36. Jangan Khawatir

386 69 0
                                    

"gapapa, ca. jangan terlalu dipaksain kalau emang susah. tapi aku gak keberatan untuk nemenin kamu dan bantu kamu buat sedikit demi sedikit ikhlasin dia pergi."

perkataan kak dipta malam itu sukses memenuhi isi kepalaku sekarang. dini hari pukul dua aku masih terjaga dengan ingatan yang tertuju pada perkataan kak dipta kemarin malam. aku menjadi kesulitan tidur karena nya.

akhirnya aku memutuskan untuk menelepon aulia dan riska. karena disana pukul delapan pagi, aku yakin setidaknya salah satu dari mereka ada yang mengangkatnya.

"hai ecaaa, ih meni kangenn."

riska menyeru di balik sambungan telepon. aku tersenyum sebelum akhirnya menjawab, "sama aku juga kangen. maaf ya sibuk banget disinii."

"iya gapapa atuh. eh tapi, kamu nelepon jam segini, berarti disana jam... jam 2 pagi, ca?!"

"hahaha, iya."

"tumben bangett ih. kenapaa? ada apaa?"

"kabar kamu gimana disana, ris?"

"alhamdulillah baik. yang lain juga baik kok. tapi ya, yang namanya nambah tahun, nambah umur, nambah kesibukan. jadi ga bisa sering main kaya dulu lagi."

"alhamdulillah, yang penting semuanya sehat."

"kamu itu disana gimana keadaannya?"

"aku juga baik, alhamdulillah."

"iya syukur atuh. jadi kenapa nih? ada apa nelepon?"

"mmm, kamu nya lagi sibuk gak?"

"nggak sih. jadwal kuliah aku nanti jam 10an. masih nyantai juga. kenapa kenapa?"

refleks aku menggigit bibir bawahku, "kamu inget kak dipta ga, ris?"

"kak dipta yang temen kakak kamu itu? yang sama lagi tinggal di belanda juga?"

aku menghembuskan nafas, syukur riska masih ingat, "iya itu."

"kenapa dia?"

"aku... di tembak sama dia."

"HAH?! di tembak dimananya?! parah gaa?!"

mataku memejam, mencoba menahan emosi yang ada, "bukan di tembak pake senjata..."

"lah, terus?"

aku sedikit berdecak, "maksudnya, dia minta aku buat jadi pacarnya."

"ohhh." sahut riska santai, "EH APA?!" ku tebak dia baru sadar dengan apa yang aku bicarakan, "t-terus gimana? kamu akhirnya jadian sama dia?"

"nggak, lah. aku masih bingung."

"bingung sama apa?"

"perasaan aku sendiri." aku menghela nafas, "aku masih sayang banget sama bumi."

"tapi si eja udah tenang, ca, di sana."

"iya aku tau. tapi... aku ga bisa."

"bukan ga bisa. tapi belum bisa." ucap riska, "perlahan lahan, ca, buka juga hati kamu buat yang lain. masa kamu nanti ga akan nikah nikah kalau masih mikirin perasaan si eja, yang bahkan si eja nya udah bahagia di surga. aku juga yakin, eja bakalan seneng kalau ternyata kamu udah nemu seseorang yang bisa nemenin kamu lagi, kaya dia dulu."

kepalaku menunduk, "tapi kalau aku gak bisa?"

"bisa. pasti bisa. kak dipta juga kayanya tulus sama kamu."

"kata siapa?"

"eh, kan kamu yang sering ceritain kak dipta."

"emang iya?"

semesta (✓)Where stories live. Discover now