Bagian 36

1.9K 324 50
                                    

"Bukankah ada kalanya merelakan menjadi bentuk paling baik daripada terus memaksakan?"

- Catatan Khairyah -

💚💚💚

Saat acara makan sudah selesai, Adam mengajakku untuk duduk di emperan Masjid. Entah apa tujuan pastinya, tapi wajah Adam sangat serius, aku saja sempat tertegun sebentar. Raut wajahnya, hampir sama dengan raut saat kami sedang rapat evaluasi. Yang dilakukan setelah melaksanakan sebuah acara.

"Zauji, ada apa?" tanyaku.

Adam memandang wajahku sebentar. Tangannya tergerak untuk mengelus pipiku. Aku kan jadi gugup. Apalagi, masih banyak pasang mata yang memandang kami.

"Ayang," panggilnya.

"Iya, Zauji. Ada apa?" sahutku.

Adam lagi-lagi fokus pada tangannya yang mengelus pipiku. Kesal dengan sikapnya, aku mengambil tangannya dan mengecup telapak tangannya. Kemudian, tatapanku kuubah menjadi seserius mungkin.

"Apa yang mau Zauji sampaikan?" tanyaku lembut.

"Maaf," jawabnya.

"Untuk?"

"Kita gak bisa mengadopsi Senja, Jingga, sama Winda."

Aku tertegun sebentar. "Adopsi?"

Adam mengangguk. "Ayang sangat menyayangi tiga anak itu. Jadi, aku sempat berpikir untuk mengadopsi mereka. Namun, di antara mereka, ada yang tidak mahram dengan kita, dan akhirnya membuat kita sedih. Maaf, Ayang."

Aku tersenyum tipis. Kukecup kembali telapak tangannya yang kering. "Kenapa minta maaf? Lagian, aku gak pernah berpikir untuk mengadopsi mereka. Aku memang menyayangi mereka, tapi sebagai adik, bukan anak. Zauji jangan terlalu memikirkan semuanya."

"Aku kira Ayang pengen punya anak."

"Ya memang pengen dong, tapi dari Zauji. Yang langsung dari rahim aku. Untuk adopsi, aku gak terlalu kepikiran sama hal itu."

Adam menarik tanganku, lantas ia memelukku dengan erat. Wajahku memerah. Jelas, karena sebagian ada yang bersiul. Dalam hati aku merutuki sifat Adam, bisa-bisanya ia bersikap seperti ini!

"Zauji, malu," cicitku.

Adam menghendikkan bahunya acuh. Cih, dia kan memang cuek, tapi aku tidak!

"Kita berangkat?" tawar Adam.

Aku melihat jam di pergelangan tangan Adam. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga. Ternyata makan-makannya lebih lama daripada waktu yang sudah diperkirakan. Ah ... kami harus pergi sekarang. Aku tidak ingin pulang malam hari ini. Tubuhku terasa lelah.

"Iya, deh. Yuk!" sahutku.

Adam menggenggam tanganku, mengajakku untuk berbicara dengan ketua Bintalis saat ini. Serta pamit undur diri.

"Iya, gak papa, Kak. Banyak-banyakin aja waktu berdua. Biar langgeng dan makin romantis," kata si ketua.

Aku hanya tertawa kecil, sementara Adam tersenyum tipis. Saat sudah pamit dengan yang lain, kami benar-benar pergi meninggalkan area sekolah. Karena hari libur, jalanan tidak terlalu padat. Kami bebas menyalip ke kanan dan kiri sesuai dengan kelihaian Adam di jalan.

Aku hanya duduk manja di bangku penumpang. Tangannya masuk ke kantung jaket Adam. Sebab udara yang bertabrakan dengan kami cukup kuat. Aku tidak terlalu suka dengan angin kuat. Kepalaku pun kusenderkan di punggungnya. Menikmati perjalanan dari sekolah ke panti.

Catatan Khairyah [ END ]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum