gitu?” tanyanya.

Mika mendengus kesal. “Dia maksa gue buat jadi pacarnya pake iming-iming duit, ketenaran, bantuan dua puluh empat jam. Tenar sih gue gak butuh, bantuan dua empat pertujuh juga buat apa? Gue gak butuh budak mesum buat jadi babu kayak dia! Lagian, duit juga gue bisa cari sendiri, gak perlu jadi cewek matre yang bergantung pada kekayaan pacarnya. Udah kek sinetron aja...” segala keluh kesah keluar dari mulut Mika.

Dhimas diam-diam tersenyum, manis kalo lagi ngomel, pikirnya dalam hati. Tapi otaknya bersikeras menolak pemikiran yang geli itu, duh bego, ngapain juga gue muji dia, ya...?

SRET!

“Duh, ini selambu ngapa ditutup, sih? Kasur sebelah emang lagi ngapain sampe ditutup segala? Etdah, kurang kerjaan banget...”

“Buka aja udah, bukaa~! Sapa tau keciduk ehem, wkwk...”

Dengan segala refleks yang masih dimiliki, begitu selambu digeser membuka, tanpa pikir panjang Mika menarik dasi Dhimas hingga doi hampir menimpanya. Beruntung kedua tangan Dhimas sigap menyangga tubuhnya agar tidak menindih Mika, tapi malang sungguh malang.

Deg-deg!

Jantung Mika udah jedag-jedog gak karuan karena posisi yang tengah dialaminya. Kedua tangan Dhimas tepat disamping telinga Mika dan dengan posisi tubuh yang mengungkungnya begitu dekat sampai wajah mereka hampir saling bersentuhan, terlihat dari sudut pandang ranjang sebelah bahwa Dhimas, yang sedang setengah memunggungi mereka, tengah mencium seorang gadis, yaitu Mika.

Padahal mah nggak.

Sebuah salah paham terjadi. Si penarik gorden buru-buru menutup lagi gordennya. Mereka termasuk Andra nggak tahu dan nggak sadar, kalo yang mereka liat barusan itu Mika sama Dhimas.

Mika selamat dari kecurigaan, tapi masalah yang lebih gawat sekarang itu lebih penting. Dhimas menatapnya dengan intens, dengan raut wajah yang gak bisa ditebak.

Apa yang ada dipikirannya?

Apa yang ada dipikirannya?

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
MikailaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora