Page 15

254 27 2
                                    

Jeno tak berhenti menggigiti kuku jari nya. Disekelilingnya sudah ada banyak siswa yang duduk untuk bersiap mengikuti olimpiade matematika tingkat nasional ini.
Beberapa jarinya sudah ada yang berdarah, entah kenapa Jeno sepanik ini. Sudut matanya melihat Donghae yang sedang mengobrol di barisan penonton.

"Ayah mu ini sangat berharap padamu, Jeno Lee.."

Kertas-kertas mulai dibagikan. Jeno semakin panik, dadanya terasa sesak melihat deretan angka yang ada diatas kertas putih itu.
Tangannya bergetar saat mengambil pensil, kepalanya seakan dipukul berapa kali sampai rasanya akan pecah. Dari barisan penonton Donghae memperhatikan dengan sangat serius.
Bukan, bukan Jeno yang diperhatikan olehnya. Namun Choi Jaemin yang nampak santai mengerjakan soal-soalnya. Jaemin seakan tak terusik dengan orang-orang disekitarnya. Sedangkan Jeno terlihat belum mengerjakan satu pun, dia masih melihat kertas didepannya.

Semua kepala menoleh saat Jaemin berdiri sambil mengangkat tangan, tanda sudah selesai mengerjakan.
Baru jalan setengah jam namun anak itu sudah selesai.
"Peserta 109 terjatuh!"

Donghae lantas kembali menoleh, melihat Jeno sudah terbaring di lantai dengan wajah yang memucat. Bibirnya tertarik, membentuk senyuman yang seakan meremehkan anaknya sendiri.
"Drama"

***

"Jangan terlalu keras pada dirimu, Jeno"

Jeno tak mendengarkan. Dia masih betah memejamkan matanya. Menikmati ketenangan di ruang kesehatan yang disediakan. "Aku akan kembali setelah infusan mu habis, usahakan tidak terlalu banyak berpikir ya"

Jeno masih diam, nafasnya terasa berat. Dan satu lagi, dia gagal mengerjakan soal-soalnya.
Baru akan masuk ke dunia mimpinya, pintu ruangan itu dibuka kasar membuat Jeno tersentak. Dia buru-buru duduk saking terkejutnya sebelum pipinya terasa terbakar sesaat setelah Donghae menampar nya.

"Dasar bodoh. Begitu saja tidak bisa"

Panas sekali rasanya, jika saja Donghae tidak didepannya sekarang mungkin Jeno sudah menangis.
"Kau lihat Jaemin tadi kan? Dia selesai lebih dulu dari semuanya. Kenapa kau tidak bisa seperti itu hah!"

Dua kali pipinya ditampar. Padahal Jeno ingin menjawab sedikit saja, namun Donghae seakan memaksanya untuk menutup mulut.
"Tidak usah pulang hari ini"

Dadanya sakit mendengarnya. Sangat sakit sampai Jeno akhirnya meruntuhkan pertahanannya.
"Aku membawakan mu ini"

Jaemin menaruh segelas teh hangat di atas meja. Menatap Jeno yang masih menundukkan kepalanya. Dia bisa lihat pipi Jeno memerah.
"Kau-"

"Aku boleh tidur dirumahmu?"

***

"Kenapa diam saja? Makan saja"
Jeno masih menatap makan malamnya, makan malam pertama dirumah orang lain.
Tepat disebelahnya ada Siwon dan didepannya ada Yoona. Jaemin yang duduk disebelah Yoona sudah menyantap makan malam nya dengan tenang.
"Tak apa Jeno.. kamu sudah melakukan yang terbaik"

Siwon mengusap punggungnya, dadanya kembali sesak setelah mendengarnya. Tangannya mengambil sendok lalu mulai makan, rasanya ingin menangis karena makan ditengah-tengah keluarga orang lain bukan keluarganya sendiri.
"Nanti malam tidur dikamar Jaemin saja ya, kamar tamunya belum dibersihkan. Sudah lama jadi pasti berdebu"

"Terimakasih.."

"Makan yang banyak ya, kamu pasti lapar sekali"
Tangannya bergetar, Siwon bisa melihatnya dengan jelas. Bahkan Jeno belum makan sesuap pun sejak tadi. "Tidak apa, tidak usah makan malam kalau tidak bisa dipaksa. Istirahat saja ya?"

Power of AttorneyWhere stories live. Discover now