Page 22

164 23 3
                                    

Matanya menyelisik setiap sudut ruangan. Memperhatikan semuanya tanpa terkecuali. Menikmati sunyinya ruangan yang membuat dirinya bisa mendengar pikirannya sendiri. Kini matanya menatap pada mantel berwarna hijau tua yang menyelimuti tangannya. Entah mantel milik siapa yang ada ditangannya ini. Dia tidak tau dengan siapa dia datang kesini, dengan menaiki kendaraan apa, jam berapa. Yang dia ingat adalah ayahnya yang pulang menjelang matahari terbit, mungkin sekitar jam 2 atau 3 pagi.
"Kamu sudah bangun ternyata."

Jeno membungkukkan tubuhnya menyapa dokter yang baru masuk. Pria itu duduk di kursi dekat Jeno, memperhatikan Jeno dengan senyum manis. "Perasaanmu bagaimana sekarang?"

"Baik."

Dokter itu mengangguk paham. Masih menatapi Jeno yang terlihat menikmati udara diruangan ini. "Kamu menyukainya?" Jeno menatap sang dokter. Dia membantu mengambil mantel yang sejak tadi berada dipangkuan Jeno lalu menaruhnya di sandaran kursi yang ia duduki. "Pewangi ruangan ini. Kamu suka?"

Jeno tersenyum kecil, menganggukkan kepalanya. Dokter itu mengeluarkan sebuah kertas, terdapat foto bunga dan nama dari bunga tersebut. "Alyssum, itu bunga yang kupilih untuk ruangan ini. Setiap aku menciumnya rasanya aku menjadi tenang. Pikiranku tenang seketika, tidak berisik sama sekali. Kamu juga begitu?"

"Ya.... Rasanya badanku lebih ringan saat mencium bunga ini." Dokter itu kembali tersenyum, memberikan kertas itu pada tangan Jeno. "Coba cium itu." Jeno mendekatkan kertas ditangannya pada hidungnya. Betapa terkejutnya dia bisa mencium aroma ruangan ini lebih jelas lagi. Rasa manis yang bisa dirasakan Jeno tanpa harus mencicipi bunga itu. Lidahnya terasa ikut menjadi manis setelah dia menghirup aroma bunga yang disebut alyssum ini. "Aku punya kenalan yang tau tentang bunga. Dia memberikan sampel lewat kertas itu, katanya dia memproduksi parfum sekarang. Aku akan membawakannya untukmu lain kali."

Jeno terlihat nyaman mengobrol dengan dokter itu, seakan sang dokter tau apa yang dibutuhkan Jeno saat ini. Seakan mengerti jika Jeno tidak mendapatkan ketenangan selama ini. "Kau boleh menyimpannya. Aku akan minta beberapa sampel berbeda untukmu nanti."

***

"TERKUTUK LAH KAU"
Donghae yang sebelumnya sedang asyik makanan terkejut setengah mati saat seseorang melemparkan beras padanya. Wanita itu sambil berbicara tidak jelas dan terus melempari beras pada Donghae. Berkali-kali mengucapkan kata terkutuk pada Donghae yang melindungi kepalanya dari lemparan beras wanita itu. "Dewa mengetahui semua dosa mu, SEMUANYA!"

Semua orang melihat pada Donghae saat kejadian itu terjadi. Tak terkecuali pria yang duduk di meja yang cukup jauh dengan Donghae. Senyumnya terbentuk sambil mengambil banyak foto Donghae yang terlihat marah pada wanita itu. Rasanya ia ingin menunjukkan ini sambil tertawa terbahak-bahak pada Siwon. "Panik sekali keliatannya."

"KAU AKAN DIHUKUM! DEWA TIDAK AKAN MENGAMPUNIMU."

"Ayah sedang apa?"
Pria itu menoleh sambil mematikan ponselnya. Menggeleng pelan sambil tertawa kecil. Jisung mengikuti arah pandang ayahnya, melihat seorang pria yang marah-marah membersihkan bajunya dan wanita yang diusir oleh pelayan keluar restoran. "Kenapa dia?"

"Wanita itu mengatakan jika pria itu terkutuk. Kamu harus jauh-jauh dari dia, nanti ikut kena kutukan," ucap pria itu sambil tertawa. 

"Ah ayah ini." Jisung masih memperhatikan pria itu. Mencoba menghafal wajah pria yang terlihat tak asing itu. "Ingat baik-baik wajahnya Jisung, ada kemungkinan kamu juga turun tangan untuk mengatur pria terkutuk itu."

***

"Jeno belum bisa pulang?"
Siwon menggeleng. Tangannya merangkul bahu Jaemin sambil berjalan bersama menuju mobil. "Dia masih harus istirahat. Masih mau ngajak berantem dia ya kamu?"

Power of AttorneyWhere stories live. Discover now