06. Waspada

73 17 0
                                    

Yaya menulis diatas bukunya, pemuda itu sesekali menguap saking bosannya. Menggelengkan kepala, Yaya berusaha untuk fokus.

Keningnya mengernyit, Ia mencoret-coret kertas paling belakang bukunya.

"Abis apa, ya?" gumam pemuda itu saat tidak ada tinta yang keluar.

Yaya membuka pulpennya dan benar saja. Tinta pulpen tersebut habis!

"Lat, ada pena dua?" tanya Yaya menoleh ke belakang menatap Galih yang masih fokus.

Galih menggeleng tanpa mengangkat kepalanya, "satu."

Yaya menoleh ke sampingnya, "lo, nyet?"

Jeno diam, berpura-pura tak mendengar. Pemuda tampan itu tak bereaksi apapun membuat Yaya mengumpat.

"Elo emang kek monyet beneran, Jen!"

Jeno mengedikkan bahunya, tak peduli. Yaya mendengus melihat itu. Ia lebih memilih berdiri.

"YANG ADA PENA DUA, PINJEM DONG!" serunya karena kelas sedang tidak ada guru.

"GAK ADA!" serempak warga kelas.

Yaya menghembuskan nafas keras, mencoba sabar, "serius, woy!"

Mereka menjawab lagi, "serius!"

"Anjing!"

"Ck, beli sendiri sih, Ya! Dah kek orang miskin aja beli pena gak mampu!" kata Giselle menghujat.

Yaya mengerucutkan bibirnya, menoleh ke bangku barisan depan disamping Aji. "Chel.. Beliin.." rengeknya dengan wajah memelas.

Chelo yang ditatap seperti itu jadi mengerjap. Entah itu asli atau hanya ekspresi yang dibuat-buat saat berada di kondisi seperti oleh Chelo.

"Eh, gue heran, ya. GHS ini sekolah internasional tapi masih nerima orang miskin yang gak mampu beli pena kaya Yaya!" celetuk Aji membuat Yaya mendelik.

"Bacot lo biji keledai!"

"Kedelai, ih! Dasar bodoh!" seru Giselle sebal.

Galih hanya menggelengkan kepala, tapi jadi mengernyit kemudian menoleh kebelakang.

Ia menatap gadis yang masih mengerjakan rangkumannya dengan tenang, "lo gak ikutan?" tanyanya pada Susan sibuk menulis.

Susan mendongak, menggelengkan kepalanya, "buat apa? Gak penting!" jawabnya.

"Kalo Haechan yang dihujat baru dia bunyi, Lih!" sahut Naya disampingnya yang tengah menopang dagu.

Susan mencibir saja, "mukanya emang minta dihujat!"

Galih terkekeh, menepuk kepala Susan. Lalu menoleh pada Naya.

"Emang bener, kok!"

Perkataan Galih jadi membuat Naya tersenyum masam. Gadis itu tak habis pikir dengan sikap dua orang ini.

Kalau Susan adalah perempuan yang selalu bicara ngegas dikelas ini. Maka Galih adalah perwakilan laki-laki nya.

Keduanya benar-benar sangat pro jika sedang julid-julid nya! Tapi jika keduanya yang adu urat, itu tidak akan ada habisnya.

Kembali lagi pada Yaya yang masih misuh-misuh didepan kelas.

"Yang bener, anjirr!! Pelit bener lu pada!" dengus pemuda itu.

"Beli sendiri, Yaya..." kata Jeno melengos malas.

"Ck, beliin dong!"

"Sapa elu?!"

X-3: Ineffable [Tak Terlukiskan] ✓Where stories live. Discover now