Bagian 2

2.4K 370 20
                                    

"Ketika mengikuti sebuah organisasi di sekolah, jangan harap kamu bisa pulang ke rumah tepat waktu. Karena bisa saja kamu sampai di rumah sebelum Maghrib."

- Khairyah Hafisyah Asady -

💚💚💚

"Aku sudah selesai makan," kataku begitu mie yang tadi Adam berikan habis tak tersisa.

Tak lama aku bersuara, Adam membuka matanya. Memperlihatkan bola mata berwarna hitam yang lumayan indah jika dipandang. Sayangnya, aku tidak seberani itu untuk memandang dia. Dan aku juga tidak minat.

"Bantu ketua keputrian untuk mengajak siswi muslimah yang sering tidak ikut di hari jum'at."

Aku mengedipkan mataku beberapa kali. Ini telingaku tidak salah dengar, 'kan? Membantu katanya? Aku saja sedang berkutat dengan banyak proposal untuk pengajuan acara-acara yang akan diadakan, sedangkan dia malah memberikan permintaan itu? Tidak salah?

"Tidak bisa."

"Kenapa?"

"Urusanku sendiri sudah banyak. Bukannya aku gak mau bantu, cuma tolong ngertiin sedikit lah. Emang bisa proposal untuk pengajuan acara nanti siap kalau aku ngurusin yang lain terus?"

"Nanti kamu minta bantuan ke mereka," jawabnya.

"Kamu pikir hati mereka selapang itu untuk mau membantuku? Bukannya su'udzon, tapi itu emang kenyataannya. Selama ini, hampir satu tahun, aku kerja sendirian. Padahal apa? Padahal kamu udah nyuruh mereka buat bantu aku, tapi mereka gak bantu apa pun. Aku ca-"

Aku menghentikan ucapanku saat melihat Adam yang hanya diam saja aku omeli. Tidak Khair, ini bukan salahnya. Jangan lampiaskan amarahmu pada laki-laki polos yang satu ini. Lihat wajahnya itu, jangan Khair jangan, gak boleh.

"Lupakan, aku akan membantu mereka. Jadi, sudah selesai?" tanyaku akhirnya.

"Pulang sekolah nanti, datang ke sini. Temui aku, jika aku belum datang, duduk saja di bangkuku ini. Kamu boleh pergi," jawabnya.

Aku mengangguk paham. Entah apalagi yang harus aku hadapi siang nanti. Yang pasti, aku harap bukan permintaan untuk membantu yang lain. Bukannya aku tidak ingin membantu, tapi tugasku saja sedang menumpuk. Tolonglah~

"Khair," panggil Adam.

Langkahku terhenti, lantas aku langsung berbalik. "Kenapa?"

"Ambil dan makan."

Ternyata, Adam kembali memberiku mie goreng. Kan, apa kubilang, di lacinya itu pasti dipenuhi oleh mie goreng! Seratus persen! Kalian harus percaya padaku.

"Terima kasih," ucapku sambil mengambil mie tersebut. Lumayan, kalau udah ada gini kan aku tidak perlu ke kantin lagi. Rejeki anak sholehah. Alhamdulillah.

Kakiku pun kembali melangkah meninggalkan Adam. Hari ini, sekolah kami kedatangan tamu, jadi guru-guru rapat dan siswanya dibiarkan bebas tanpa ada pengawasan. Aku sih senang-senang saja, karena waktu-waktu seperti itu sangat langka. Dan cocok dimanfaatkan untuk membaca novel religi yang sudah aku sediakan di tas setiap hari untuk jaga-jaga munculnya waktu seperti ini.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul dua tepat. Kami sudah pulang dari sepuluh menit yang lalu. Dan di sinilah aku, di ruang Bintalis. Duduk di kursi ketua dengan tas di depan dada.

Hal ini membuatku menjadi bahan tontonan. Sebab, yang bisa duduk di sini hanyalah Adam, sedangkan aku hanyalah sekretaris. Astaghfirullah, cobaan apalagi ini. Si Adam kok tega banget ngasih posisi ini?

Catatan Khairyah [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang