Bagian 14

1.8K 339 28
                                    

"Jodoh itu sudah diatur sama Allah, baik itu tempat, waktu, siapa, dan bagaimana prosesnya, kita hanya tinggal menunggu dan menerima. Karena sebaik-baik perancang adalah Allah Subhanahu Wa Ta'ala."

- Khairyah Hafisyah Asady -

💚💚💚

Seminggu sudah berlalu, sejak kejadian itu, aku sama sekali tidak tenang. Perasaan suka ini kian menggebu seperti sedang meminta jawaban. Padahal, aku sama sekali tidak niat untuk mengutarakan rasa ini. Terlebih, pada Adam.

"Kak, kalian tinggal sebulan setengah lagi, ya, di sini?" tanya Laila.

Aku mengangguk. Benar, mulai saat ini, kami sudah mulai masuk ke masa-masa ujian. Kemarin, kami sudah melakukan pergantian pengurus Bintalis. Dan posisiku digantikan oleh Laila. Itulah alasannya dia sekarang berada di sisiku. Karena di setiap istirahat, dia akan mengunjungiku dan menanyakan beberapa pertanyaan padaku.

"Ih, bentar lagi pisah," sendunya.

Aku tertawa kecil. "Memang perpisahan semenyeramkan itu, ya?"

"Kakak jangan gitu, dong. Janji, ya, kalau udah tamat Kakak bakal sering ke sini," kata Laila.

"Insyaa Allah," balasku.

"Serius, ya. Di Bintalis itu aku paling suka Kakak. Kalau Kakak udah bawa agama, pasti langsung nusuk sampai ke tulang punggung. Kakak gak peduli sama citra baik, Kakak akan mengatakan apa pun yang Kakak rasa benar. Dan aku paling suka sifat Kakak yang itu," pujinya.

"Jangan banyak memuji, entar Kakak jadi sombong."

"Kalau sombong aku kasih kritik dan saran."

Tak lama, bunyi bel masuk berbunyi. Laila pamit dan keluar dari kelas ini dengan senyuman yang merekah. Dia cantik, baik, berpenampilan syar'i, dan taat akan agama. Akhlaknya mirip denganku saat ini, aku yakin pasti yang akan memilikinya nanti akan bangga.

"Ketua kelas, tolong bagian latihan-latihan soal ini. Sudah Ibu fotokopi, tinggal kalian kerjakan. Tiga puluh menit sebelum bel pulang, kita periksa."

Sang ketua kelas yang penurut di kelas ini pun langsung mematuhi perintah Bu Fera. Guru Fisika paling jenius di sekolah. Soal sesulit apa pun bisa dijawab dengan mudah dalam hitungan menit. Aku terkadang suka ketinggalan, tapi dengan baik hatinya Ibu itu mau mengulang.

Sungguh guru Fisika yang sangat langka dan idaman.

Saat mendapatkan lembaran latihan soal, kepalaku langsung pusing. Soal cerita yang penuh di soal itu seakan sudah menembakkan anak panahnya tepat di otakku. Kalau sudah belajar Fisika, rasanya semua beban yang ada langsung tergantikan.

"Paham, gak?" tanya Adam sambil membalikkan tubuhnya menghadapku.

Aku memandangnya sebentar, kemudian menggeleng dengan senyuman tipis. "Mungkin sebagian bisa, tapi sebagian lagi kurang. Ada yang dari kelas sepuluh sama sebelas, sih. Mana aku ingat."

"Kerja berempat, yuk," ajak Liza. Teman semejaku.

Aku berdeham sebentar lalu diam. Menunggu jawaban Adam dan Haikal. Ketika aku berpaling sebentar, mereka langsung membalikkan kursinya. Dari awal Bu Fera memang mengizinkan kami untuk kerja sama, tapi tidak saat ujian nanti. Lagian, siapa yang berani kerja sama waktu ujian? Ingin rasanya aku menangis.

Aku berpaling lagi, kali ini, mereka sudah sepenuhnya menghadap kami. Bahkan, karena bukunya cukup ramai, buku corat-coret atau yang biasa kami sebut dengan sele-sele Adam sudah menabrak buku sele-seleku. Terlebih Haikal, dia terlalu banyak bawa buku.

Catatan Khairyah [ END ]Where stories live. Discover now