37. Jurit Malam

49 8 0
                                    

"Serius ini kita langsung jalan? Gak mau berdoa dulu??" Haechan menatap anggota tim nya satu-persatu.

Sedangkan yang lain malah memutar bola mata jengah. Sebenarnya ada satu yang tidak. Itu Naya.

Gadis itu menatap Haechan kasihan. Sepertinya memang segugup itu sampai dia sejak tadi berdiri gemetar.

"R-Ren.. Gue mengundurkan diri aja deh!"

"Ck, udah deh, Chan! Ini tuh bareng-bareng!" dengus James sebal.

"Cemen bener sih lu ketemu setan aja takut! Kan udah ada Susan! Kalo ada setan, setannya pasti takut sama dia." cibir Galih.

Susan yang namanya disebut-sebut jadi mendelik. "Dih?!"

"Gue gak takut!" bela Haechan. "Cuma merinding," lanjutnya mencicit pelan.

Naya yang melihat itu jadi menyentuh bahunya. "Gak papa, wajar kok, tapi lo gak sendiri. Kita ini satu tim!"

Haechan terkejut, tubuhnya semakin meremang kala melihat raut kekhawatiran si pujaan hati padanya.

Tapi ia harus kembali ke kenyataan begitu Susan dengan sadisnya berdeham keras guna mengacaukan suasana.

"Keselek biji getah ya, lo?!" tanya Haechan sinis.

Susan hanya mengedikkan bahu dengan raut tak bersalahnya. Gadis itu merapatkan jaket EXO yang dipakainya.

"Haedar gak usah takut, setan itu kan gak keliatan. Kecuali kalo lo punya indera keenam!" kata Helena menyemangati.

"Lagian mata hati dan batin lo kan udah ketutup. Jadi gak guna lo takut!" sahut Susan pedas.

"Buktinya gue bisa liat lo disini. Lo kan cucunya setan!" balas Haechan tak mau kalah.

"Gue tau aura gue emang sekuat itu. Tapi gue asli manusia bukan fallen angel," celoteh Susan membuat semua orang mendelik.

Naya bahkan menepuk lengannya sebab gemas dengan tingkat kenarsisan teman sebangkunya itu.

"Lo mah cocoknya jadi hantu perawan kek film Suzanna!!" seru Haechan kesal.

Helena yang mendengar itu jadi mengerutkan keningnya. "Emang film nya Suzanna ada yang judulnya hantu perawan??" tanyanya.

"Diem aja lo, Molen!!"

Haechan misuh-misuh sedangkan James sudah menyemburkan tawanya melihat ekspresi polos Helena. Pemuda itu bahkan secara refleks mengusap kepala si sekretaris yang memang berdiri disampingnya. Hal itu tentu saja sanggup membuat Helena membeku.

"Ekhem!! Samlekom.. Akhi, ukhti udah selesai tatap-tatapan apa belom??"

"Ini gelandangan lampu merah berisik bener sih dibiarin dari tadi?!" dengus Galih.

Haechan lagi-lagi mendelik. "Lo tiang lampu merah juga diem aja!!!"

"Udah saling ngehina nya? Itu liat si Mark udah jalan kesini!" ucap Rendi dan benar saja, Mark Alexander— si ketua kelas yang jarang keliatan sibuk itu akhirnya mondar-mandir layaknya setrika sejak pagi.

"Ini yang jalan udah siap, kan? Sus, otak lo serius bisa mikir, kan??" tanya Mark begitu sampai.

"Kalo gak bisa mikir, percuma dia menang lomba ranking satu nya!" ejek Haechan.

Susan melotot. "Diem!"

"Inget, ya, jangan terlalu serius dan jangan disepelein juga!" pesan Mark lagi.

"Terus harusnya kita gimana?" tanya James bingung.

"Intinya kalian harus dapet benderanya!" ucap Rendi.

X-3: Ineffable [Tak Terlukiskan] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang