page 01

1.7K 127 8
                                    

"kak Renjun!"
Renjun menoleh lalu tersenyum melihat siapa yang memanggilnya. "Kakak mau kemana?"

"Mau main sebentar, mau ikut?"
Chenle menggelengkan kepalanya lalu lebih dulu berjalan. Jaemin yang memperhatikannya sejak tadi hanya tersenyum, terkadang adik dari Huang Renjun itu cukup menyebalkan untuknya sama seperti kakaknya itu. "Oh ya..tadi bagaimana?"

Jeno mengacungkan jempolnya, ia sudah menghancurkan ponsel siswi tadi didepan mata sang pemilik. Rasanya benar-benar melegakan. Jaemin menempelkan kartu khusus sebelum masuk ke rumahnya. Bangunan ini terkadang memiliki sistem yang membuat orang-orang bermusuhan memperebutkan posisi rumah di lantai paling atas. Sayangnya masih belum ada yang bisa mengalahkan Jeno dan Jaemin, orangtua kedua anak itu memiliki kekuasaan pada rumah bertingkat ini. "Oh? Aku seharusnya masak banyak jika kalian ternyata datang kesini"

"Terimakasih bibi..tidak apa-apa"ujar Haechan tersenyum pada Yoona, mama Jaemin. Wanita cantik pemilik butik terbesar di Seoul itu sama terpandang nya dengan sang suami yang merupakan pemilik perusahaan dengan saham yang cukup tinggi dibandingkan perusahaan elit lainnya.
Tak heran jika Jaemin bisa tinggal di bagian paling atas gedung ini.

Jeno dan Haechan sudah memulai permainan mereka, sesekali berseru karena memenangkan game yang tengah dimainkannya. Berbeda dengan Renjun yang lebih memilih menikmati pemandangan kota Seoul dari sini. Jaemin berdiri disebelahnya dengan sekaleng minuman bersoda ditangannya,
"Sayangnya..masih banyak yang bermimpi tinggal disini. Padahal, secara finansial pribadi pun tidak memenuhi persyaratan. Sekeras apapun mereka, aku yakin mereka tidak akan pernah bisa menginjakkan kaki di gedung ini.
Kau beruntung, karena ayahmu bisa bekerja di perusahaan ayahku dan akhirnya bisa tinggal disini juga"

Renjun menahan amarahnya, berbeda dengan Jaemin yang terlihat menikmati waktu nya.
"Aku tidak bisa membayangkan jika ayahmu tidak diterima di perusahaan ayahku. Kalian tidak mungkin masuk ke SMA milik ayahku. Nasib mu benar-benar beruntung ya. Dan ya.. jika bukan tanpa bantuan ku mungkin kamu tidak bisa tinggal disini."

"Kau benar"ucap Renjun sengaja mengikuti alur pembicaraan Jaemin. Sayangnya anak dari Choi Siwon itu tidak bisa dengan mudahnya ditipu, ia tau betul jika temannya ini menahan amarahnya. "Tapi tidak buruk kan? Kau masih disebut orang terpandang disini berkat ayahku. Jika tidak mungkin aku akan melakukan hal yang sama seperti saat siswa itu membicarakan ku dibelakang"

"Jaemin! Giliran mu melawan Jeno! Menyebalkan ah"

Renjun meremat kaleng ditangannya begitu Jaemin berlalu, jika bukan demi ayahnya Renjun tidak pernah mau berteman dengan Jaemin sampai kapanpun. Anak itu kelewat sombong, membesar-besarkan jabatan ayahnya dan selalu membicarakan orang-orang yang bernasib baik karena orangtuanya, salah satunya ayahnya Renjun.
"Kau pasti kesal dengannya kan? Anak itu hanya bercanda. Tidak baik langsung dimasukkan ke hati"

Renjun menatap Haechan sinis, padahal Haechan juga tinggal di lantai yang sama dengannya. "Aku pamit lebih dulu ya? Ibuku memanggil ku"

Renjun mengambil tas nya buru-buru, ia muak disini. Jaemin terkadang dengan mudahnya merendahkannya, Jeno juga. Haechan lebih ke netral, tidak memihak pada siapapun.
Renjun terlihat tidak senang sekarang, bahkan ia menutup pintu dengan kasar karena sudah kehabisan kesabaran.
"Kak Renjun kenapa?"

Renjun menggelengkan kepalanya lalu pergi begitu saja ke kamarnya. Mengabaikan Yewon yang bertanya kenapa dengannya. Wanita itu memilih menghampiri Renjun dikamarnya, "ada apa? Apa ada masalah disekolah?"

