Bagian 21

2K 332 34
                                    

"Semakin lama semuanya semakin tidak baik-baik saja. Di dunia ini, sangat langka orang yang bisa dipercaya. Baik itu yang langsung datang, atau mengajak untuk bertemu terlebih dahulu."

- Khairyah Hafisyah Asady -

💚💚💚

Pagi ini, Adam ada urusan dengan Papa, dan alhasil aku ditinggal sendiri setelah sarapan. Di sini sangat sunyi dan sepi, tapi aku heran, karena aku sama sekali tidak kesepian. Padahal, jika biasanya aku di rumah sendirian, pasti akan merasa sepi. Yah, mungkin karena kehidupanku juga sudah berubah.

Keadaan rumah sudah bersih, baik lantai, peralatan rumah, bahkan sawang yang mulai bertengger dengan nyamannya di sudut-sudut dinding. Hari ini, aku sudah berniat untuk kerja keras. Rumah ini, tidak boleh ada satu pun debu yang menempel dan terlihat oleh mata. Karena kebersihan itu baik.

Aku beralih pada lemari, pakaian di bagian tempat Adam sudah sedikit berantakan. Aku menghela napas panjang, kenapa laki-laki gak bisa kalem kalau ngambil baju, sih?! Pasti ada aja yang rusak setelah mereka yang ngambil bajunya. Gak Papa, gak Bang Shaka, sama aja.

Aku mulai membongkar kembali isi lemari dan memperbaiki posisi serta bentuk lipatan yang sudah hancur. Sebelum ini tugasku memang bukan ini, dan aku tidak punya pengalaman dalam hal ini. Namun, karena statusku sudah berubah, mau tidak mau aku harus belajar sedikit demi sedikit.

Tok! Tok!

Siapa yang mengetuk pintu? Perasaan belum ada yang tahu kalau aku tinggal di sini, temen-teman Adam juga jarang yang datang ke sini. Aku juga sedang tidak memesan apa pun yang mendatangkan seorang kurir. Lantas, siapa yang mengetuk? Di pagi hari lagi.

Aku segera memakai khimarku dan berjalan ke depan. Begitu sampai di pintu, aku mengintip terlebih dahulu siapa yang datang lewat jendela yang berada tepat di samping pintu.

Hm, sepertinya laki-laki. Sayangnya, dia pakai jaket dan topi. Aku tidak bisa menebak siapa dia. Aku buka saja atau tidak? Tapi menolak tamu itu tidak baik, 'kan?

Tidak mau ambil pusing, aku mengambil gawaiku dan menelepon Adam beberapa kali. Sayangnya, Adam tidak mengangkat. Aku sudah berusaha meneleponnya lebih dari lima kali, tapi tetap tidak ada jawaban. Aku harus apa? Sementara ketukan di depan sana sudah menjadi-jadi.

"Iya? Siapa?" tanyaku akhirnya.

Pintu itu hanya kubuka sedikit. Orang tadi berbalik ke arah pintu. Ternyata dia juga memakai masker. Siapa, sih, kok jadi nyeremin?

"Hm, aku siapa, ya?" tanyanya balik.

Tubuhku menegang saat menyadari wajah siapa yang berada di balik masker tersebut. "Dirga?"

"Kamu selalu benar, Yang," katanya.

Aku melotot, lalu menutup pintu dengan sangat cepat. Napasku tercekat di tenggorokan, dan aku nyaris tidak bernapas dalam beberapa menit. Kenapa? Kenapa dia ada di sini?

Aku menjauh dari pintu dan mengambil kembali gawaiku yang tadi aku letakkan di atas sofa. Aku mencoba lagi untuk menelepon Adam. Bodohnya aku, pintu rumah lupa aku kunci. Dan Dirga dengan santainya membuka pintu itu seraya melepaskan maskernya.

"Sayang, kamu takut padaku? Kenapa?" tanya Dirga sambil memegang kedua lenganku agar aku tidak bisa kabur.

"KAMU TIDAK BOLEH MENYENTUHKU KARENA KAMU BUKAN MAHRAMKU!" teriakku.

Aku mencoba mendorongnya. Namun, tenaga Dirga sangat kuat. Dia juga mencengkram lenganku dengan lebih kuat sampai aku bisa mengira lenganku pasti sudah membiru.

Catatan Khairyah [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang