53. Formalitas

56 11 0
                                    

Susan menghembuskan nafas panjang, melipat tangan diatas meja dan menumpukan dagu disana.

Ia melirik pada orang didepannya yang juga menopang dagu. Sedangkan yang satunya lagi menatap kosong kedepan.

"Kenapa gue sekelompok sama elo..." lirih orang itu.

Susan mendecak. "Gue juga mempertanyakan hal yang sama! Kenapa, diantara semua makhluk di X-3. Gue, Susan Vanila Haruni harus sekelompok sama elo si mulut kompor!"

Haechan menegakkan tubuhnya, menatap Susan tak terima. "Lo juga mulutnya julid naudzubillah ya, babi!"

Mark merentangkan tangan, menjadi penengah sebelum kedua teman kelasnya itu saling membunuh. Ia sudah pusing dengan tingkah ajaib anak kelasnya sejak pagi.

Pemuda berdarah Kanada itu hanya berharap kerja kelompok hari ini tak akan menjadi serangan mental berikutnya.

"Emang harusnya tadi gue tukeran tempat sama Naya!" dengus Susan sebal.

"Hmm.. Harusnya tadi lo tukeran tempat sama dia!" Haechan mengangguk setuju.

"Lo beneran naksir si Jepang, Chan??" tanya Mark menoleh pada cowok di sampingnya.

"Udah bucin sampe ke tulang-tulang!" sahut Susan mencibir membuat Haechan jadi menggerutu.

Susan kembali mendengus. Ia menatap Haechan sinis. "Lo beneran suka sama cece, kan?!" todongnya.

Gantian Haechan yang mendecak. "Kalo gue bilang iya juga, lo gak percaya!"

"Haedar.." panggil Susan dengan suara tenang. Haechan mengernyit. Tumben sekali gadis ini tak ngegas padanya.

"SIAPA YANG BAKAL PERCAYA KALO TIAP HARI LO MODUSIN SEMUA CEWEK, HA?!"

Salah.

Susan Vanila Haruni akan selalu ngegas padanya!

"Gue tuh serius elah, elu nya aja posesif bener. Dah kek bapaknya!"

"Dia cece gue!"

"Gue heran kenapa Naya ku yang lucu unyu-unyu itu betah sebangku sama nenek sihir sensian kek elo. Lo tiap hari makan apa sih, Sus?!"

Mark sendiri sudah menganga lebar, terpaku pada label Naya lucu unyu-unyu yang keluar dari mulut Haedar Dwi Chandra.

"Kenapa? Lo pengen jadi gue yang duduk sebelah dia?!"

"Boleh??" tanya Haechan berbinar.

"Ya, enggak dong!" jawab Susan cepat.

Haechan sampai menggigit bibir. Menahan untuk tidak mengumpat. "Kasian Naya terjebak sama lo!" gerutunya.

Gadis itu jadi mendecih sinis.

"Tapi, Chan, kalo gue jadi elo. Gue sedikit bersyukur karena dia sebangku sama Naya," ucap Mark membuat alis Susan terangkat. Namun Susan hanya diam menunggu kalimat selanjutnya.

"Susan yang ngegas kaya ngelindungin Naya dari mulut para buaya dikelas ini," Mark beralih menatap Susan. "Gue gak tau alasan lo sebenernya kaya gitu atau gak. Tapi, diantara circle pertemanan lo yang penganut kakek korengan garis keras.." Susan menggertakan gigi, menatap Mark berang karena sudah berani mengatai Oppa-Oppa pujaan hatinya. Mark yang tersadar jadi berdeham, kemudian melanjutkan. "Lo lebih kaya leader nya, padahal lo bukan Lioni yang bendahara juga pinter. Naya juga sejauh yang gue liat, dia anaknya rajin banget. Bahkan Helena yang paling cantik aja kaya kalah kalo dibandingin elo, apalagi tadi lo ngamuk-ngamuk ke Helena gara-gara barang kelompok lo ilang. Gue yakin orang mikirnya lo itu otoriter banget padahal dia temen elo," ujar Mark panjang lebar.

X-3: Ineffable [Tak Terlukiskan] ✓Where stories live. Discover now