26. Aku Mau Kamu Jadi Air

438 76 6
                                    

"eca, kamu lagi apa, nak?"

aku yang awalnya sedang menyalin materi materi yang tertinggal selama aku sibuk di osis, langsung menoleh ke arah pintu.

"lagi nyalin materi bu, kenapa? masuk aja, ga di kunci, kok."

setelah merasa mendapat izin, ibu langsung membuka pintu dan menampilkan dirinya, "kamu udah sehat?"

"udah mendingan. ga se lemes kemarin." jawabku.

"ada eja di depan. temuin, ya."

"bumi?"

ibu mengangguk, "iya, nak. samperin dia, ya."

"udah lama?"

"lumayan. tadi ngobrol dulu sama ibu. minta maaf terus."

aku yang mendengarnya langsung menggigit sedikit bibir bawahku, pandanganku cemas, entah kenapa.

"tapi, kakek sama nenek?"

"lagi ke rumah kerabatnya tadi, dianterin adit." kata ibu, "udah yu, kasian dia nungguin kamu, tuh."

ku hembuskan nafas yang sedari tadi mengumpul di dada, "iya."

akhirnya aku memberanikan melangkah mendekat untuk menemui bumi.

dan setelah beberapa langkah, akhirnya aku bisa melihat dia. dia yang beberapa hari kebelakang membuat air mataku tak sanggup untuk ku bendung. dia yang beberapa hari kebelakang membuat pikiranku tak karuan.

dia yang beberapa hari ke belakang...

sangat ku rindukan.

"langit.." seru bumi, sambil berdiri dari duduknya.

"ngobrolnya di depan aja. ga enak kalau di dalem." kataku, sambil berlalu keluar untuk duduk di teras rumah.

bumi juga mengikutiku, kemudian duduk di kursi sampingku.

"bunda bilang, kamu sakit."

"iya."

"sekarang udah mendingan?"

"lumayan."

"jangan sakit, langit. aku sedih."

"iya."

bumi menghembuskan nafasnya sambil sedikit terpejam, "langit, aku minta maaf."

"abis ngapain kamu sampai tengah malem berduaan sama sifa?" tanyaku.

"aku anterin dia. dia minta anter aku buat ke rumah sakit. bapa nya sakit."

"dia cuma minta anter, dan kamu belum pulang sampai tengah malem?"

"aku dimintai tolong buat temenin dia."

"kenapa harus kamu? kenapa ga yang lain? temen dia bukan cuma kamu doang, bumi. dan kalau emang dia sengaja nyari temen cowo, temen cowonya bukan cuma kamu. dia punya banyak temen." ucapku, "terus kenapa kamu ga ngehubungin aku?"

"hape aku abis batre."

"sebelumnya aku telepon dan masih nyambung. cuma ga kamu angkat. kenapa?"

"ga sempat, langit. maaf."

"bumi kamu tau, aku takut. aku takut kamu celaka di jalan. aku takut kamu ngelakuin sesuatu sama sifa. aku takut... kamu lebih milih sifa dari pada aku. terlalu banyak takut di pikiran aku saat itu."

"maaf karena aku ngeganggu pikiran kamu. tapi percaya, langit, kamu ga akan pernah tergantikan oleh apa pun. pegang omonganku."

"siapa yang tau, bumi. hati manusia itu mudah berubah."

semesta (✓)Where stories live. Discover now