𝟎𝟑. 𝐌𝐢𝐬𝐢

2.1K 248 6
                                    

3rd PoV

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

3rd PoV

Mikaila duduk di ujung sofa dengan degup jantung yang berdiskotik manjah. Dia memainkan dasinya dengan menggulung ujung dasi keatas. Di sebelah kirinya sudah berjajar lima remaja rohis.

Tapi bohong. Yakali remaja rohis penampilan kek anak gelandangan dan kelakuan kek anak babi.

"Saya terus-terang saja, ya. Kalian berempat itu sebenarnya cerdas. Cuma, ilmu yang kalian dapat itu selalu kalau nggak dianggap angin melambai, ya masuk telinga kanan keluar telinga kiri."

Pak Ridwan melanjutkan,"Jadi, saya ingin Mikaila menjadi tutor belajar anak empat ini. Sebenarnya ada satu lagi, tapi sepertinya dia bolos lagi..."

"S-sebentar, Pak Ridwan...apa harus saya yang menjadi tutor, Pak? Padahal masih ada banyak anak yang nilainya lebih tinggi dari saya, Pak?" tanya Mika. Jika ada teman sekelasnya yang ranking satu paralel, kenapa harus dia yang jadi tutor?

"Saya percaya kamu bisa bikin nilai mereka meningkat dalam dua bulan."

"HAH?! DUA BULAN?!! ASTOGE!!" Mika buru-buru menutup mulutnya yang laknat. Duh... bobroknya gue kenapa harus keluar sekarang, sih?! Jadi hancur kan image jaim dan baik hati gue!! batinnya mengutuk diri sendiri.

"... iya. Minggu depan kan sudah Oktober, saya harap kamu bisa membimbing mereka keluar dari jalan setan yang terkutuk sampai akhir November," ujar Pak Ridwan.

"... baik, Pak. Kalau begitu saya akan berusaha keras untuk membantu."

"Kalau begitu, Mika akan menjadi tutor belajar kalian selama dua bulan full. Jadi, saat penilaian akhir semester satu di bulan Desember nanti kalian berlima harus bisa naik nilai rapotnya. Minimal naik sepuluh lah angkanya."

"Maaf, Pak, kalau jadwal belajarnya bagaimana, ya?"

"Masalah itu kalian bisa berembug sendiri. Saya mohon bantuanmu ya, Mika..."

"... baik, Pak."

Pak Hadi bersuara,"Untuk selebihnya kalian perkenalan sendiri, itung-itung biar akrab."

Mika melirik ke kiri.

Ziing...!

Tatapan tajam dan hawa-hawa kematian menguar dari empat anak disampingnya.

Blarr! Blarr!

Tatapan penuh benci, bikin jantung Mika jadi tambah asik berdendang dan berdugem-dugem ria. Kalau anak yang diajak collab itu anak biasa sih gak masalah, tapi yang jadi siswa itu kayak mereka... Mika diam-diam melirik lagi.

Glek.

Dia langsung noleh ke kanan begitu ditatap dingin sama mereka berempat. Kalau gini ceritanya, yang ada belum sehari Mika udah bye-bye kamera duluan.

Setelah perbincangan singkat, empat berandalan tadi keluar dari ruang kepala sekolah, menyisakan Mika yang masih berdiskusi dengan kepala sekolah.

Pak Ridwan menyandarkan diri di kursi sembari mengehela napas lega. Beliau menatap Mika dengan lembut, berbeda dengan tadinya yang terlihat begitu serius.

"Terus terang saja, saya nggak berharap banyak-banyak sama kamu... saya cuma mau lihat kalian berenam berubah."

Mika bingung, berenam? Berarti gue termasuk, dong?

"Saya tahu sebenarnya kamu bisa bersaing dengan Anya, bahkan kamu bisa merebut posisinya... tapi karena melihat sikap kamu yang suka tidur di kelas, pemalas, dan tidak pernah aktif dalam kegiatan KBM, saya jadi kecewa karena kamu menyia-nyiakan kesempatan emasmu, Mika."

Deg-deg.

Mika semakin gugup dan tertohok. Dia tahu bahwa Anya adalah teman sekelasnya yang merupakan pemilik gelar rank 1 paralel di sekolah, tapi kenapa dibandingkannya dengan Anya? Mika sendiri bahkan nggak optimis bisa jadi ranking 1, jadi bagaimana bisa spekulasi itu muncul dari benak Pak Ridwan?

"Mika, saya paham keadaan kamu. Kamu tidak bisa bersosialisasi dan tertutup karena masalah pribadi, tapi diluar itu kamu adalah anak yang pekerja keras. Mencari uang untuk membantu keluargamu disaat kamu seharusnya fokus pada pendidikanmu seperti anak yang lain itu hal yang susah..."

"Jadi, Bapak secara pribadi akan membantu mengatasi masalah yang sedang kamu hadapi, dengan kondisi jika kalian semua, termasuk kamu, nilai rapot memiliki peningkatan minimal sebesar sepuluh persen saja setelah akhir semester, maka kamu akan Bapak beri imbalan berupa uang dan poin plus..."

"Lalu, sebuah tambahan jika kamu juga berhasil membuat mereka berubah menjadi anak yang lebih baik dalam hal moral, etika, dan sopan santun, maka Bapak juga akan memberi kamu satu permintaan. Kondisi kedua ini berlaku hanya jika kamu juga ikut berubah menjadi siswi teladan."

Mika menatap Pak Ridwan penuh bimbang. Jika kondisi yang pertama sih Mika nggak begitu masalah, tapi yang kedua rasanya agak...

"Mikaila..."

"Y-ya, Pak?" Mika menoleh.

"Alasan sebenarnya kamu yang jadi tutor adalah, memang karena kami pihak sekolah ingin membantu perekonomian kamu dan para guru juga sudah tidak sanggup dengan kelakuan mereka yang barbar, tapi kami juga tidak ingin kamu menyia-nyiakan kesempatanmu untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik."

"Jadi, tolong dipertimbangkan..."

Mika terdiam cukup lama. Dia tidak pernah ingin menjadi pusat perhatian. Ia ingin hidup normal tanpa adanya drama sekolah. Karena itulah Mika selalu pasif dalam kegiatan KBM.

"Saya yakin dengan kesabaran dan ketekunan kamu bakal bisa merubah sikap mereka juga dalam dua bulan..."

Sebuah tantangan terberat untuk Mika. Apa dia sanggup?

 Apa dia sanggup?

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.
MikailaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant