Bagian 29

2K 329 16
                                    

"Masa-masa tanpa adanya bayangan masa lalu, rasanya indah banget."

- Khairyah Hafisyah Asady -

💚💚💚

Malamnya, aku duduk di atas tempat tidur. Semakin lama, Adam semakin menunjukkan sifat manjanya. Aku hanya bersikap maklum, sebab, Adam tidak mendapatkan kasih sayang sempurna dari sang ibu yang meninggalkan keluarganya sejak Adam kecil. Kak Balqia sering fokus pada pekerjaannya tanpa terlalu memerhatikan Adam.

Tadi aku juga habis teleponan dengan Kak Balqis. Dan dia minta maaf jika Adam berlaku manja padaku. Lagian, aku mana mungkin marah. Toh, pria tampan yang kepalanya sedang berada di pangkuanku ini sangat memesona. Matanya yang tertutup terasa sangat menarik sampai rasanya ingin aku sentuh.

Hidung yang juga mirip prosotan itu juga sangat mulus tanpa ada satu jerawat yang mampir. Bibir tebal yang tadi siang mencuri ciuman pertamaku juga berwarna merah alami yang membuatku sedikit iri. Wah, Adam sangat tampan.

Jika Adam yang bagian dari kepingan dua puluh lima persen ketampanan di dunia, bagaimana lagi dengan Nabi Yusuf AS dan Nabi Muhammad SAW, ya?

"Sentuh aja," kata Adam membuyarkan lamunanku.

Aku melihat tanganku yang ia tarik, kemudian mulai mengarahkan tanganku untuk menyentuh bagian demi bagian yang ada di wajahnya. Aku tersenyum manis. Aku menyukai Adam.

"Masakan aku enak semua gak?" tanyaku.

"Enak."

"Yang bener?"

"Iya, Yang."

Adam membuka matanya dan memandang wajahnya. Bibirnya mengecup pelan telapak tanganku yang berada tepat di atas bibirnya. Adam ini tipe cowok polos, tapi punya kemampuan untuk membuat perempuan merasa senang karena merasa disayang, ya?

"Mau peluk, boleh?" tanya Adam.

Aku mengangguk pelan. Kemudian, Adam menyamping ke kiri dan memeluk pinggangku. Kepalanya yang menempel di perutku benar-benar terasa geli. Jika tahu akan seperti ini, aku tidak akan memberikan izin.

"Mau mengunjungi Dirga?" tawar Adam.

Aku berpikir sejenak. Memang, setelah Dirga memutuskan untuk masuk penjara, mereka tidak pernah mengunjungi pria itu. Padahal, sebelum masuk penjara, Adam pernah mengatakan akan sering-sering berkunjung.

"Boleh, tapi besok atau lusa aja. Jangan malam ini," kataku.

"Ya memang gak sekarang, Yang."

Aku hanya mengangguk seraya tertawa pelan. Namun, berbeda dengan Adam. Dia malah sibuk mendusel-duesl wajahnya di depat perutku. Membuatku geli sampai terkadang mengeluarkan suara tawa.

"Zauji! Geli!" seruku agar Adam berhenti ngedusel.

"Yang, ayo," balas Adam. Ia mendongakkan wajahnya.

"Ngapain?" tanyaku.

"Itu ...," jawab Adam menggantung.

"Itu apa?" tanyaku lagi.

"Buat anak," jawabnya.

"Kenapa buru-buru?"

"Aku penasaran. Anak pertama nanti, bakal mirip aku atau kamu."

Aku tersenyum. Ingin rasanya menolak karena masih belum terlalu siap dengan adegan yang saat Mama dan Papa menggoda Bang Shaka sama Kak Balqis saja sudah membuat wajahku merah merona.

"Lampunya dimatiin aja," kata Adam seolah tau apa yang aku pikirkan.

"Ih, enggak! Aku gak suka gelap," balasku.

Catatan Khairyah [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang