Page 14

270 27 0
                                    

Jeno mengigit bibirnya, menahan rasa perih di kepalanya setelah Donghae melempar piala miliknya saat menang lomba olimpiade sains.
Kamarnya berantakan, entah Donghae sudah memukul Jeno beberapa kali sampai terlihat jelas memar disudut bibirnya.
"Kau ingin tau ayahmu kan? Iya... Ayahmu ini.. sangat mencintai Yoona, aku menikahi ibumu hanya karena apa?
Karena kau"

"Ibumu harus mengandung mu, disaat aku mati-matian mendapatkan Yoona. Kau sama sialannya seperti Siwon, Lee Jeno"

Donghae mencengkeram dagu Jeno, menarik wajah Jeno agar menatapnya. "Laki-laki tidak boleh menangis, Lee Jeno. Kau anakku, maka kau harus bisa membuatku bangga memiliki mu, benar?"

"Apa boleh buat, rahasia ku sudah ketahuan. Terserah, jawaban ada ditangan mu. Mau menceritakannya pada mama mu atau..."

Tangan Donghae turun, mencekik leher Jeno. Nafasnya sudah tak beraturan, Jeno berusaha menarik tangan Donghae lepas dari lehernya. Wajahnya sudah memerah, cekikan Donghae tidak main-main.
"M-maaf..... A-ayah..."

Jeno terbatuk-batuk usai Donghae melepaskan tangannya. Pria itu terlihat sangat marah karena rahasianya selama ini terbongkar lebih cepat. Usapan lembut Jeno dapatkan dikepalanya,
"Istirahat ya sayang? Besok harus sekolah"

Donghae meninggalkan Jeno begitu saja. Remaja itu sudah terduduk di lantai, di antara banyaknya barang yang berserakan. Bahkan beberapa pialanya patah, piagam yang ditaruh di figura juga pecah.
Tangannya bergerak meraba luka dikepalanya, bisa ia rasakan basah ditangannya. Darah, Jeno hanya bisa diam. Kepalanya sakit sekali, pandangannya sudah kabur. Perlahan ia bersandar pada kasurnya, menatap seorang asisten rumah tangga yang masuk dan menanyakan keadaannya.
Entah apa yang terjadi lagi setelahnya.

***

"Tumben, Jeno kan tidak pernah absen"
Jaemin membuang wajahnya setelah Haechan berkata seperti itu. Ia juga aneh, pasalnya Jeno orang yang terlalu gila pendidikan. Absen sehari saja bisa membuatnya stres.
"Apa dia sakit? Tidak ada keterangan.. atau jangan-jangan... Dia bolos?"

"Jeno mana yang bolos? Sejak kapan dia bisa begitu?"
Renjun menatap Haechan sinis. Bisa-bisanya dia berpikir seperti itu.
Sementara Jaemin masih diam, akhir-akhir ini dia sering memikirkan Jeno. Sejak dia memberitahu tindakan Donghae kepalanya selalu berpikir pada Jeno.
"Ck... Apaan si"

Jaemin jadi sebal sendiri. Seperti apa saja memikirkan anak itu, tidak berguna.
"Daripada kalian terus membahas Jeno mending bolos saja"

***

Ia menyeruput mi instan nya yang masih panas. Dalam balutan sweater biru gelap dia duduk dipojok minimarket sambil menatapi jalanan.
Ditemani mi dan sekotak susu pisang Jeno disana sejak dua jam yang lalu.
Tidak pernah ada yang tau Jeno menyukai susu pisang, dia terlalu sering mengonsumsi kopi agar tetap terjaga. "Kak Jeno kan?"

Jeno menoleh, menatap remaja yang tersenyum lebar sambil memegangi dua onigiri.

"Ah... Jadi kak Jeno membolos karena lelah belajar?"
Setelah Jeno menceritakan sedikit kenapa dia ada disini, Chenle terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia menggigit onigiri miliknya sambil menatap Jeno. Keduanya akhirnya berbincang kecil membahas hal-hal sepele. Padahal Jeno tipikal orang yang tidak mau diganggu, kata Renjun sih begitu.
Tapi Chenle lihat Jeno orangnya asik diajak mengobrol, bahkan menjawab pertanyaannya dengan biasa.

"Apa..... Ayah kak Jeno tidak menanyai kakak?"

Jeno berhenti mengunyah, dia menatap kotak susu yang berada didepan mangkuk plastik mi nya.
"Tidak. Mungkin tidak akan mencari ku"

"Kau sendiri? Kenapa tidak sekolah? Membolos juga?"

"Hehe..."Chenle menunjukkan giginya. Dia juga malas sekolah makanya berada disini.
"Jangan bilang-bilang kak Renjun ya? Dia bisa marah kalau tau"

Jeno mengangkat jempolnya lalu meminum susu yang sisa setengah. Dia menatap Chenle yang tengah menggoyangkan kakinya sambil menikmati gigitan terakhir onigiri nya.
"Aku mau ke danau, mau ikut?"

***

"Oh?"
Renjun terkejut melihat Chenle yang datang dengan Jeno dibelakangnya.
"Kakak! Lihat, aku beli ini dengan kak Jeno!"

"Ck, kau ini, menyusahkan orang saja"

"Ish"
Renjun menatap Jeno, melihat luka diwajah 'kawannya' itu.
"Aku hanya mengajaknya jalan-jalan, aku tidak melukainya, santai saja"

"Terimakasih, aku akan menggantinya"

Jeno menggeleng. Tanda dia tak ingin Renjun mengganti semua yang Chenle beli dengan uang Jeno.
"Aku hanya ingin satu hal"

***

"Entahlah... Aku tidak pernah melihat mama Jaemin bertemu dengan ayahmu. Kecuali saat kita berkumpul saja"

Jeno diam, dia menggenggam botol air mineral yang Renjun berikan.
"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?"

"Urusanmu?"
Renjun diam lagi, Jeno sudah jadi dirinya sendiri sekarang. Mereka sama-sama diam, memperhatikan Chenle yang tengah duduk dilantai memainkan PS4 nya.

"Apa rasanya memiliki adik?"

Renjun menoleh, dia lihat Jeno sangat memperhatikan Chenle. "Tambahan beban dan tambahan kebahagiaan, itu singkatnya"

"Kau sebut adikmu beban?"

"Bukan begitu. Kalau kau punya adik, ayahmu akan selalu menyalahkan mu jika dia kenapa-kenapa. Sebagai kakak harus melindungi adiknya kan?"

Renjun merasakan ada yang lain dari Jeno. Dia itu terlihat lebih lemas, lebih pendiam bahkan pandangannya lebih santai dibandingkan biasanya. Tatapan tajam, tubuh tegap, dagu terangkat angkuh seperti hilang begitu saja.
"Aku mau pulang, terimakasih sudah meminjamkan bebanmu itu"

***

"Jeno... Pihak sekolah menelpon mama katanya kamu tidak masuk. Kamu kemana? Mama khawatir"

"Tidak perlu khawatir, aku hanya jalan-jalan saja. Lagipula tadi bertemu Chenle jadi aku tidak berpergian jauh"

"Syukurlah, sudah makan? Mau mama buatkan masakan kesukaan mu? Udang tepung dengan saus asam manis?"

"Tidak usah. Aku mau tidur saja"
Tiffany mengangguk. Membiarkan Jeno masuk ke kamarnya.
Dia bertengkar hebat dengan Donghae saat melihat luka di wajah Jeno. Jeno juga belum makan nasi sejak tadi pagi dan sekarang sudah mulai sore.
Tiffany selalu ingat Jeno punya maag yang bisa kambuh kapan saja jika dia tetap tidak makan nasi.

Jeno menatap foto yang tergantung di kamar nya. Foto yang cukup besar itu selalu menyambutnya setiap bangun tidur, foto keluarga.
Tiffany sangat cantik dengan gaun berwarna ungu, Jeno yang duduk disebelah Tiffany dengan setelan jas dan Donghae yang berdiri dibelakang diantara mereka berdua.
Jeno menatap Tiffany di foto itu, senyum mama nya sangat cantik. Matanya kini mengarah pada sepatu berwarna putih dengan beberapa berlian disekitarnya.

Sepatu yang tak asing di matanya.
Dia berpikir keras dimana ia melihat sepatu tersebut.

Benar,
Saat Yoona datang ke sekolah untuk menjemput Jaemin.
Wanita itu memakai sepatu yang sama persis dengan milik Tiffany.

{}

Power of AttorneyWhere stories live. Discover now