"Tidak bisakah ayah mencari perusahaan lain selain perusahaan ayah Jaemin? Aku malu jika terus seperti ini"
Yewon bungkam, masalah ini lagi. Sudah pernah ia jelaskan berulang kali jika ayahnya tidak bisa dengan mudah mencari pekerjaan lain, lagipula ini juga demi kepentingan mereka.
"Tapi kita butuh itu, Renjun. Kalau ayahmu mengganti pekerjaannya begitu saja dan tidak kunjung dapat penggantinya bagaimana? Kamu mau melihat Chenle sakit lagi?
Dia sudah mendapat pengobatan yang tepat sekarang, tidak seperti dulu"

"Memangnya dulu bunda memperhatikan kesehatannya? Chenle sampai hampir mati karena bunda telat datang ke kamarnya"
Renjun mengalihkan pandangannya dari tatapan Yewon, jadi kesal pada mama nya sekarang. "Sudah selesai bicara kan? Keluarlah. Aku mau istirahat"

Chenle yang kebetulan berada dipintu kamar Renjun langsung berlari dan duduk kembalikan disofa. Tak sekali duakali Chenle mendengar Renjun berdebat dan orangtuanya selalu membawa-bawa namanya.
Perkataan Renjun tadi ada benarnya, terkadang Yewon atau Henry ayahnya mengabaikannya begitu saja, bahkan saat ia kesakitan kala itu.
Tapi masalah keinginan mereka, Chenle yang paling sering dipojokkan. Padahal nilainya tak kalah bagus dibandingkan dengan Renjun, tapi terkadang Henry tidak puas dan selalu menginginkan lebih.

Setiap keluarga digedung ini nyatanya memiliki sisi kelam tersendiri yang tidak diketahui orang lain.

***

Jeno baru saja pulang. Tidak terlalu senang melihat Tiffany. Tanpa berkata apapun Jeno masuk ke kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya diatas kasur dan menatap langit-langit kamarnya. Bukannya tidak suka dengan Tiffany, tapi setiap melihat mamanya ia selalu merasa bersalah.
Donghae, pria itu bukanlah ayah kandungnya. Dia menikahi mamanya setelah Tiffany bercerai. Papanya dulu didapati tengah bersama wanita lain sampai membuat Tiffany cukup terpuruk. Jeno kadang ingin meluapkan dendam terdalamnya pada sang ayah namun ia tidak tau pasti dimana keberadaannya.

Donghae lah yang sekarang menghibur hati Tiffany, membuatnya bangkit dari keterpurukannya setelah melihat suaminya sendiri berhubungan dengan wanita lain.
Bukankah dalam dunia pernikahan hal itu cukup wajar? Hadirnya orang ketiga yang membuat hubungan orang lain hancur. Dan bahkan wanita yang berhasil merebut ayahnya itu adalah teman mamanya sendiri, bahkan dia tidak merasa bersalah kala Tiffany melihatnya.

Tak tahu malu memang, wanita bajingan.

"Kamu sudah makan belum? Kalau belum kita makan diluar mau kan? Mama lupa memasak hari ini"

"Sudah kok tadi dirumah Jaemin. Mama sudah makan? Mau aku belikan?"
Tiffany menggeleng, "sudah kok. Tadi sebelum pulang mama beli dulu makanan"

Jeno tersenyum dan mengangguk, dia masih terus merasa aneh jika melihat Tiffany. Wanita Dengan senyum manis baginya itu berubah menjadi wanita yang rapuh, menangisi kebodohannya sendiri dan menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi kala itu. Sempat membuat senyum wanita itu memudar untuk beberapa waktu. Syukurlah jika Tiffany dapat kembali tersenyum untuknya.
Hal itu juga yang kadang membuat dirinya membenci orang lain yang hendak merebut miliknya seperti peringkat?

Jeno bisa saja menggunakan kekerasan untuk membuat lawannya jera, namun ia lebih suka melihat lawannya menyerah dengan sendirinya karena melawannya.
Berpikir jika Jeno tidak akan melakukannya pada sahabatnya sendirian? Itu salah besar, dia tidak segan melakukan hal itu pada sahabatnya sendiri jika sudah berada diambang batas kesabaran.
Sikap Jeno yang terkadang membuat siswa-siswi lain takut karena Jeno tidak segan melakukan apapun untuk mendapatkan posisi terbaik di SMA, dia terlalu terobsesi dengan hal itu sampai-sampai pernah membuat siswa saingannya di SMP tidak dapat melaksanakan ujian.

"Mustahil sepertinya..jika ada orang lain yang berhasil mengalahkan ku"

Bisa disebut Lee Jeno terlalu percaya diri atau memang tidak akan ada yang bisa mengalahkannya?

{}

So? Lanjut?

Power of AttorneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang