Page 19

212 21 3
                                    

"Tidak etis sekali ya pria yang satu ini. Menyeretku ke tempat jelek seperti ini." Jaemin menatap sinis pria yang duduk tak jauh dihadapannya. Tangannya bahkan diikat dengan kursi sehingga Jaemin tidak bisa melenggang pergi dari sana. "Apa sih mau mu sebenarnya?"

"Kamu ini ya, selalu tidak sabaran. Persis sepertiku." Jaemin menatap Donghae malas, kenapa juga harus disamakan dengan dia. "Sudahlah, aku tidak mau bertele-tele, ini."
Donghae melemparkan sebuah kertas ke atas meja yang menjadi penghalang antara dirinya dengan Donghae. Jaemin bisa membacanya, raut wajahnya berubah seketika. Badannya bertambah lemas sambil terus membaca kalimat-kalimat di kertas itu. Kelu, badannya kaku tak bisa bergerak membaca sebuah pernyataan di atas kertas itu.

Anak kandung

Jaemin menatap Donghae dengan mata yang memerah, terlihat jelas amarah tergambar di wajah dan lehernya. "Kenapa?"

"Omong kosong." Jaemin masih menatap Donghae bengis. Tangannya mengepal kuat, memegang erat pegangan kursi tempat tangannya diikat. "Omong kosong brengsek!!" Jaemin memberontak hebat. Alih-alih berhasil, Jaemin terlihat kacau. Tangannya memerah karena tali yang mengikatnya, wajahnya memerah menahan amarah dan tangis.

Donghae berjongkok dihadapan Jaemin, mengusap pipi Jaemin begitu lembut sambil tersenyum. "Anak papa, ayo kita pulang."

***

Jaemin masih diam. Enggan menatap Donghae atau bersuara sedikitpun. Ia masih tidak mau percaya, walaupun hasil itu bukti dan legal. Ada cap dari rumah sakit tempat tes itu dilaksanakan. "Kamu mau makan dulu? Papa yakin kamu lapar"

Donghae menatap Jaemin dari pantulan kaca, dia menangis dalam diam sambil mengepalkan tangannya, siap menghajar siapapun. Donghae hanya tersenyum, kali ini Donghae kembali berada satu langkah didepan Siwon. Dia bisa kehilangan Jeno, namun Siwon juga kehilangan Jaemin. Seakan bertukar anak yang nyatanya keduanya sama-sama anak kandung Jeno.
"Ibumu menikah dengan ku dulu. Sebelum ayahmu merebutnya, ibumu sudah mengandung terlebih dahulu. Aku tidak tau apakah ayahmu tau ini atau tidak. Jaemin, kamu anakku. Sejak dulu kamu itu anakku, aku yang harusnya tinggal bersama mu. Bukan Siwon"

"Pulangkan aku kepada ayahku, sialan"

"Ayahmu disini nak, kamu sudah pulang"

Jaemin tak berpikir panjang. Dia membuka pintu mobil yang ternyata tak terkunci itu. Melompat keluar dari mobil yang masih berjalan. Donghae langsung memberhentikan mobilnya, menyusul Jaemin yang sudah berlari kencang masuk ke jalan kecil diantara bangunan. Kakinya berlari kencang berlari dari Donghae sambil menangis. Dengan tangannya yang terluka karena menghantam aspal cukup keras dia masih berlari. Menangis mengetahui semua yang diucapkan Donghae. Bahkan dia tidak sadar berlari kemana, asal menjauh dari Donghae.
Tidak, dia tidak mau bersama Donghae. Artikel yang dibacanya, penulis yang mengobrol dengannya tentang artikel itu, semuanya berisi tentangnya. Sialan, segila apa hidupnya setelah ini. Tubuhnya menghantam punggung seseorang cukup keras hingga keduanya terjatuh. Jaemin mendongak, menatap pria yang ditabraknya tadi yang sudah lebih dulu berdiri dan ingin menolongnya berdiri. "Tuan Jaemin? Kenapa disini?"

"Paman... Paman Kim tolong bawa aku pulang. Aku mohon."

***

"Saya tidak tau jelas tuan, tapi Jaemin seperti sedang kabur dari sesuatu"

"Baiklah, saya akan urus dari sini. Terimakasih banyak ya, maaf menganggu cuti mu."
Siwon berpamitan pada supirnya yang memang sedang mengambil cuti. Dia bergegas menyusul istrinya yang masih menenangkan Jaemin di kamarnya sembari mengobati luka di lengan anaknya. 

"Itu bohong kan? Dia berbohong kan? Aku bukan anak dia kan, Ma? Iya kan? Dia cuma berbohong bukan? Ma, jawab." Jaemin menuntut jawaban dari Yoona yang terlihat diam. Tidak mengatakan apapun selain menatapi Jaemin dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ma... Jawab."

Power of AttorneyWhere stories live. Discover now