Bagian 39

700 105 21
                                    

"Tidak ada poligami ataupun poliandri. Cukup hanya kata aku dan kamu menjadi kita, bukan kami ataupun dia."

- Catatan Khairyah -

• • •

Malamnya, Adam dulu bangun baru aku. Tubuhku terasa lelah, itu sebabnya aku tidur sangat nyenyak. Dan sekarang, Adam sudah duduk duluan di balkon kamarku. Pandangannya lurus menatap ke langit malam yang menampilkan posisi bulan penuh. Tidak heran, sebab Adam itu salah satu pecinta bulan.

Pernah suatu kali aku terbangun di pagi-pagi buta, mungkin kisaran jam dua atau tiga pagi. Aku tidak mendapati suamiku itu di atas kasur, melainkan di teras rumah dengan wajah mengadah ke langit. Saat itu bibirnya tersenyum sedikit lebar.

Dan saat itu baru kusadari, mata Adam tidak pernah luput dari bulan sabit yang diujung bagian atasnya terdapat bintang seolah menempel, indah sekali.

"Zauji," panggilku. Bisa aku lihat telinga Adam naik sedikit. Itu artinya Adam sedanh tersenyum.

"Sayang udah bangun? Sejak kapan?" tanya Adam.

Aku tertegun sejenak, panggilan sayang barusan dilakukan dengan sedikit berbeda. "Beberapa menit yang lalu," jawabku.

Adam mengalihkan pandangannya dan memandangku. Ia berlutut di depanku dan menjulurkan salah satu tangannya sampai di depan perutku.

"Sayang, mari buat kenangan yang indah," katanya.

Dahiku mengernyit bingung. "Kenangan yang kayak gimana?"

"Lamaran, lalu sayang gandeng lengan aku. Kita netap ke depan sana lima menit, terus kita dansa. Tadi aku nonton di gawai, sayang gerakin badan aja sebisa Ayang. Aku akan melakukan peranku sendiri."

Aku tertawa pelan. "Oke, dimulai dari?"

Adam memperbaiki posisinya dan memandang tepat di manik mataku. Senyumnya yang merekah membuat hatiku melemah. Sebab, serangannya tidak nanggung-nanggung.

"Khairyah Hafisyah Asady, aku melamarmu. Ketika aku kecil, aku pernah bermimpi ingin membagi ilmuku pada seorang perempuan yang ingin berjuang menuju tempat paling indah. Ketika aku mampu, aku ingin memiliki seorang perempuan yang mencintaiku. Anehnya, saat langkahku sampai di kelas sepuluh, tidak ada seorang perempuan yang berhasil menarik perhatianku.

"Namun, semuanya berubah sampai kita berada di satu angkatan dengan jabatan yang sangat dekat. Masa lalumu yang kelam dan yang kuketahui mampu mengetuk rasa perhatianku. Air mata yang kamu keluarkan dengan tubuh bergetar saat meminta maaf pada orang-orang yang kamu sakiti membuatku tau bahwa kamu perempuan baik.

"Kamu yang selalu ngomel saat ada kesalahan yang menyinggung agama membuatku percaya bahwa kamu adalah perempuan yang sedang berjuang untuk menyempurnakan agamamu demi menyambut hari yang baru dan kelak akan menentukan ke mana langkahmu akan menuntun. Antara surga atau neraka.

"Sejak itu, aku memutuskan untuk mengejarmu dalam diam. Mempelajari agama lebih dalam agar kamu tidak kecewa atas hadirnya diriku dalam hidupmu. Ilmuku memang tidak setinggi para ustaz, bahkan Kak Balqis, tapi bisa aku pastikan lewat tekadku, bahwa kita akan berjuang bersama menuju Jannah."

Senyum Adam semakin merekah. Genggaman tangannya di tanganku juga semakin erat. "Di sini, tepat di waktu ini, aku melamarmu. Bersediakah kamu menerimaku yang masih fakir dalam ilmu agama ini sebagai suamimu? Kepala keluargamu? Dan ayah untuk anak-anak yang lahir dari rahimmu?"

Catatan Khairyah [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang