𝟏𝟎. 𝐓𝐮𝐛𝐢𝐫

1.4K 203 9
                                    

3rd PoV

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

3rd PoV

“KALIAN SEKONGKOLAN, KAN?! Sengaja kan, bikin gue nunggu di depan berjam-jam?!!” Rafan tersulut emosi. Udah datengnya telat, ngegas lagi. Mika cuma bisa diam menunduk ciut.

Gak ada yang berani nyaut. Vero tidur sambil dengerin musik, Afzal di dapur bikin minum, Diandra ngerjain soal matematika di buku, sedang Dhimas scrolling hape sok sibuk.

“Halah, bacot banget. Cuma berapa belas menit aja ngeluh, cupu,” sindir Dhimas yang cuma geser-geser layar beranda.

Beberapa detik kemudian, perangpun terjadi. Rafan melempar Dhimas dengan buku paket matematika Diandra. Dhimas membalas dengan melempar kotak pensil Mika yang isinya full alat tulis, gunting, cutter, semua ada.

“BANGSAT, LO NGAJAK BERANTEM?!”

“APA? GAK TERIMA, HAH?! SINI MAJU, CONGOR BABI!!”

“BACOT LO, ASU!!”

“TANGAN KOSONG KALO BERANI!!”

Dari tubir sampe tonjok-tonjokan, gak ada yang mau ngalah.

Vero langsung pindah ke dapur bareng Afzal. “Bagi kacang, weh.” mereka asik menonton keributan dari dapur. Gak ada lagi kata canggung diantara mereka.

Mika meluk Dhimas dari belakang sambil ngasih tau Dhimas buat bersabar dan istighfar sementara Diandra terus nonjok wajah Rafan sampai dia waras dari kesetanan.

Bahaya, hampir aja meja kaca ketendang sama mereka.

Disaat Diandra dan Mika sibuk nenangin dua orang kalap, tuan rumah dan kakel gak tau diri itu malah nobar dari kejauhan.

Keadaannya kacau banget, kalo misal tetangga lapor ke pak RT kan bahaya?

Sembari masih meluk Dhimas yang kalap, Mika berujar,“Kalian itu seriusan nggak ada yang mau ngalah?”

“GAK!! GAK AKAN PERNAH DAN GAK AKAN SUDI!!” seru Dhimas dengan tatapan sinis pada Rafan.

“GAK USAH IKUT CAMPUR LO MUKA DUA!! SOK BAIK, NYATANYA BEJAT!!”

Apa? Rafan bilang apa tadi? Muka dua? Bejat?!

Mika darah tinggi, tapi mau gimana lagi. Ini bukan rumahnya, dia gak bisa sembarangan jeplak. Rumah ini bukanlah teritorialnya.

“Seenggaknya, apa nggak bisa dibicarakan baik-baik? Ini tuh udah malem.”

“YA KATA SIAPA INI SIANG, BEGO?! MATA LO RABUN?!”

“Indahnya kedamaian...” Vero menyeruput teh anget yang dibikin Afzal. Si doi mengangguk setuju.

“GAK PERLU NGEGAS GITU JUGA KALI, JAENAB!!”

“Sapa yang lo sebut Jaenab?!!” amuk Rafan. Dia kembali meronta-ronta, melepaskan diri dari Diandra untuk menonjok muka Dhimas.

“Telinga lo budeg? Konsultasi ke dokter THT sono! Sapa tau telinga lo kesumbet mercon.”

“Nyablak banget mulut lo!”

Dhimas mau membalas, tapi Mika buru-buru mengeratkan pelukannya dan mengusap dada Dhimas dari belakang. “Dhim, udah, Dhim... yang waras, yang ganteng, yang cerdas ngalah, oke?”

Napas Dhimas memburu. Ia berhasil menahan amarahnya karena ucapan Mika.

“Kalau kalian masih tetep berantem, yang ada rumah Afzal bakal disamperin tetangga. Kalian mau kita dilaporin karena masalah sepele gini?”

“Kalo kalian terus berantem, gak cuma kita yang kena, tapi orangtua Afzal juga,” sambung Diandra.

“Udah? Kelar gitu doang? Gak seru tubir kalian. Kurang menantang,” celetuk Vero kembali dari dapur bareng Afzal.

***

Tutornya berakhir pada jam sembilan malam, tapi anak-anak masih pada main di teras. Cowoknya sih yang nongki, mabar sambil ngopi dan nyemil gorengan yang dibeli Vero di dekat rumah Afzal. Diandra pulang duluan, tersisa 5 orang anak dengan satu tuan rumah.

“Belok kiri, anying. Pake strategi, lah!”

“Strategi gak kayak gitu juga, oneng! Kita pencar, kepung segala arah.”

“Yang ada malah mati kalo sendirian, gak ada backup. Percuma mabar mainnya kek main solo.”

“Tuh, bilangin apa! Asal nyablak sih, gak disekolahin pasti itu mulut.”

“Bacot, Ardhana!”

“Bacot, Ardhana!”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MikailaWhere stories live. Discover now